Warning: Angst tipis-tipis!
Sesuai dengan apa yang dia katakan pada Satria, Lia menyelesaikan lapraknya 2 hari sebelum deadline dengan sistem kebut semalam. Saat ini, dia sedang dalam perjalanan menuju kampusnya. Hujan deras mengguyur sejak pagi, kemarin pun hujan badai dan itu membuat rencana hangout dengan dua bestienya batal.
Lia mengendarai motornya dengan hati-hati di tengah hujan deras yang membuat jalanan licin. Jas hujan birunya mencegah air hujan membasahinya. Lia berhenti di simpang empat, mungkin karena hujan jalanan jadi lebih macet dari biasanya. Semua orang pasti sedang terburu-buru ke tempat tujuan mereka.
Lampu lalu lintas berubah warna menjadi hijau, Lia pun melajukan motornya. Tetapi tiba-tiba, sebuah mobil dari arah yang berlawanan menerobos lampu kuning yang baru saja berganti merah, melaju tanpa mempedulikan pengendara lain yang menegurnya.
Mobil tersebut langsung mengerem mendadak —namun kehilangan kendali karena jalanan yang licin— ketika Lia yang menaiki motornya persis berada di depannya. Keduanya bertabrakan dengan keras, motor Lia terpental ke sisi lain jalan, sementara mobil itu berhenti dengan posisi miring.
Hujan deras membuat suasana semakin tegang, cahaya lampu sen yang menyilaukan adalah pemandangan terakhir yang Lia lihat sebelum kehilangan kesadaran, bersimbah darah yang bercampur dengan air hujan.
Suara klakson dan suara tetesan air menggema di gendang telinganya yang berdengung. Beberapa orang sekitar segera berkerumun di tempat kejadian, mencoba membantu dengan segala cara yang bisa dilakukan. Terlihat kepanikan dan kegelisahan di wajah orang-orang yang menyaksikan kejadian tragis ini.
Di sisi lain, Yurina dan Putri baru saja tiba di kampus. Setelah beberapa saat saling menyapa mereka memutuskan untuk langsung menuju kelas. Semuanya tampak malas karena cuaca hujan seperti ini membuat jiwa mereka ingin rebahan.
Kalau sudah kuliah, hujan badai, angin ribut, banjir bandang, tanah longsor, gempa bumi, gunung meletus, tsunami pun mereka harus tetap menghadiri kelas meski nyawa taruhannya.
Beberapa saat suasana kelas masih sama, hingga tibalah salah seorang mahasiswa masuk sembari berteriak heboh. Ekspresi wajahnya terlihat panik, napasnya tidak beraturan, mungkin karena habis berlari.
"GAES! GAES! GAWAT!"
Karena teriakannya, seketika seluruh atensi tertuju padanya. Tidak terkecuali Yurina dan Putri yang juga penasaran.
"Ada apa? Gawat kenapa?" Salah satu dari mereka bertanya.
Itu adalah pertanyaan yang sama seperti yang ada dipikiran orang-orang di ruang kelas ini. Mahasiswa tersebut, atau bisa dibilang anak kelas sini juga sedang mengatur napasnya sebelum berucap heboh.
"T-TADI ADA KECELAKAAN DEKET KAMPUS KITA! PEREMPATAN DEPAN SANA!"
Seruan itu berhasil membuat beberapa orang syok dan beberapa lainnya membelalakkan mata. Kemudian ada satu mahasiswa lagi yang masuk sambil berteriak panik, raut wajahnya tidak jauh berbeda dengannya. Suasana kelas yang tadinya baik-baik saja kini berubah.
"ADA KABAR BURUK!"
Semua orang di kelas yang mendengar berita kecelakaan tadi menyimak apa yang akan pemuda ini katakan. Apakah ini berita yang sama atau ada kaitannya.
"Lylia kecelakaan! Kondisinya parah, gue liat pake mata kepala gue sendiri!"
Tepat saat pemuda itu berteriak, ponsel Yurina dan Putri bergetar. Syok karena berita dari pemuda itu, lebih syok lagi ketika membaca pesan dari ibu Lylia. Mata mereka memanas, detak jantung berpacu dengan cepat, merasa sulit percaya dengan apa yang dialami oleh sahabat yang paling mereka sayangi, Lia.
KAMU SEDANG MEMBACA
[LIKE A FAMILY]
Fanfictionkisah keseharian sembilan manusia ganteng yang milih buat tinggal serumah