Jakarta, Agustus 1993
Lima tahun waktu berlalu. Sebelum kelahiran anak semata wayangnya, Dhanti sudah punya gambaran tentang bagaimana chapter tahun 1993 di hidupnya. Lulus sarjana di tahun 1988, lanjut koas sampai tahun 1990, mungkin bekerja satu sampai dua tahun, sebelum akhirnya melanjutkan PPDS di tahun 1993. Namun, Ody hadir, menjadi selipan dalam alur cerita yang ia rancang sedemikian rupa.
Hampir dua tahun lamanya Dhanti dilumpuhkan gangguan stress pasca trauma, setelah seluruh kesulitan yang ia tempuh saat diam-diam mengandung Ody. Serentetan kilas balik datang seperti ujung pisau yang melubangi kulitnya.
Hampir dua tahun lamanya Dhanti didatangi mimpi buruk yang sama: satu malam ketika Lukas menaruh bayinya di bawah pohon akasia. Di mimpi-mimpi buruk itu, Dhanti berlari sekuat tenaga—mengabaikan rasa ngilu dan pedih dari bekas jahitannya—untuk mengambil kembali anaknya. Namun, dalam mimpinya, ia mendapati Ody sudah tidak ada di sana. Bayi mungil itu hilang entah ke mana.
Hampir dua tahun lamanya, ia selalu terbangun setiap malam dengan debar jantung yang kencangnya mampu menggetarkan tempurung kepala. Keringat menyembur membasahi penjuru muka. Dhanti mendapati Ody kecil tertidur lelap di sebelahnya dan ia akan menangis hingga pagi tiba. Betapa yang ia lakukan sangat kejam dan tidak ada yang lebih pantas menghajarnya selain rasa bersalah tiada tara. Namun, siksaan ini terasa berat luar biasa. Setiap malam bak medan perang baginya.
Dua tahun Dhanti bergantung pada obat-obatan psikiatri sebelum akhirnya sanggup melanjutkan perkuliahannya yang terbengkalai. Semester ganjil tahun 1990, ia kembali ke kampusnya dan menyelesaikan skripsi. Awal tahun 1991 ia diwisuda dan melanjutkan koas hingga akhir tahun 1992. Beberapa waktu kemudian, ia mendapat pekerjaan di sebuah puskesmas kecil. Membayangkan mimpinya sebagai dokter bedah rasanya jauh sekali.
Kemunculan Ody menambah banyak sekali halaman di buku kehidupannya. Semula, ia kira, kehadiran Ody adalah hambatan yang membuat kisah ini lebih lama meraih akhir bahagia. Sebelum bertemu Ody, Dhanti pikir ia sudah mengenal apa itu cinta. Ternyata, putrinya adalah cinta yang melampaui seluruh kata-kata, membanjiri sudut hatinya dengan kasih tiada tara.
"Bip bip bip bip bip."
Bocah mungil itu mengitari ruangan, mendorong kereta bayi mainan, membawa seekor kucing gendut di atasnya. Mulutnya yang mirip kuntum bunga sibuk mendengungkan suara yang mirip suara blip dari robot.
"Rhapsody," tegur Dhanti.
"Ya?" Anak kecil itu menoleh, sepasang kuncirnya bergoyang-goyang.
"Jangan berisik, ya? Ibu lagi kerja." Dhanti menempelkan ujung telunjuk pada bibir. Tangan kirinya mengganjal sebuah halaman dari buku yang tengah dibaca.
"Ipul yang berisik, Bu!" Ody berkilah. Lantas, ia menunduk, berjongkok, berbisik pada makhluk berkaki empat yang wajahnya selalu terlihat mengantuk, "Ipul, jangan berisik yah. Ibu lagi kerja," bisiknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Senji ✔️ | DAINTY vol. 1
ChickLitKalau masa muda adalah masa terbaik untuk menghabiskan jatah gagal, mengapa hingga menginjak usia dewasa hidupku masih saja selalu sial? Fuck jatah gagal. Hidupku selalu sial. --- --- Dhanti "Selalu Sial" Agustina. Lahir dari hubungan terlarang memb...