18 - dua sejoli saling menatap.

2.1K 248 96
                                    

Ketika sosok Profesor Yunus muncul dari balik partisi pemisah bed IGD dan berjalan menuju ruang tunggu, Dhanti buru-buru menyusut matanya dengan siku

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ketika sosok Profesor Yunus muncul dari balik partisi pemisah bed IGD dan berjalan menuju ruang tunggu, Dhanti buru-buru menyusut matanya dengan siku.

Profesor Yunus berlalu sambil pura-pura tidak menyadari kehadiran Dhanti, tetapi Dhanti mencegat langkahnya.

"Ayah!" panggil Dhanti. Ia berjinjit untuk mengintip Lukas, tetapi mustahil. "Pasiennya sudah ditangani, Yah?"

Senyum miring terpajang di bibir Profesor Yunus. "Pasien siapa?"

"Pasien Ayah!" Dhanti terlalu malu untuk menyebut nama Lukas.

"Pasien yang mana? Kamu pikir, pasien Ayah cuma sebiji?"

"Yang tadi, Yah! Yang mukanya beng ... kak," lanjut Dhanti sedih.

"Maksudmu, angioedema?" Mata Profesor Yunus pura-pura terbelalak. "Kira-kira, DX-nya apa?"

Terbata-bata, Dhanti menjawab. "Reaksi anafilaksis, et causa makanan, et causa ... gak tau."

Tangan Profesor Yunus terlipat di dada. "Gak tahu? Bukannya sebelumnya dia datang sama kamu? Kamu bilang, onset-nya cepat, berarti kemungkinan dia terpapar alergen pas sama kamu, kan? Dia habis makan apa?"

"Ketoprak, Yah. Ketoprak! Dhanti, kan, sudah bilang dari awal," ulang Dhanti dongkol.

"Kamu bilang, dia sendiri yang ajak kamu makan ketoprak. Berarti, dia setuju untuk makan ketoprak. Berarti, kemungkinan besar dia bukan alergi ketopraknya. Logikanya, di usia sematang itu, dia tidak mungkin tidak tahu kalau dia punya alergi tertentu. Kalau dia sudah tahu dia alergi sesuatu dan reaksinya seberat itu, dia pasti tahu diri untuk tidak cari gara-gara. Mungkin, ada sesuatu yang tidak sengaja dia konsumsi saat itu dan itu yang trigger alergi dia. Coba, kamu ingat-ingat lagi."

Dhanti tergugu. Pandangannya ia lempar ke lantai ruang tunggu IGD yang putih mengilap. Berusaha menggali-gali seluruh detail sebelum onset terjadi. Jangan-jangan ... "Bawang?"

Jari Profesor Yunus menjentik. "Nah. Itu. Dia alergi bawang."

"Tapi, nggak mungkin, Yah!" Dhanti menolak percaya. "Sebelum ini, Dhanti sama dia makan di Eka Ria. Restoran chinese food, kan, banyak pakai bawang putih—"

"Bawang putihnya dimasak, kan? Matang, kan?" potong Profesor Yunus. "Kalau di ketoprak, kan, bawang putihnya mentah. Cuma diulek di piring, terus dikasih air putih biasa—bukan air panas. Jadi, bawang putihnya tidak termasak. Iya, toh?"

Dhanti menepuk jidat hingga ada bekas lima jari di tengah keningnya. Lukas sudah berkali-kali bilang bahwa ketopraknya jangan dikasih bawang. Dhanti kira, Lukas hanya tidak suka rasa bawang yang menyengat. Lagipula, Dhanti sedang kesal sekali dengan Lukas, jadi ia tidak betul-betul mengindahkan permintaan Lukas. Ketika syok anafilaksis terjadi, Dhanti hampir gila di tempat. Gadis itu berteriak-teriak hingga suaranya serak, sementara Lukas tidak bergerak.

Senji ✔️ | DAINTY vol. 1Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang