Ketika membuka mata, dihadapkan oleh ayah dan anak masih saja menjadikannya guling dadakan, pastinya mengempeng semalaman. Oh iya, pindah dadakan itu sungguhan.
Resa tidak menyangka, malah mempermainkan pekerjaan. Beruntung, sebelum pergi meminta Arga untuk singgah ke tempat part time, untuk meminta maaf dan resign lagi.
"Apa?" Arga mendekap erat karena Resa memunggunginya.
"Nggak, cuma ah entahlah aku bingung." Resa melirik Raza, masih tidur kembali mengempeng padanya. Seketika terusik, saat tengkuk lehernya dikecup oleh Arga, bahkan lancang menyentuh, ditambah tidak peduli kalau ada Raza. "Diem!"
"Biarin, lagi juga anak kita masih tidur kan?" bisik Arga, semakin jail.
Resa berdecak, bahkan melotot merasakan ada sesuatu yang keras menempel di bokongnya. "Dasar mesum!" desisnya.
Arga malah terkekeh. "Aku hanya mesum denganmu sayang," bisiknya, iseng meniup telinga Resa.
Akhirnya, pergi ke kamar mandi untuk menuntaskan hasratnya itu.
Resa sendiri, bisa melepaskan diri dari Raza. Iseng membuka gorden, pindah dan ternyata rumah pribadi Arga yang lain, berada di komplek, ternyata berbeda dari rumah pribadi milik Agam.
"Dia nggak akan mengusikmu lagi." Arga berkata sembari mendekap, dan mengecup pipi Resa, tak segan merembet ke bibir mungilnya. "Di sini legal dengan pasangan sesama jenis. Jadi, nggak perlu takut dikucilkan."
Resa hanya berdeham, tetap saja masih belum terbiasa. Tidak mengira, akan menerima dan menjalankan hubungan seperti ini.
Anehnya, kenapa malah bahagia? Padahal, ini sebuah kesalahan di mata orang normal?
Resa sempat berpikir, apakah orang tuanya jika masih hidup akan menerima kisah hidupnya begini?
Arga menarik Resa agar berbalik dan mendekapnya. "Kau tau? Meskipun nggak mungkin jalin hubungan sesama, tapi aku serius."
"Aku hanya masih belum biasa aja." Resa membalas pelukan, bahkan ciuman juga meski singkat.
Arga tersenyum sejenak, kemudian menarik Resa agar bertatapan lagi. Ya, mengajaknya bercumbu di pagi hari, sengaja perlahan menyudutkan ke dinding balkon hingga tertutup gorden, agar tidak ketahuan kalau Raza mendadak bangun.
Resa mengerang, karena dibungkam dengan ciuman panas oleh Arga, bahkan cuma singkat ketika dirinya sesak, setelahnya sudah dibungkam lagi.
Arga benar-benar kecanduan bibir Resa, kini membuka mata melihat lelaki manisnya memerah dan terpejam menikmati ciumannya.
"Uh kau mau membunuhku kah?" Resa heran, sembari mengusap bibirnya.
"Mana mungkinlah!" Arga mendekatkan wajahnya lagi. "Kan kubilang, kau itu manis dan membuatku candu," bisiknya.
Benar saja, mereka bercumbu lagi dan lagi, tanpa seks. Ya, Arga berusaha menahan kemesuman terhadap Resa. Walau sulit.
"Mama!"
Tuh kan, terpaksa mereka berdua menghentikan cumbuan mesra di pagi hari. Arga yang paling sebal, karena terganggu.
"Apa?"
Raza langsung melendot, benar-benar tidak mau dijauhkan lama dari Resa. "Kirain ninggalin!"
"Ninggalin gimana?" Resa heran, sembari menggendong Raza.
"Ya pokoknya kan mama suka ninggalin!" Raza takut.
"Nggak kok."
Arga sudah tidak sebal, kini muncul.
"Mama sama ayah abis ngapain?" Raza kini paham, kenapa mamanya menghilang.
"Apa sih!" Resa malu sendiri, langsung menurunkan Raza.
"Ih mama! Kan aku nanya! Lagian ayah di situ, otomatis mama tadi ngapa-ngapain sama ayah kan?" Raza ternyata sudah dewasa.
"Diem!"
"Nggak! Abisnya mama nggak mau jujur sih! Ayo ih mama!" Raza terus ribut, sembari mengekor Resa.
Arga terkekeh, kali ini yakin tidak akan ada masalah lagi. Ditambah, Resa benar-benar mau bersamanya.
Bahagia, meskipun bertentangan.
Amaidevil
Thank'sEnd
KAMU SEDANG MEMBACA
Gila! [END]
Random"Papa." Resa geram. "Pokoknya mama! Mama! Mama!" Raza bebal-eh? "Laki-laki otomatis papa, bukan mama!" Kesabaran Resa sudah diambang batas, bila tidak terus ditahan akan mengamuk. Raza diam, lambat laun berkaca-kaca, dan sesenggukan. "Mama! Mama! Ma...