21. Sungguhan

107 6 1
                                    

"Jadi kemarin kau kenapa?" Fathur masih penasaran, walau benar kemarin izin biasa ketika Resa mengurus anak.

Yang lebih mengusik luka dibibir.

Resa mendengkus sejenak. "Dia mengira aku selingkuh denganmu."

Fathur merasa bersalah. "Ah aku nggak tau, maaf. Jadi, maksudnya dia kemarin datang dan ...."

"Ya, sempat emosi dan marah, dan menciumku kasar. Tapi, ya dia sudah percaya dan mengatakan maaf."

"Artinya dia buruk dan kasar?" Fathur merasa khawatir. "Kau serius menerimanya?"

Resa tahu kalau temannya ini khawatir. "Sudah biasa, dan nggak apa."

Fathur tak mengerti jalan pikiran Resa, tetap saja membuat khawatir. Ingin ikut campur, takutnya malah menjadi masalah sungguhan.

"Cemburu, tapi udah kujelaskan dan dia mengerti. Bahkan, masih membolehkanku kerja." Resa melirik semua pengunjung, ternyata benar Arga datang dan kali ini duduk diam di meja dekat jendela. "Dia di sini, nggak bakal menuntut apapun padamu. Karena hanya salah paham."

"Okee, kuharap itu sungguhan."

Seperti biasa, jam istirahat Resa selalu belakangan. Bukan menjauhi atau karena takut membuat kesalahpahaman lagi, tetapi dasarnya lebih memilih menyelesaikan dulu, daripada kepikiran saat istirahat.

"Apa?" Resa bingung, ketika Arga melirik serius.

"Bukan hal itu." Arga kepikiran soal keselamatan Raza, kenyataannya malah merembet pada Resa. "Alesan asli kenapa aku membuang anakku sendiri."

Resa mengerutkan kening.

"Kupikir kau nggak akan ikutan kena." Arga mendadak pusing. "Aku bahkan bingung apa mau mereka."

"Dulu sebelum kau membuang, apa yang mereka lakukan pada anakmu?" Resa penasaran.

Arga menatap sejenak, kemudian mendengkus. "Menculik dan hilang dariku cukup lama, akhirnya aku berhasil menemukan dan langsung mendadak membuangnya, sampai kau ambil ...."

"Jadi, kau membuang anakmu padaku, setelah berhasil diselamatkan dari penculik?"

Arga mengangguk, saat itu sungguhan mendadak. Ditambah lega, karena berhasil diharapkan, yang menemukan itu Resa.

"Kau sungguhan ayah gila." Resa heran sendiri, memilih pergi dan memanfaatkan waktu istirahatnya yang hampir mau habis. "Apa?"

"Udah selesai kan?"

"Ya, tapi jam istirahatku ...."

"Di luar aja bisa kan? Lagi juga, kau kan setengah hari dan itu sebentar lagi." Arga mulai lagi, meskipun tidak berlebihan.

"Ya nggak gitu juga." Resa pusing sendiri. "Tunggu, lagi juga belum jam pulang anakmu."

Arga pasrah menunggu.

Hingga jam itu tiba, buktinya Arga langsung menarik Resa ke parkiran.

"Cemburu lagi?" Resa sengaja bertanya.

"Kan sudah kukatakan bukan hal itu." Arga mencoba menahan emosi.

"Kali aja." Resa memang sudah mencoba tidak takut, tetap saja tidak ingin diperlakukan seperti itu lagi.

"Resa."

Yang dipanggil menoleh, membiarkan ketika dirangkul erat dan dibungkam dengan ciuman panas dan menuntut.

Kening mereka berdua bersentuhan, Resa menggeliat ketika Arga mengecup wajahnya, dan berakhir menggigit leher jenjangnya. Pasti, meninggalkan tanda. Habisnya, merasakan hisapan kuat.

Gila! [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang