13. Kacau!

108 10 1
                                    

Raza semakin hari semakin diam, sudah tidak bisa kabur sekadar bertemu Resa. Arga sungguhan mengekang.

"Makan."

Raza menggeleng, karena maunya sama Resa.

"Nak, jangan bikin ayah marah! Makan!"

Raza malah menangis, Agam yang mendengarnya langsung menjauhkan Raza dari Arga.

"Kau malah menakutinya." Agam mulai muak dengan anaknya ini. "Kau ke kantor aja! Biar ayah yang mengurus anakmu ini."

Arga mengusap kasar wajahnya, frustrasi sendiri. Padahal, sudah berusaha menjadi ayah yang baik. Tetap saja, Raza terus meminta bersama Resa terus!

"Rindu itu wajar, tapi kalo kau terus begini. Yang ada mereka sedih." Tian kasihan, karena Resa murung merindukan orang tuanya.

Resa mendengkus. "Aku tau, tapi tetep aja aku ingin bersama lagi. Walau sangat nggak mungkin. Kau tau? Aku selalu berkhayal mereka masih hidup."

Arga sedari tadi mengamati, dan sedikit menguping. Hanya diam dan menatap dengan pandangan sulit diartikan.

Terlebih lagi, mulai merasa bersalah. Karena kemarin menuduh kalau Resa marah karena diperlambat, dirinya mengira Resa akan berkencan. Ternyata, ingin berziarah ke makam orang tuanya.

"Mendadak sadboy asli." Tian sengaja meledek, bukan untuk menghina.

"Ya, ya, aku memang sadboy!" Resa kembali bekerja dan seperti biasa menyelesaikan dengan cepat, hingga terusik sesuatu hal. "Mungkin ini hari terakhir aku bekerja di sini."

Tian mengerutkan kening. "Apa maksudmu?"

"Rahasia."

Arga terkejut dengan kemunculan Resa, padahal bukan akhir bulan. "Apa?"

"Resign."

"Ha?" Arga heran.

"Dari awal bekerja di sini kan, faktor mengurus anakmu dan sekarang nggak lagi. Jadi, aku mau resign. Kebetulan, tempat part time mau menerimaku lagi."

Arga tidak berkutik, karena itu sebuah kebenaran. "Yakin? Padahal jadi karyawan lebih baik da—"

"Baik tapi nggak enak." Setelah berkata begitu Resa pergi. "Makasih."

Arga mendadak mematung, mulai merasa aneh. Ya, berusaha untuk melenyapkan kebenciannya terhadap wanita, dan melupakan perasaannya terhadap Resa.

Kenapa sulit? Ditambah Raza malah jadi pemurung.

"Aarggh! Sial!" Arga muak, seketika terusik ketika ponselnya berdering.

"Anakmu demam mendadak, terus menangis! Bawa Resa ke sini!"

Resa seperti biasa, kembali ke makam. Efek bisa pulang lebih cepat karena hari terakhir bekerja. Jadi, bisa bebas berlama-lama melepas rindu di makan orang tuanya.

"Ah aku sangat rindu! Semakin kesepian!" teriak Resa, tidak peduli kalau saat ini di pemakaman.

Kini duduk terpejam, sepi di pemakaman bisa sedikit menenangkannya. Hingga tersentak saat ada yang mencekal tangannya dan menarik paksa.

Resa mengira mendadak ada hantu, ternyata Arga muncul dan langsung menarik paksa.

"Kau apaan sih!" Resa muak.

"Ikut! Raza demam!"

"Kau kan ayahnya ya urus dong!" Resa kesal sendiri.

"Arggh! Berisik! Dia terus merengek ingin denganmu!" Arga emosi, ya intinya perasaannya campur aduk.

Selama perjalanan, mereka hanya diam. Arga terusik melihat Resa termenung, ah ya baru sadar. Mengganggu Resa yang sedang berziarah.

"Mama," rengek Raza, langsung menghamburkan diri ketika Resa sungguhan datang.

Agam yang melihatnya lega, memilih pergi dan membiarkan Resa yang mengurus Raza.

"Makan."

"Sama mama!"

"Iya sayang." Resa memangku Raza. "Ayo buka mulutmu, kau harus makan dan minum obat."

Raza menurut, langsung melahap. Sesekali mendusel ke dada Resa, bahkan langsung melepas kancing kemeja dan kaus yang kenakan Resa.

"Ayo abisin."

Raza yang asik mengemut puting Resa, terpaksa menurut dan menelan habis makanan. Tak lupa, meminum obat. "Mama jangan pergi!"

"Tidur." Resa sengaja mengalihkan pembicaraan.

"Sama mama."

"Iya sayang." Resa merebahkan tubuhnya, dengan Raza terus melesak dan menghisap kedua putingnya secara bergantian. Hingga tidak sadar ikutan terlelap.

Tengah malam, selalu terbangun dan baru bisa lepas dari Raza. Heran, karena Agam tumben masih belum tidur?

"Kau mau pergi sekarang? Ini tengah malam loh."

"Iya, lagi juga Raza udah tidur." Resa sedang ingin sendirian. Tetapi terusik ketika ponselnya bergetar, Revan kembali mempertanyakan soal pilihan. "Apa lagi hah!"

Revan tidak mengira, Resa langsung mendatangi.

"Kali ini kau harus kasih jawaban."

"Nggak! Apapun nggak akan kupilih! Karena aku punya hidup sendiri!"

Revan berdecak. "Dikasih enak! Malah maunya tetep miskin!"

"Miskin? Mungkin benar, daripada hidup denganmu. Lelaki tua egois! Malah membuatku gila!"

Revan kembali menampar keras, Resa hanya menerima dan pergi begitu saja.

"Sialan! Bikin muak! Araggh!" Resa melempar barang apapun, karena muak kelakuan Revan.

Padahal, dirinya tidak menuntut harta atau apapun. Lelaki tua itu terus saja, mengusik!

"Ayah ibu, aku rindu kalian! Aku muak dia terus mengusikku! Kenapa cuma kalian berdua yang pergi!"

Napas Resa memburu, sesekali mengusap kasar wajahnya. Ya, kembali cengeng.

Dirasa sudah tenang meluapkan, Resa membasuh wajahnya. Anehnya, malah termenung di kamar mandi.

"Ayah, ibu, bolehkah aku ikut?"

Amaidevil
See ya!

Gila! [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang