Sudah bertahun-tahun Banyu mengenal Dhanti, satu yang ia tahu pasti: tidak ada kata meminta maaf duluan di dalam kamus sang gadis. Baik Banyu maupun Dhanti sama-sama keras kepala, tidak jarang terjadi perselisihan di antara mereka. Hanya saja, pertengkaran terakhir kali di antara mereka telah mengubah segalanya. Ancaman Banyu untuk menggantikan vokalis Rhapsody membawa kerusakan serius pada persahabatan mereka. Sudah berbulan-bulan mereka tidak saling bicara dan Banyu tidak bisa bohong bahwa kerenggangan ini membuatnya sungguh tidak leluasa.Maka, hari ini, pria berkacamata bingkai emas tersebut bertekad memperbaiki semuanya. Meruntuhkan dinding egonya.
Telapaknya membasah karena mencengkram standing mic terlalu lama. Sementara matanya melirik Udin dengan gitar yang tergantung di satu bahunya, serta Mini yang sudah siap dengan synthetizer-nya. Ketika pintu studio terbuka, tangan lentik Mini seketika lincah mengudarakan intro lagu yang cerah dan menggelitik, disambut belaian jemari Udin pada senar-senar gitar akustik dari kayu mapel. Banyu menyelaraskan tempo dengan menabuh gendang mungil di kedua tangan, kemudian ketika mulutnya membuka, suara sumbangnya melengking memenuhi atmosfer ruangan.
"Hari ini bahagia, terbias di wajahnya."
Dhanti yang baru datang, mulutnya menganga. Sudah tiga hari belakangan, ia dipaksa Emir datang ke studio. Emir meminta diajarkan metode penelitian cross sectional study untuk diterapkan pada topik psikiatri. Namun, hari ini, ketika Dhanti akhirnya menuruti Emir, ia justru mendapat kejutan. Matanya berkaca-kaca menyaksikan Mini bermain synthetizer dengan senyum lebar, Udin memetik gitar dengan wajah datar, dan suara sumbang Banyu yang membuat udara tercemar.
Banyu berdendang kaku. "Selamat hari ulang tahun, Manis. Semoga kamu panjang umur."
Udin dan Mini mati-matian berusaha menahan tawa. Emir juga. Kemudian, Banyu menjauhkan wajah dari mulut mic lalu menghardik. "Cok! Ojo ngguyu, po'ó!---Brengsek! Jangan ketawa, ngapa!"
Tidak bisa. Mini dan Emir sudah sibuk terbahak-bahak sementara Udin sibuk menenangkan bibirnya yang berkedut-kedut. Hanya Dhanti yang tidak tergelak, ia menghambur penuh haru ke tangan Banyu yang membentang.
"Selamat ulang tahun, yo, koncoku sing elek—temanku yang jelek," ucap Banyu sambil mengusap punggung Dhanti. "Sepurane, yo, Lur. Nek omonganku keterlaluan sisan—Maaf ya, Coy. Kalau omonganku keterlaluan banget."
Tangan Dhanti yang melingkari tubuh Banyu ia ketatkan. "Iya, Nyu. Gue juga minta maaf, ya."
"Maaf suaraku ajor —hancur, yo, Lur," imbuh Banyu, mengistirahatkan dagunya di atas kepala Dhanti.
Dhanti cengengesan.
"Cuma kamu yang bisa nyanyi di antara kita. Suaraku koyok bajul—kayak buaya. Suarane Si Tikus Mini koyok pitik babon—kayak induk ayam. Nek suarane Emir glodak-glodok koyok babi nek tangi turu—kayak babi bangun tidur. Udin sing paling juuuuelek, suarane koyok Vespa mbledak—Vespa meledak."
KAMU SEDANG MEMBACA
Senji ✔️ | DAINTY vol. 1
Romanzi rosa / ChickLitKalau masa muda adalah masa terbaik untuk menghabiskan jatah gagal, mengapa hingga menginjak usia dewasa hidupku masih saja selalu sial? Fuck jatah gagal. Hidupku selalu sial. --- --- Dhanti "Selalu Sial" Agustina. Lahir dari hubungan terlarang memb...