10. Pasangan?

125 10 2
                                    

Resa benar-benar terkena insomnia, buktinya sejak semalam pindah kamar. Masih terjaga, malah mengamati kelakuan ayah gila—Arga. Asik terlelap, dan mengempeng. Biasanya, selalu Raza saja. Kali ini menambah.

Kemudian melirik jam dinding, ternyata sudah pukul empat pagi. Resa melepaskan diri perlahan dari Arga, walau sedikit kesusahan.

"Mau ke mana sayang?"

Resa berdecak kesal, malah ditindih. Lebih parah dirinya posisi telungkup, dan Arga semakin menimpanya. "Minggir!"

"Nggak mau, tidur aja lagi, kan masih hari libur." Arga mulai menduseli tengkuk leher Resa tak ayal menggigitnya. Seketika meringis, karena terkena sikutan keras Resa.

Resa berhasil melepaskan diri, cepat-cepat kembali ke kamar awal untuk mengenakan kaus dan jaketnya lagi. Kemudian pergi ke dapur.

Yap, setiap libur demi menghilangkan bosan. Resa selalu iseng membuat apapun.

"Ah tuan—"

"Resa." Mulai membantu menyiapkan sarapan, meskipun pelayan mengingatkan untuk duduk santai. "Biasa di dapur, jadi gatal kalo nggak lakuin. Biasanya sarapan apa?" Resa mendadak kepo.

"Sarapan simpel, tapi tetap sehat."

Resa paham, benar-benar mengambil alih semuanya. Tidak sadar, kalau Arga sudah menampakkan diri di sekitarnya. Juga, menyuruh pelayan pergi.

Saking asik memasak, sampai buta sekitar. Arga tidak ter-notice. Baru sadar ketika ada yang lancang mengecup leher jenjangnya.

Hampir saja wajah Arga kena bokong teflon, kalau tidak tanggap mencekal tangan Resa.

"Diem!"

"Nggak, eh tapi kau sungguhan cocok jadi mama. Bisa apapun."

Resa berdecak. "Kau ayah nggak berguna."

"Hoo jadi kau sudah menerimaku sebagai pasangan?" Arga kepedean, tetapi sangat berharap.

"Pasangan dengan orang gila sepertimu? Ogah!" Resa memilih sibuk masak, sekaligus menghindari Arga.

"Ogah, tapi mulai menikmati kan? Awalnya nolak kepaksa, eh kemaren minta, hm?" bisiknya, kali ini wajahnya benar-benar terhantam teflon.

"Diem!"

Arga malah terkekeh, memilih duduk santai di kursi meja makan. Hingga terusik dengan kemunculan Raza, tak lama Agam muncul. Itu bertepatan sarapan selesai dibuat.

"Kenapa kau yang masak?" Agam heran.

"Iseng," balas Resa begitu santai. Kemudian teralih menyuapi Raza kini sudah melendot padanya.

"Kau nggak makan?" Arga heran, padahal kan yang masak Resa. Tetapi, kok tidak ikut makan.

"Nggak biasa makan pagi, tapi suka iseng bikin." Resa menjawab jujur, sembari menyuapi Raza. Beruntung, si anak tidak meminta makan sambil mengempeng.

"Mama makan."

Resa tidak menggubris, semakin telaten menyuapi Raza.

Agam sedari memperhatikan, terlebih lagi kelakuan Arga ternyata sungguhan menaruh rasa pada Resa. Walau hubungan sesama jenis, sangat bertentangan.

Jadi, mau bagaimana lagi?

"Kalian beneran dah jadi pasangan?"

Arga terbatuk, karena tidak mengira Agam akan membahas. "Gimana mau jadi, yang kupengen terus aja nolak padahal mah mau." Sengaja mencibir.

Resa yang terusik, hanya berdecih. Lagi pula, memang dirinya masih lurus mengincar wanita. Tetapi, nasib buruk malah diincar pria gila dan gay.

Agam semakin paham, Arga yang harus berusaha. "Mau ke mana lagi?"

Gila! [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang