Happy Reading
Arkan memang sering mendapatkan undangan untuk sebuah acara pengajian atau jamiatul Hadrah. Kali ini ia berpamitan kepada Nara bahwa ia dan pergi mengisi pengajian di kampung sebelah. Tak lupa Arkan juga berpamitan kepada Arfan dengan mengajarkan anaknya itu untuk mencium tangan orang yang lebih tua saat hendak pergi ataupun datang. Arkan menerangkan ia akan pergi bersama Manaf. Arkan memang sangat mempercayai Manaf selain Ustadz Qasim, Manaf sudah menjadi santri senior yang mana ia masuk pesantren sejak usianya dua belas tahun dan usianya kini sudah dua puluh tiga tahun. Itu artinya Manaf sudah sebelas tahun menjadi santri disana. Tidak hanya Arkan, Kyai Anwar juga mendapatkan undangan untuk acara empat bulanan sehingga Arkan memerintahkan Ustadz Qasim untuk menjadi imam shalat isya’. Santri berusia dua puluh enam tahun itu sudah menjadi santri sejak usianya sepuluh tahun. Ia besar di panti asuhan namun di usianya yang ke sepuluh tahun, panti asuhan tempat ia tinggal mengalami kebakaran sehingga beberapa anak yang selamat masuk ke pesantren. Banyak dari mereka yang sudah berhenti dan melanjutkan kehidupan mereka di luar. Namun Ustadz Qasim memutuskan untuk tetap tinggal di pesantren dan mengabdikan hidupnya untuk pesantren Al-Fallah. Bagaimana tidak, Kyai Anwar telah menganggapnya seperti putranya sendiri bahkan mengangkatnya sebagai putra secara hukum. Bahkan kyai Anwar lah yang membiayai biaya kuliahnya hingga lulus. Berbeda dengan Manaf yang masih punya keluarga. Ustadz Qasim hidup sebatang kara sehingga ia tidak punya tempat untuk pulang selain di pesantren.
“Baik Gus.” jawab ustadz Qasim mengiyakan perintah Arkan.
“Manaf ayo berangkat!” ajak Arkan.
Namun tiba-tiba ia ingat sesuatu yang membuat langkahnya terhenti. Arkan meminta Manaf menunggunya di mobil karena ia ingin mengambil handphone nya yang tertinggal di kamarnya.Arkan berlari kecil menuju kamarnya. Dan Kembali ia melihat Nara tengah melamun. Bahkan Nara tak menyadari jika Arkan ada di sampingnya.
“Saya berangkat.” pamit sambil memegang pundak istrinya itu hingga Nara terkejut.
“Eh Mas Arkan kapan datang?” tanya Nara membuat Arkan semakin bingung karena sikap istrinya yang semakin aneh.
Arkan menjelaskan jika dirinya hanya ingin mengambil handphone nya dan kembali pamit pergi. Di perjalanan Arkan hanya diam memikirkan Nara yang sering melamun. Bahkan ia tidak mendengarkan saat Manaf berbicara. Hingga Manaf bingung karena tidak biasanya Arkan terdiam tanpa kata seperti itu. Tiba-tiba Arkan mengajak bicara kepada Manaf dan menceritakan apa yang tengah pikirkan. Manaf menyarankan untuk lebih banyak waktu lagi bersama Nara. Disisi lain Nara yang terus memikirkan undangan yang ada di buku Arkan yang semakin membuatnya merasa gelisah. Terlihat Arfan masih tertidur pulas, Nara kemudian melangkah keluar menuju tempat santriwati. Perlahan dengan sedikit keraguan ia mulai bertanya kepada Dinda tentang seberapa lama ia telah menjadi santri.
“Saya baru tiga tahun hampir empat tahun, saya masuk ke pesantren kelas satu SMK.”
“Itu artinya Dinda tidak tahu,” gumam Nara dalam hatinya.
“Memangnya kenapa Mbak?” tanya Dinda.
“Kalau Hilmia sudah berapa lama?” Tanya Nara Kembali.
“ Mbak Hilmia sudah lama, dia sudah lebih dari delapan tahun, pertama masuk ketika dia kelas satu MTs,” jelas Dinda.
Nara terdiam mendengar penjelasan Dinda.
“Memangnya kenapa Mbak?” tanya Dinda kembali.
“Tidak apa-apa.”
Suara Adzan isya’ mulai berkumandang keduanya menyudahi obrolan mereka dimana Dinda harus segera ke Mushalla untuk melakukan shalat berjemaah, dan Nara Kembali menuju kamarnya.
Ia mengambil sajadah dan mukenanya, terlebih dahulu ia pergi ke kamar mandi untuk mengambil wudhu’ sebagai salah satu syarat Syah shalat yaitu suci dari hadats. Selesai shalat Nara bermunajat kepada Allah dengan harapan agar ia dapat mempercayai suaminya lebih besar lagi dan menghilangkan rasa keraguan yang tengah ia rasakan. Karena ia menyadari tidak seharusnya ia mencurigai suaminya tentang hal seperti itu. Selesai berdoa ia mulai melipat mukenanya dan meletaknya kembali di tempatnya. Ia mengingat kembali kejadian di restoran tadi siang saat bertemu dengan teman kuliahnya.*flashback on*
“Dia istri saya.” jawab Arkan dengan tegas saat temannya mengatakan jika Nara adalah istri dari Almarhum Alvaro.
“Jadi kamu menikahi wanita bekas dari santrimu sendiri?” celetuk temannya itu tak percaya.
“Dia bukan bekas, dia wanita terhormat, dan tolong jaga bicara kamu, karena dia istri saya,” peringat Arkan.
“Kami sedang ingin makan berdua jadi silahkan kalian bisa pergi dari meja kami.” titah Arkan kembali.
Kedua temannya itu pergi dari meja Arkan dan Nara dengan wajah kesal karena Arkan mengusir mereka. Nara tak menyangka jika Arkan akan mengusir kedua temannya hanya untuk membela dirinya.
*Flashback off*
*Keesokan harinya.
Pagi-pagi sebelum sarapan Arkan tiba-tiba mengajak Nara untuk pergi ke Bekasi tempat Nara di lahir kan. Mendengar kata Bekasi, Nara langsung tersenyum bahagia karena ia sudah lama sekali tidak pulang ke kampung halamannya itu. Bahkan untuk menyempatkan waktu ke Bekasi Arkan sampai izin untuk tidak mengajar murid MA karena ia ingin bisa membuat istrinya itu bahagia.
Setelah banyak berpikir Arkan memilih untuk mengajak Nara ke Bekasi.“Terima kasih Mas, tapi jika menginap bagaimana tentang tugas Mas?”
“Semalam Mas sudah membuat tugas untuk mereka sebagai penggantinya.” jelas Arkan.
Nara benar-benar terharu. Ia mengingat ketika semalam tidak sengaja terbangun ia melihat Arkan masih sibuk mengerjakan banyak hal di mejanya. Ia sempat berpikir jika Arkan sibuk dengan hal lain namun ternyata ia mengerjakan soal yang akan ia berikan kepada para siswa.
“Ya Allah maafkan hamba yang sempat mencurigai suami hamba.” gumam Nara dalam hatinya.
“Kenapa kamu diam saja?” tanya Arkan pada Nara yang terdiam mematung seperti memikirkan banyak hal.
“Tidak apa Mas.” jawab Nara kembali membuyarkan ingatannya semalam.
Keduanya sarapan bersama sekaligus berpamitan kepada Kyai Anwar dan Ummi Arofah tentang niat keduanya. Pihak keluarga sedikit terkejut karena tiba-tiba ingin ke Bekasi, dan berpikir jika keduanya tengah bermasalah. Arkan menjelaskan jika mereka hanya berkunjung dan menginap satu hari.“Tapi seharusnya kamu bilang, jadikan Ummi bisa membuatkan kue, atau membelikan buah untuk mereka.” ujar Ummi Arofah.
“Untuk apa repot-repot Mbak beliin mereka buah?” sahut Ummi Safa.
“Lebih baik kamu diam.” tegur kyai Anwar.“Ummi Safa, bicara seperti itu tidak boleh, kita tidak boleh berbicara yang menyakiti orang lain.” sambung Aiyana dengan polos kepada Ummi Safa.
“Lihat Aiyana lebih paham.” tegur kyai Anwar kembali.
“Biar Arkan belikan mereka buah di jalan nanti.” ujar Arkan kemudian.
Suasana meja makan hampir saja menjadi canggung karena ummi Safa namun Arkan berusaha agar semuanya menjadi cair. Nara mulai menyiapkan barang-barang yang akan ia bawa seperti baju untuk Arfan dan keperluan lainnya. Dalam tas mereka, keperluan Arfan memang lebih banyak karena Arfan yang sudah mulai belajar berjalan membuatnya sering berganti pakaian.
“Mas bawa satu baju saja ya.” ujar Nara sambil melipat baju Arkan dan memasukkan ke dalam tasnya.“Ya itu sudah cukup, kita kan hanya satu hari.” jawab Arkan.
Arkan mendekat ke arah Nara sambil meminta maaf atas perkataan Ummi Safa. Ia tahu Ummi Safa sering mengatakan sesuatu yang menyakiti dirinya.“Nara tidak marah, jangan merasa bersalah.” pinta Nara yang tidak tega melihat Arkan yang terus merasa bersalah akan perbuatan Ummi Safa kepada dirinya.
Keduanya mulai berangkat ke Bekasi dengan menggunakan mobil dan tanpa sopir di karena kan akan menginap. Karena tak ada sesuatu yang di bawa Arkan menghentikan laju mobilnya di pasar yang tak begitu jauh dari pesantren. Mereka mulai memilih-milih buah jeruk, namun tiba-tiba kenangan tragis itu muncul pun dalam benak Arkan.
#apa ya Arkan pikirkan?🤔
Jangan lupa vote dan komennya🤗🥰
KAMU SEDANG MEMBACA
Jalan Surgaku [Telah Terbit)
Romance"Arkan memang menyayangi Ummi Safa, tapi Nara adalah istri Arkan." Selain akan terbit cetak Jalan Surgaku juga telah terbit di ebook 👇 https://play.google.com/store/books/details/Zeyn_Seyi_Jalan_Surgaku_Semanding_Books?id=e-WzEAAAQBAJ HARAP DI FOLL...