Kala itu, Resa disibukkan laporan. Padahal sudah memasuki jam istirahat, tetap saja dilanjutkan efek tanggung.
Yap, Resa anti bermalas-malasan ditambah pekerjaan banyak. Yang ada, malah jadi teledor.
"Kau nggak laper kah?" Tian heran, tekun sih tekun. Tetapi ya, jangan sampai lupa makan siang. Intinya istirahat.
"Iya, dikit lagi." Resa cuek bebek.
Tian mendengkus, memilih ke kafetaria duluan.
"Akhirnya." Resa meregangkan otot sejenak dan melepas kacamata anti radiasi, entah kenapa pikirannya kembali melayang pada kemunculan Arga di sini.
Baginya, seperti puzzle yang harus disusun kembali.
"Bentar, kalo dia anak si bos. Artinya Raza itu cucu si bos dong?" Resa pusing sendiri, buktinya meremas kencang surainya. Seketika tersentak dengan kemunculan Arga macam jelangkung. "Kau mau apa hah!"
Siaga, ya Resa harus melakukannya. Kalau tidak kejadian kemarin akan terulang lagi! Lagi-lagi senyuman memuakkan kembali diperlihatkan oleh Arga.
"Orang gila sepertimu mau apa sih? Hah!" Resa muak sendiri, sesekali melirik sekitar.
Yap, sepi karena semua karyawan istirahat.
"Cuma mau bilang, tetep jaga anakku oke?"
Resa mengerutkan kening. "Bos tau?"
"Oo ayahku tau kok, bahkan memang udah direncanain membuatmu jadi karyawan di sini. Hihi."
Resa melirik datar, memilih pergi sebelum terjadi lagi.
"Heh! Aku bos yang asli loh, kau nggak boleh main pergi," desisnya dan iseng meniup telinga Resa. Seketika berdecih, karena wajahnya kena tamparan begitu keras.
"Bos gila! Kenapa juga harus kau!" Resa mendorong kasar Arga agar menyingkir.
"Ya mana kutau?" Arga santai sekali membalas. "Oh iya ...." Senyuma aneh kembali terlihat. "Lagi yuk?"
Resa kembali menampar Arga, kali ini berhasil melarikan diri.
Arga malah tertawa, sepertinya memang sudah tidak waras—eh?
Resa terus melangkah cepat dan mengambil asal makanan dan minuman apapun.
"Kenapa lagi?" Tian heran, dengan kemunculan Resa mukanya itu kusut sekali.
"Lagi bete aja." Resa mulai melahap makanan, sesekali melirik arloji di pergelangan tangan kiri. Karena sebentar lagi sudah memasuki jam pulang Raza.
Kalau terlambat menjemput, rengekan anaknya itu akan semakin menjadi.
Hah, dia kan udah ketemu ayahnya. Otomatis harusnya ambil alih, lantas kenapa masih aku yang disuruh merawat?
"Duluan."
Resa hanya berdeham, masih asik makan sendirian, sembari menunggu waktu yang tepat untuk menjemput Raza.
"Oy."
Resa tersentak dan hampir tersedak, karena Arga muncul lagi dan itu mengagetkan!
Arga terkekeh, sepertinya mengusik Resa akan menjadi hobi barunya. "Jemputnya denganku."
Resa mendelik. "Sendiri aja sono! Bawa dan urus sendiri anakmu!"
"Pastinya, Raza nggak mau." Arga yakin itu. "Udah selesai kan?" Kenyataannya, sengaja menunggu Resa.
"Nggak tuli 'kan?" Resa tidak peduli, kalau di hadapannya ini adalah bos asli. Kalau bisa, Resa ingin dipecat dan kembali part time saja.
"Sayangnya pendengaranku masih baik." Arga kembali menyudutkan Resa. "Kau harus nurut padaku."
"Nurut? Kau siapa emang? Sok banget ngatur—eh?" Resa muak, kenapa juga harus berurusan dengan hal seperti ini.
"Kau kan mama otomatis harus nurut sama ayah." Arga santai sekali berbicara.
Lagi-lagi tamparan keras yang didapat, bahkan hampir kena tempelengan nampan, bila tidak mencekal erat tangan Resa.
"Hoo, kau suka main kasar ya?" Arga tidak menyangka, ada yang berani melawan ucapannya.
"Lepas!" Resa semakin merasa bahaya.
"Nggak mau, pokoknya kau harus nurut dulu."
"Bawel! Lepas dan menyingkir!" Resa geram karena kelakuan si gila Arga.
"Nggak! Kau harus ikut, dan liat sudah masuk jam pulang sekolah loh. Aku tau, tabiatnya loh."
Resa akhirnya pasrah ditarik masuk mobil, selama perjalanan menjemput Raza. Entah kenapa terasa jadi lama.
"Kau udah punya kekasih?"
"Nggak." Resa membalas dengan malas, tetapi yang dilontarkannya itu kejujuran.
"Oo bagus dong, artinya kau milikku sungguhan."
"Dih! Pede banget!" gerutu Resa, seketika bingung karena mobilnya berhenti di persimpangan yang cukup sepi.
Sial!
"Kau tau?"
Resa menggeleng, berniat membuka pintu mobil. Lebih sialnya—dikunci!
"Kau mau apa hah!"
"Mau kau." Arga kembali menyudutkan Resa.
"Dasar gila! Aku ini laki-laki! Gara-gara kau harga diriku hancur!" Resa muak, terus berontak saat Arga semakin menyudutkannya.
"Aku tak peduli."
"Ka—"
Arga membungkam liar Resa, dan terus menahan pergerakannya. Ya, selalu saja tidak tahan bila dihadapkan Resa.
Di mata Arga, Resa itu seperti santapan.
"Mama?" Raza heran, habisnya Resa berkomat-kamit tak jelas.
Arga sendiri malah terkekeh, kemudian mengekor Resa yang pergi duluan sembari menggendong Raza.
Udah siaga tetep aja gagal!
Amaidevil
See ya!
KAMU SEDANG MEMBACA
Gila! [END]
Random"Papa." Resa geram. "Pokoknya mama! Mama! Mama!" Raza bebal-eh? "Laki-laki otomatis papa, bukan mama!" Kesabaran Resa sudah diambang batas, bila tidak terus ditahan akan mengamuk. Raza diam, lambat laun berkaca-kaca, dan sesenggukan. "Mama! Mama! Ma...