36 - turun lewat air mata.

1.6K 205 162
                                    

⚠️ TRIGGER WARNING ⚠️

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

⚠️ TRIGGER WARNING ⚠️

⚠️ TRIGGER WARNING ⚠️

⚠️ TRIGGER WARNING ⚠️

---

Lukas menyesuaikan posisi duduknya. Jemarinya mengaplikasikan povidone iodine pada area mukosa gigi sulung anterior.

"Sekarang Om Dokter kasih krim. Rasanya manis kayak permen," ujar Lukas sebelum membubuhkan Benzotop di area sekitar pencabutan gigi.

Netra bocah itu berbinar, tetapi rautnya tidak mampu sembunyikan sirat cemas.

Dengan batang sonde serta jari telunjuknya, Lukas menggerakkan gigi pasiennya ke arah lingual. "Gigimu sudah goyang banget, lho, Deborah. Kalau begini, pasti gak akan sakit."

Mata Deborah terpaku pada wajah ramah Lukas.

"Manis, kan, obatnya?" tanya sang dokter.

Deborah mengangguk, membuat Lukas terkekeh. Sebagai dokter gigi spesialis anak, Benzotop rasa tutti fruti adalah sahabatnya kala melakukan tindakan ekstraksi.

"Coba, buka lagi mulutnya." Lukas menekankan sonde pada regio yang telah dianestesi. "Sakit, gak?"

Bocah perempuan berkuncir dua itu menggeleng pelan.

"Oke. Sekarang kita mulai, ya. Tarik napas dulu," komando Lukas. Pria itu membungkuk, dengan hati-hati mencungkil gigi dengan bein. "Deborah hitung satu sampai sepuluh dalam hati, ya."

Ketika Lukas mencomot tang pencabut gigi, telinganya menangkap suara langkah kaki masuk ke kliniknya. Siapa? Pasien selanjutnya sudah janji temu  dua jam dari sekarang. Akankah ada pasien lain selain Deborah dan Jerome hari ini?

Pria itu kembali pada fokusnya. Gerakan lembut sekaligus tegas membuat gigi sulung Deborah tercabut. Dengan cekatan, Lukas membersihkan soket gigi lalu mengganjal area yang kosong dengan tampon povidone iodine.

"Tadi Deborah hitung sampai berapa?"

"Tujuh," jawab Deborah malu-malu.

"Cepat, kan? Gak sampai hitungan sepuluh, gigimu sudah dicabut." Lukas menunjukkan gigi sang pasien yang telah tanggal. Senyumnya mengembang. "Anak pintar. Gih, boleh pilih hadiah."

Alih-alih menghampiri lemari di depan dental unit, Deborah justru mendekati Lukas. Tangan mungilnya memeluk Lukas erat-erat. Lukas terkekeh, mengangkat bocah itu ke pangkuannya.

"Huuu!" sorak Jerome—adik Deborah. Jempolnya memutar ke bawah.

"Si Kakak paling susah diajak ke dokter gigi. Sekalinya diajak, malah nempel sama dokternya," goda sang ibu sambil mengulum senyum.

Senji ✔️ | DAINTY vol. 1Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang