05. Rewel

162 17 2
                                    

"Mama," panggil Raza.

Resa sedari tadi diam, melirik keluar jendela mobil. Kini menatap sejenak anak angkatnya.

"Pusing." Raza mendusel dada Resa.

"Pusing kenapa? Nggak mungkin kau mabuk kendaraan." Heran, mendadak anak angkatnya ini rewel.

Raza tidak menjawab, terus mendusel lambat laun merengek. Hal itu membuat Resa bingung, hingga paham sesuatu hal. Saat melihat kening Raza benjol.

"Ini kenapa?" Resa heran, tidak biasanya Raza terluka begini.

"Uh tadi di sekolah kepeleset, udah dikasih salep tetep sakit bikin pusing!"

Sepertinya, kena benturan di kening lumayan. Makanya, benjolnya terlihat besar dan mengerikan.

"Petakilan sih!"

"Ih mama!" Raza semakin rewel. "Pusing kan!"

"Siapa suruh nggak bisa diem! Jadi, kepeleset terus kejedot!" Heran, si anak kapan mau benarnya.

Raza malah menangis, efek berakhir dimarahin. Padahal kan, lagi pusing. "Sakit!"

Resa mengusap benjolan besar di kening Raza, sesekali meniupnya. "Diem makanya."

Raza masih rewel, tetapi sudah tidak menangis lagi. Kembali mendusel, ya seperti biasa ingin mengempeng. Buktinya, lancang melepas kancing kemeja yang dipakai Resa.

"Diem dan tidur!"

"Ih mama!" Raza semakin rewel, karena Resa menahan tangannya. Padahal kan hampir berhasil terbuka dan bisa menemukan puting si mama.

Resa ikutan pusing, seketika melirik datar ke arah Arga. Anteng sendiri, seolah tidak peduli dengan Raza. Padahal, Raza itu anaknya.

"Ayah nggak tanggung jawab!" Resa muak, tak segan melempar kotak tisu berhasil mengenai pelipis Arga.

"Ya kan dia deketnya sama mama." Arga menjawab dengan nada meledek.

Resa berdecak, semakin muak. Ditambah, Raza kembali mendusel dan melepas kancing kemejanya lagi. Kalau dibiarkan, bisa berbahaya. Pasalnya, masih ada Arga.

Resa tidak ingin kejadian kemarin terulang lagi, tadi saja ketika mau jemput Raza. Hampir terulang, beruntung berhasil lepas.

"Mama!" rengek Raza, sengaja mencubit salah satu puting Resa, yang masih tertutupi kemeja.

Sialan!

Arga anteng sendiri, bukan berarti tidak mengamati. Justru, memperhatikan. Sekaligus, mencari hal yang bisa membuatnya berhasil mendapatkan Resa dengan mudah. Yap, harus meniru kelakuan anaknya itu.

"Apa!"

"Dih! Kau geer ya?" ledek Arga, tetapi girang karena di-notice oleh Resa.

Sialan! Malah kejebak!

Resa semakin muak, ditambah Raza terus rewel. Pada akhirnya, membiarkan kancing kemejanya dilepas, benar saja langsung dihisap dan tak segan digigit.

"Kau beneran cocok jadi ibu." Arga kembali berkomentar, di satu sisi menahan godaan.

"Ayah nggak berguna!"

"Terserah, nggak berguna bukan berarti nggak peduli anak!" Arga kesal karena menjadi bahan cemoohan Resa.

"Peduli tapi kok malah ngebuang anak sendiri!" Resa semakin memancing emosi. Seketika berdesis, karena putingnya digigit. "Raza!"

Raza mendongak. "Iya maaf! Lagian mama berisik sih!" Kemudian menghisap puting Resa lagi, sesekali memainkan puting yang satunya lagi.

"Kau aargghh!" Resa muak sendiri.

Arga malah tertawa, melihat kelakuan Resa. Sepertinya, semakin menambah ketertarikan baginya.

"Mama kan bawel! Marah-marah terus!" Raza sudah tidak merengek, sepertinya pusing yang dirasa efek benjolan mulai lenyap.

"Minggir sono!" Resa muak, berniat pindah ke belakang.

"Ih mama!" Raza masih mau dipangku dan lendotan.

"Makanya diem!"

"Iya! Mama di sini jangan pindah!"

Suasana kembali hening, Resa masih raut wajah kusut. Arga terus sibuk menyetir sesekali memperhatikan Resa yang cemberut. Lalu teralih pada Raza, asik mainin kedua puting Resa.

Sial!

Arga mulai tidak karuan, bagaimana bisa tahan? Melihat si anak gampang sekali mendapatkan hal yang diinginkannya dari Resa. Sedangkan dirinya, harus memaksa seperti kemarin? Baru bisa mendapatkan.

Putih mulus, itu yang diketahui Arga setelah berhasil melakukan pergumulan panas dengan Resa. Meskipun, jelas-jelas Resa itu laki-laki, tetapi tidak kalah menarik dari wanita gatal yang selalu menggodanya di bar.

Tenang karena butuh cara untuk mendapatkannya lagi!

Arga gemas sendiri, hampir meluapkan nafsunya kalau saja tidak ingat keberadaan si anak.

"Mama." Raza kembali memanggil, sembari terus asik memainkan puting Resa yang semakin membengkak, sesekali dihisap.

Resa hanya berdeham, karena masih kesal.

"Mama."

"Apa sih?" Resa lelah menghadapi kelakuan Raza.

Raza nyengir. "Cuma mau manggil."

Amaidevil
See ya!

Gila! [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang