07. Terlena?

146 13 3
                                    

"Arza baik-baik aja bukan?" Agam, ayah kandung Arga sekaligus bos pertama Resa.

Arga mengernyit aneh. "Iya, memangnya ayah nggak pernah liatnya?"

Agam mendengkus. "Kalo dulu, Resa keseringan nitipin anakmu di panti. Baru sekarang, dia ngebiarin anakmu berkeliaran."

"Hoo pantes." Arga berdeham sejenak. "Ayah kalo mau ketemu, setidaknya jangan terang-terangan."

"Okee." Agam melirik serius. "Sebenarnya apa masalahmu? Sampai kau menyembunyikan ah membuang anakmu itu?"

Arga tersentak. "Terkesan masalah kecil, tapi kaya masalah besar."

Agam tahu, anaknya ini menyembunyikan sesuatu hal. "Sejak kapan, kau melakukannya?"

"Lama dan bukan keinginanku, tapi terpaksa karena keadaan." Arga akhirnya curhat. "Aku sengaja terus menolak permintaan ayah, karena harus menunggu situasi aman. Nah, itu baru sekarang. Bukan berarti benar-benar aman."

"Ya, baiklah." Agam beranjak pergi. "Ayah harap selesai, dan satu lagi ...." Kembali melirik serius Arga. "Kau gay?"

Arga kikuk, karena pertama kalinya dipertanyakan soal hal itu. "Ya, karena kejadian itu membuatku benci wanita. Meskipun, aku selalu ke bar dan memesan wanita malam. Tetap saja ...."

Agam menghela napas sejenak. "Oke, yang terpenting sudah ada Arza."

Arga senang mendengarnya, walau tahu hubungannya ini sangat bertentangan. "Lagi pula, Arza akan marah kalo sampe dijauhkan dari mamanya."

"Ha? Mama?" Agam tadinya mau pergi, terusik lagi.

"Arza terus menganggap Resa sebagai mama. Padahal, kena omel terus karena geram dengan panggilan dari Arza, tetep aja keras kepala."

Agam mendengkus. "Persis dirimu, makanya ayah udah malas berdebat."

Arga malah terkekeh.

Ini masih tengah malam, Resa terbangun duluan. Tetapi masih sulit lepas dari Raza, kini menjadi menimpanya dan mengemut puting.

"Nasib apa yang menimpaku ya?" Resa masih kepikiran, kenapa pula terjebak hal seperti ini, ditambah dikejar pria gila sekaligus gay.

Jelas-jelas dirinya masih lurus, menyukai wanita. Itu sebabnya, menganggap kalau kelakuan Arga itu sebagai pelecehan.

Resa menurunkan Raza perlahan dari atasnya, juga melepaskan diri dari emutan Raza.

"Sial, masih sakit!" desis Resa, mengingat kejadian di kantor. "Gila tetep aja gila!"

Resa lapar, mengingat petang tadi hanya memberi makan anaknya. Di satu sisi lega, benjol yang dialami Raza sudah kempes.

Ketika asik melahap makanan, sembari nonton siaran TV, terusik saat ada yang mengetuk pintu. Terpaksa, Resa melihat tamu dadakan yang berani datang tengah malam.

"Siapa sih ...."

Ternyata Arga, tepat saat pintu dibuka langsung menghamburkan diri dan membungkam Resa. Sayangnya, tidak berlangsung lama, karena Resa berontak.

"Mau apa lagi hah! Bisa nggak sih berenti ngusik?" Resa mengusap kasar bibirnya, memilih masuk. Sayangnya, gagal menutup pintu karena Arga menahannya.

"Tenang aja, aku nggak akan lakuin lagi. Kan tadi udah, lagian aku tau kau masih sakit kan?"

Resa menampar, meninggalkan Arga begitu saja dan lanjut makan.

"Aku ingin di sini, kau tau? Aku selalu mencari situasi tepat agar bisa bersamamu, ah terutama anakku."

Gila! [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang