06. Sialan!

140 10 2
                                    

Raza tahu kalau tidak akan langsung pulang, mengingat mamanya itu masih bekerja. Jadi, ya ikut ke kantor milik bosnya.

"Hoo pantesan kemaren tumben dateng." Resa melirik datar Arga. "Masalah apa emang? Sampai anakmu harus dibuang begitu?"

Arga berdeham sejenak. "Kupikir orang emosian sepertimu, males mencari kebenaran."

Resa berdecih, sia-sia bertanya. Lagi juga, kalau tahu kan bisa saja merencanakan bisa lepas dan hidup tenang.

Seketika terusik saat tangannya ditarik-tarik, pelakunya Raza. "Apa?"

"Pusing lagi." Nyeri akibat benjolan masih terasa.

"Duh! Lagian sih!" Resa geregetan sendiri, ditambah muak karena Arga tidak melakukan apapun! Padahal kan Raza anaknya.

Bener-bener ayah nggak berguna!

Raza memeluk erat leher Resa, ketika digendong. Juga teringat, ini di kantor. Otomatis, tidak boleh memanggil mama lagi. Harus papa.

Arga menatap sejenak mereka berdua, kemudian pergi ke ruang kerjanya. "Rencana kedua."

"Anakmu kenapa lagi?" Tian ternyata karyawan yang waktu itu heran, saat Raza memanggil Resa dengan sebutan mama.

"Jatoh jadi benjol ya pusing." Resa menjelaskan dengan singkat, sesekali membenarkan posisi Raza. Lega, karena anaknya ini tidur tanpa harus mengempeng.

Tetap saja, suka mendusel ke dadanya. Tak ayal menghisap putingnya walau tertutupi kemeja. Untuk mengalihkan kecurigaan, ya Resa mendekap Raza dengan satu tangannya. Sesekali mengusap benjolan dan meniupnya.

"Sepertinya harus dibawa ke rumah sakit. Takutnya bahaya. Benjolan juga jangan dianggap sepele loh."

Resa membenarkan saran Tian, yang pasti dirinya harus menyelesaikan semua pekerjaan dulu. Baru bisa membawa Resa ke rumah sakit. Tidak mungkin mengandalkan ayah gilanya itu.

Seketika terusik terdengar rengekan Raza, bertepatan office boy melintas. Resa akhirnya meminta tolong dibawakan mangkok kecil berisi air hangat dan waslap.

"Makanya kalo main jangan terlalu berlebihan." Resa kembali mengingatkan dan mulai mengompresnya.

Raza masih merengek dan sesegukan, akhirnya tertidur lagi. Resa kembali fokus ke pekerjaan walau agak terhambat karena harus mengompres kening Raza.

"Anter laporan artinya menemui ayah gila itu!" gerutu Resa, "Masih sakit?" Melirik Raza sudah terbangun, untung saja tidak melendot lagi.

"Iya dikit." Raza kembali lendotan, tetapi tidak digendong. "Mama."

Resa melotot. "Papa," desisnya.

Raza cemberut. "Iya, papa. Aku mau main ya?"

Resa mendengkus, heran anaknya ini benjol katanya sakit. Masih saja mau main. "Iya, jangan jauh-jauh dan hati-hati."

Raza mengangguk girang, memilih berkeliaran di area kantor. Terkadang, iseng dengan satpam dan office boy yang berkeliaran.

Arga kenyataannya, mengamati dari jauh perkembangan Raza dari dibuang terpaksa hingga beranjak dewasa diurus oleh Resa. Yap, kalung yang dipakai Raza walau pemberian Resa, diam-diam Arga mengambil dan memasukan alat penyadap.

Seketika terusik saat ada yang mengetuk pintu, muncul sekretaris. "Apa?"

"Bagian keuangan ingin bertemu."

Arga berdeham sejenak, tidak menyangka yang diharapkan akan muncul sendiri. Karena tahu, yang selalu mengantar laporan itu Resa. "Suruh masuk."

Resa merutuki kebodohannya harusnya tadi meminta Tian saja yang mengantar. "Buru!"

Gila! [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang