9 - Banyak senyum menjelang,

2K 321 89
                                    

Sekitar empat belas tahun Udin bersahabat dengan Dhanti, Udin berani bilang bahwa momen paling menyebalkan dari seorang Dhanti adalah setiap ia putus cinta

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sekitar empat belas tahun Udin bersahabat dengan Dhanti, Udin berani bilang bahwa momen paling menyebalkan dari seorang Dhanti adalah setiap ia putus cinta.

Dhanti akan menangis sekeras-kerasnya. Seolah ia wanita paling bersedih di dunia. Dhanti bersumpah bahwa ia telah berusaha, tetapi kalau Tuhan sudah berkehendak, manusia bisa apa? Dhanti akan mengatakan bahwa betapa ia cinta, betapa perpisahan ini membuatnya amat terluka. Dhanti membual bahwa mantan kekasihnya yang baru saja putus darinya seharusnya menjadi cinta terakhirnya, akan sangat sulit mencari pria yang lebih baik di luar sana. Dhanti berjanji akan menjomblo sementara dan fokus ke urusan akademis saja.

Bohong! 

Dalam waktu dua minggu, biasanya Dhanti sudah dapat gandengan baru.

Ubun-ubun Udin mau mendidih rasanya, dijerang suara tangis Dhanti yang kerasnya bisa menggetarkan satu Jakarta. Raungan dan isakan Dhanti merambat memenuhi celah antara tempurung kepala dan helm yang dikenakan Udin, menciptakan sensasi yang tidak menyenangkan.

Sroooot! Srooot!

Ini satu hal lain yang paling menyebalkan setiap Dhanti putus selain bualan patah hatinya yang berlebihan: Dhanti hobi buang ingus sembarangan!

"Kunyuk," tegur Udin kesal.

"Bosen kan lo pakai jaket polos terus! Nih, gue lukis sekalian," celoteh Dhanti. "Mahal nih. Aliran surealisme kontemporer."

Udin bergidik jijik.  Apanya yang surealisme kontemporer? "Ingus, maksud lo?"

"Seratus buat Amaludin Hanafi." Dhanti mengelus helm Udin, lalu lanjut menangis.

Udin berpikir mana yang lebih baik: merendam jaket ini dalam air kembang tujuh rupa, atau membakar jaket ini sekalian?

"Udin," isak Dhanti. "Kira-kira, kenapa ya, Arif lebih milih Sari? Apa karena Sari bener-bener lebih cantik dari gue?"

Udin berpikir sejenak sebelum menjawab. "Gak juga."

"Kalau gitu, cantikan siapa, Din? Cantikan gue atau Sari?"

"Sari," jawab Udin cepat.

Dhanti menggetok helm Udin. "Tokay!" makinya.

Motor Udin turut menjadi salah satu motor yang memadati kerumunan lampu merah Cideng Timur. Pemandangan berupa wanita dewasa muda yang menangis seperti bocah kecil yang tidak dituruti kemauannya tentu sukses menarik pandangan mata. Puluhan—atau ratusan—tatap mata menuju pada Udin dan Dhanti.

"Apa karena toket Sari lebih gede?" tanya Dhanti dengan suara keras. Tidak peduli kerumunan lampu merah mulai tertawa. Rupanya, urat malu Dhanti ikut patah bersama hatinya.

Wajah Udin merah padam. "Apaan, sih?"

Dhanti mengomel. "Fakta, kan? Toket-nya Sari lebih gede daripada punya gue? Jujur deh lo!"

Senji ✔️ | DAINTY vol. 1Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang