⚠️🔞 suicide, death, mature scene, blood 🔞⚠️
Alis Lukas meninggi. Kelopak matanya terkulai. Satu sudut bibirnya melengkung ke atas. "Iya. Saya masih percaya itu."
"Saya perlu berapa kali bilang bahwa saya tidak membunuh Marlene." Mata Nona menyempit, dengan kerutan dalam membingkai. "Marlene bunuh diri, seperti yang disimpulkan polisi."
Lukas tertawa sinis. "Oh, ya? Kalau begitu, tolong jelaskan ke saya. Di mana dan sedang apa kamu pada malam hari tanggal 15 Desember 1981?"
Wanita bermata biru itu mengerang. "Jawaban saya akan selalu sama. Buat apa kamu terus bertanya?"
Rahang Lukas mengetat. "Jawab saja pertanyan saya."
"Saya di mana? Di villa-nya Markus. Saya sedang apa? Sedang melakukan hal yang biasa kamu lakukan dengan Marlene saat kalian sedang berduaan. Saya harap, saya tidak perlu menjelaskan bagian ini," papar Nona dengan tempo cepat.
"Justru itu yang membuat saya semakin curiga sama kamu. Alibimu cukup abu-abu. Kamu menolak menjelaskan detail apa yang kamu dan pacarmu lakukan di malam itu—"
"SAYA MALU! Tidak semua orang terlahir tanpa urat malu seperti kamu dan Marlene dulu." sergah Nona. Sang wanita menunjuk lukisan cat minyak yang sudah bertahun-tahun terpajang pada dinding kamar Lukas. "Sekarang, karena kamu memaksa bertanya, baiklah saya jawab. Yang saya lakukan pada malam itu, kurang lebih sama seperti yang kamu dan Marlene lakukan saat Marlene membuat lukisan itu."
***
Bandung, 1980
Kompak, bola mata Nona dan Lukas berputar, mengunjungi setiap goresan pada lukisan. Mahakarya tersebut dibuat di pertengahan tahun 1980, di rumah Marlene dan Nona. Saat lukisan itu dibuat, orang tua mereka sedang mengunjungi sang nenek di Belanda. Marlene dan Lukas di ruang keluarga, berdua saja.
"Lukas! Sekali lagi kamu gerak, aku siram kamu pakai cat!" hardik Marlene. Tangan kanannya memanas di dalam genggam Lukas. Sementara tangan kirinya mencengkeram kuas erat-erat, sangat kuat hingga batang kuas kayu tersebut nyaris patah.
"Iya, iya, maaf," ucap Lukas. "Aku, kan, cuma betulin posisi duduk sedikiiit saja."
Marlene melotot. "Aku, kan, sudah bilang. Kamu geser sedikit saja, lighting dan angle-nya akan berubah drastis, tahu? Kok kamu gak ngerti-ngerti, sih? Capek aku ngomongnya."
"Maaf, Marlene." Lukas ingin tertawa. Alih-alih menyeramkan, justru Marlene terlihat lucu saat marah. "Kamu punya kamera, kan? Bagaimana kalau kamu ambil kameramu, kamu foto aku, terus nanti kita cuci klisenya di Seni Abadi. Habis itu, kamu—"
Emosi, gadis berusia 19 tahun itu membanting kuasnya ke lantai. "Melukis itu bukan sekadar menyalin objek ke atas kanvas. Yang mau aku salin justru emosinya, kehangatannya, momentumnya!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Senji ✔️ | DAINTY vol. 1
Chick-LitKalau masa muda adalah masa terbaik untuk menghabiskan jatah gagal, mengapa hingga menginjak usia dewasa hidupku masih saja selalu sial? Fuck jatah gagal. Hidupku selalu sial. --- --- Dhanti "Selalu Sial" Agustina. Lahir dari hubungan terlarang memb...