12. Hampa?

102 10 2
                                    

Resa tidak terkejut, mendapati rumahnya sepi. Yap, Agam memberi kabar kalau Raza dijemput Arga, mulai hari ini akan tinggal di sana.

"Bagus deh, jadi aku bebas."

Memang mengharapkan ketenangan, tetap saja kalau sudah terbiasa diganggu. Akan merasa kurang, walau begitu akan dibiasakan. Lagi juga, Raza kan hanya anak angkat.

"Kenapa kalian memilih pergi berdua?"

Resa membuka album foto usang, hanya itu yang tersisa bila rindu dengan kedua orang tuanya.

Tian heran, tumben sekali Resa termenung kaya kehilangan gairah hidup.

"Kau kenapa?"

"Ehm, cuma merindukan orang tua."

"Ah maaf." Tian tidak tahu, kalau Resa itu sebatang kara. "Oh iya, mana anakmu? Dititip lagi kah?"

Resa malah terkekeh. "Dia anak bos, aku hanya disuruh mengasuh. Sekarang, sudah diambil lagi sama bos."

"Oh pantes, tapi kau cocok loh jadi orang tua."

"Apa sih!" Resa sebal, memilih kembali kerja karena waktu istirahat sudah selesai.

Terusik sejenak, melihat Arga melintas dan itu bersama wanita yang sama.

"Raza ...."

"Aku tau, karena ayahmu udah menjelaskan duluan. Kuharap, kau bisa menjaganya dengan baik. Secara kau kam ayah nggak berguna." Setelah berkata begitu, Resa kembali ke meja kerjanya.

Tidak sadar, kalau Arga berdecih muak.

"Kenapa?" Wanita yang bersama Arga heran.

"Ah bukan apa-apa."

Resa memijit pelipis, sesekali meregangkan ototnya. Pekerjaan selesai juga, dan hanya perlu melaporkan pada bos.

"Kau yang laporan ya?"

Tian menggeleng. "Maaf, pekerjaanku belum selesai. Ayolah kan kau yang selalu ditugaskan untuk melapor."

Resa menghela napas pasrah. Bersikap biasa, walau geram dengan kelakuan bos. Habisnya, bukannya kerja malah asik bercumbu.

"Sorry ganggu, anda harus periksa laporan!"

Arga berhenti dan benar-benar teralih pada laporan yang diantar oleh Resa. Sedangkan wanita tadi, sudah masuk ke ruang pribadi untuk membenarkan pakaiannya lagi karena berantakan.

"Gimana?" Resa ingin cepat pulang.

Arga menatap sinis. "Kau buru-buru karena ingin kencan kah?"

"Kau nggak usah sok tau deh!" Resa muak. "Buruan!"

"Masih harus direvisi, coba liat nih nggak balance! Juga, agak janggal."

Resa tidak membalas, langsung membawa pergi laporan tadi dan segera merevisinya. Dirasa sudah yakin, terpaksa datang lagi dan masih kejadian yang sama.

"Masih salah?"

"Udah bener." Arga melirik aneh. "Kencanmu gagal kah?"

Resa berdecih kesal. "Kubilang jangan asal menyimpulkan!"

Arga berdecak kesal. "Kau duluan aja, aku ada urusan. Maaf tak bisa mengantar."

Resa terus melangkah, setelah turun dari taksi dan kini sampai di sebuah pemakaman. Yang dilakukan Resa, hanya duduk termenung.

Rasa rindu yang besar, terus menguasai ditambah kesepian. Yap, Resa iri dengan yang lain. Bisa berkumpul bersama dan hidup harmonis.

Kenapa nasib buruk menimpanya? Kerabat semuanya egois, terpaksa membuat dirinya hidup sendiri.

"Aku rindu kalian." Resa mengusap kasar wajahnya. "Kenapa malah ninggalin? Aku kan jadi kesepian."

Tidak peduli lagi, dianggap cengeng atau lelaki lemah. Pastinya, seorang anak akan menangis bila kehilangan seseorang terlebih lagi orang tua.

"Hah, aku lelah."

Resa memilih berkeliaran, dan kembali melepas stress yap merokok. Lagi-lagi, kenapa harus terusik dengan kemunculan Arga asik kencan dengan wanitanya itu.

"Hah memuakkan!"

Raza biasanya cerewet, kini diam. Agam sampai pusing, harusnya kan pusing bila cucunya ini rusuh. Lantas, malah sebaliknya?

"Mau mama," rengek Raza.

Agam pusing, terusik dengan kepulangan Arga. "Anakmu jangan dikekang!"

"Aku nggak mengekang, cuma menjaga karena masih bahaya."

"Terserah kaulah ayah pusing!"

Raza semakin diam, meskipun dibelikan mainan banyak. Atau sesekali diajak jalan, tetap saja diam.

"Mau mama," pinta Raza berharap Arga mengabulkannya.

"Ah mama ya?" Arga menarik wanita yang beberapa hari ini terus bersamanya. "Dia akan menjadi mama barumu."

"Nggak mau! Maunya mama! Mama cuma satu! Nggak mau mama baru!" Raza mendadak histeris dan kabur.

Arga mengusap kasar wajahnya. "Maaf." Kemudian pergi mengejar Raza.

Resa baru saja sampai rumah, langsung heran dengan kemunculan Raza.

"Mama!" rengek Raza, langsung melendot.

"Sendiri? Kenapa ke sini?" Resa menggendong, sesekali mengusap wajah Raza sembab, merasa kalau Raza menangis terus.

"Maunya sama mama, nggak mau mama baru!"

Resa tidak menjawab, memilih menenangkan. "Tidur." Lega, karena melihat Raza terlelap. Seketika terusik saat ada yang mengetuk pintu.

"Ak—"

Resa tahu Arga pasti muncul, langsung memberikan Raza yang terlelap padanya. "Kau sendiri juga teledor, jadi jangan asal menyalahkan orang."

Amaidevil
See ya!

Gila! [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang