Sandy POV
Aku tidur sekitar 5 jam dan saat aku terbangun, ku lihat matahari sudah hampir terbenam. Ku kira sudah pukul 6 sore ternyata baru pukul 4 sore. Aku masih mengalami jetlag dan aku harus mulai terbiasa dengan waktu disini. Dublin hanya memiliki hari terang mulai dari pukul 8 pagi hingga 4 sore. Seperti jam kantor PNS, hehehe.
Setelah berhasil mengumpulkan nyawa, aku bergegas untuk mandi dan bersiap-siap. Karena kata Chris, Mr. Rachmanichov akan datang sekitar pukul 6 sore.
Aku mengenakan sweeter warna hijau toska dan jeans warna abu-abu. Sungguh, Mr. Rachmanichov orang yang hebat, semua pakaian yang ia berikan sangat pas dengan badanku. Bagaimana bisa ia tahu ukuran bajuku hanya dengan melihat tinggi badan di CV yang ku kirimkan padanya.
Terdengar suara mobil yang memasuki halaman, sayang sekali aku tak bisa melihat siapa yang datang, karena pemandangan kamarku menghadap ke halaman belakang wisma ini. Tapi aku yakin pasti itu Chris dan Mr. Rachmanichov.
Tiba-tiba, telpon yang ada di sudut kamarku berbunyi. "Mr. Prakoso, Tuan Ivan sudah datang dan menunggu anda di ruang musik" kata resepsionis. "Baiklah. Saya akan segera turun" jawabku.
Jujur saja, aku belum pernah melihat foto Mr. Rachmanichov. Bahkan di website Dublin Philharmonic Orchestra juga tak ada satu fotopun miliknya. Sepertinya dia adalah tipe orang yang tak ingin kehidupannya di ekspos ke masyarakat. Dulu pernah ada orang yang meliput fotonya lalu Mr. Rachmanichov menuntut orang tersebut, namun masalah tersebut berakhir damai. Sejak kejadian itu, tak ada lagi media yang berani menyoroti kehidupannya.
Gila, hanya dengan namanya saja orang ini telah berhasil menjadi sosok yang terkenal di seluruh dunia. Banyak orang yang membicarakannya meskipun mereka tak pernah tahu bagaimana sosok aslinya.
Aku turun dari lantai dua menuju meja resepsionis. Chris sudah menungguku. "Mari ikuti saya" katanya. Mungkin sikap Chris yang formal seperti ini adalah salah satu prosedur kerjanya. Aku bisa mengerti, kalau aku yang berada di posisi Chris sekarang ini, aku akan bersikap sama sepertinya. Tapi Chris adalah orang yang cukup menyenangkan jika tidak dalam mode formalnya.
Aku mengikuti di belakang Chris, hingga aku melihat pintu ruangan yang berukir simbol-simbol dalam dunia musik. Setelah mengetuk pintu tiga kali, Chris mulai membukanya.
"Mr. Prakoso sudah disini tuan" katanya melapor pada majikannya itu. Jantungku berdetak kencang, aku nervous. Ku lihat ada dua sosok di depan sedang membelakangiku. Satu lelaki yang aku yakin adalah Mr. Rachmanichov dan satu lagi wanita yang aku sendiri tak mengenalinya. Kedua orang itu kemudian berbalik menghadap padaku.
Oh my God, Mr. Rachmanichov benar-benar tampan dan aku tak percaya ternyata dia masih sangat muda. Jika boleh aku mengira-ngira, usianya belum sampai 30 tahun. Senyumannya begitu menawan, bibirnya tipis berwarna merah muda dengan sedikit brewok di ujung dagunya dan kumis tipis. Wanita yang berdiri di sampingnya juga sangat cantik, dengan rambut berwarna coklat gelap lurus sebahu.
"Terima kasih, Chris. Kau boleh pergi jika kau tak keberatan" kata Mr. Rachmanichov. Chris mengangguk dan segera meninggalkan kami bertiga.
"Selamat datang di wisma tamu ini, Mr. Prakoso" kata Mr. Rachmanichov. Aku mengangguk dan tersenyum padanya.
"Maaf, jika anda tak keberatan, panggil saja saya dengan nama Sandy, Mr. Rachmanichov" kataku. "Baiklah jika itu mau mu. Kalau begitu kau juga panggil saja aku dengan nama Ivan. Biar kita cepat akrab" katanya. Kami pun bersalaman.
"Oya, Sandy ini adalah kekasihku Alice, Alice Summerton" kata Ivan. Aku segera menjabat tangan Alice. "Senang berkenalan denganmu Sandy. Panggil saja aku Alice, kau jangan sungkan padaku" kata Alice. "Senang berkenalan denganmu juga, Alice" kataku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Harmoni Cinta, Sandyakala
FanfictionCerita kedua ini adalah lanjutan dari Aksara Cinta Mada, namun di cerita ini Saya fokuskan pada kisah cinta Sandyakala Bagas Prakoso. Masih dengan konten yang sama yak, jadi bagi Homophobic tolong jangan cerca cerita ini, tapi kalau mau baca juga y...