19 - Senyuman penyalur gemerlap,

1.6K 221 46
                                    

⚠️Trigger Warning: Kekerasan, Kematian

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

⚠️Trigger Warning: Kekerasan, Kematian.⚠️

Sebetulnya, secara umum, hidup Dhanti sedang bahagia. Hari-hari bersama Lukas serasa berjelajah di taman bunga. Kehadiran Mini di Rhapsody menambah warna. Tidak ada rintangan berarti dalam kuliahnya. Namun, kebahagiaan yang Dhanti rasa tidak bisa menculiknya untuk minggat dari rasa sesal. Ada film kelam yang gemar bermain ulang setiap malam nan mengganjal. Tentang pilu yang begitu tebal. Juga hantu yang menggentayangi hari-hari penuh sial.

Hari-hari terus berganti, sudah berkali-kali Dhanti memperingati hari kematian Thanti. Almarhumah kakak tiri yang tidak pernah ia kunjungi makamnya sama sekali. Meski setiap ia memejamkan mata, gelap di balik kelopak matanya telah begitu terbiasa merangkai sosok Thanti. Kepala kecil yang ditumbuhi rambut tipis dan halus. Keningnya besar, dengan mata lebar, hidung datar, mulut mungil dengan senyum yang terus diumbar. Leher, tangan, dan jemari yang pendek, membuatnya kerap dikira masih anak-anak.

Thanti anak istimewa, ia adalah penyintas down syndrome. Dia hidup di dunianya sendiri, sampai rumahnya kedatangan anak kecil bernama Dhanti. Adik baru yang ia ajak ke dunianya dengan senang hati dan ia sayangi setengah mati. Dalam dunianya, ia sering bermain balok-balokan sambil menyantap sepotong roti. Delapan belas tahun ia hidup dengan cara begitu-begitu saja, tidak cemerlang dan tidak semarak sama sekali. Namun, begitulah Thanti.

Jika Thanti sudah berkata "Dhanti, ayo main, yuk!", berarti Dhanti harus mendedikasikan beberapa jam untuk menyusun balok menjadi berbagai bentuk. Belasan tahun Thanti bermain balok, tapi ia selalu kebingungan. Selama itu, Dhanti selalu mengajarkan. Thanti selalu memperhatikan. Meskipun selalu juga ia lupakan. Keesokan harinya, Thanti akan kembali minta diajarkan. Menghadapi Thanti butuh banyak kesabaran.

Dulu, saat Dhanti baru pindah ke Jakarta, ia menganggap Thanti adalah segalanya. Thanti juga begitu. Ia hanya membagi rotinya dengan Dhanti. Ia tidak mengizinkan siapa pun menyentuh mainannya selain Dhanti. Namun, tentu saja waktu berjalan maju, mengubah segala sesuatu yang ia lintasi. Dhanti tumbuh remaja, sementara Thanti masihlah anak-anak yang inginnya main saja.

Dulu, Dhanti banyak waktu. Lama kelamaan, Dhanti sibuk dengan ini itu. Thanti merengek karena Dhanti jarang bermain dengannya lagi. Setiap pagi, Dhanti sengaja mengendap-endap bersekolah supaya tidak ketahuan Thanti. Pulang sekolah, kamar Dhanti sengaja langsung dikunci.

Thanti tidak pernah bosan mengajak adiknya bermain balok-balokan. Suatu sore, ia memaksa masuk ke kamar Dhanti yang sedang belajar untuk ujian. Hari itu juga, Dhanti habis kesabaran. Amarahnya mengepul dan memburamkan akal sehat. Dhanti mengurung Thanti di balkon kamarnya. Mengabaikan kakaknya yang menjerit-jerit minta dibukakan pintu. Hari itu, tidak ada kata peduli dan kasihan dalam kamus hidup Dhanti. Ia memejamkan mata, menutup telinganya rapat-rapat supaya lengkingan suara kakaknya tidak bisa menelusup ke gendang telinga. Ternyata, jeritan itu tidak lama. Bunyi debam yang kencang mengakhiri segalanya.

Senji ✔️ | DAINTY vol. 1Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang