Sandy POV
Pagi ini Chris sudah menjemputku untuk pergi ke Grand Hall of Dublin Philharmonic Orchestra. Hari ini Ivan ingin melihatku bermain violin, tapi kali ini aku akan ditonton oleh seluruh anggota Dublin Philharmonic Orchestra.
Jantungku berdegup tak karuan. Bagaimana kalau aku demam panggung? Bagaimana kalau penampilanku tak seperti yang Ivan harapkan? Tapi aku juga tak ingin kembali menjadi seseorang yang bukan diriku. Ini adalah passionku, aku akan melakukan yang terbaik demi impianku ini. Andai saja Vocalocious ada disini, aku pasti tak akan merasa cemas seperti sekarang ini. Andai saja Lambang disini, dia pasti akan memberikan dua jempolnya untuk menyemangatiku. Aduh Sandy, ayolah. Kau harus move on dari Lambang, sayang.
Lamunanku terpencar ketika suara telpon membuatku kaget. "Sandy, bisakah kita berangkat sekarang?" Chris bertanya saat aku telah mengangkat telponnya. "Sure" kataku.
Entah kenapa saat aku mendengar suara Chris, hatiku sedikit lebih tenang. Aku segera turun untuk menemui Chris. Hari ini aku mengenakan kemeja warna biru dan jeans biru.
"Kau terlihat tampan dengan setelan itu, Sandy" kata Chris saat melihatku turun dari tangga. "Kau membuatku malu. Tapi terima kasih, Chris" jawabku sambil mengerlingkan mataku padanya.
"Hahaha, wajahmu benar-benar merona" sahut Chris. "Bernahkah?". Chris hanya mengangguk sambil mengantarku menuju mobil BMW yang dia gunakan untuk menjemputku dari bandara kemarin.
"Bolehkah aku duduk di bagian depan denganmu? Aku tak mau kau perlakukan seperti majikanmu, karena aku adalah temanmu" kataku. Chris mengernyitkan dahinya, kemudian senyumannya yang menawan itu mulai menghiasi wajahnya yang cerah. Oh my God, Chris you are so cute.
"Of course, Sir. With my pleasure, please" kata Chris yang membukakan pintu mobil sambil membungkukkan badannya untuk menggodaku. "Oh Chris. Kau benar-benar tahu bagaimana caranya bercanda" sahutku. Kami pun tertawa.
Selama perjalanan menuju Grand Hall of Dublin Philharmonic Orchestra, aku dan Chris terjebak pada obrolan ringan yang menyenangkan. Kami tertawa sepanjang jalan. Chris membuat perasaan cemas di hatiku hilang dan mengisinya dengan kehangatan seorang sahabat. Aku tak akan keberatan jika Chris mau menjadi sahabatku disini, karena aku belum mengenal banyak orang.
Dari obrolan kami, aku mendapat banyak informasi tentang dirinya. Chris punya satu saudara laki-laki berumur 16 tahun yang kini tinggal di Inggris bersama orang tuanya. Chris sendiri berumur 23 tahun. Dan dia sudah punya tunangan bernama Emma. Chris sudah menjadi pelayan pribadi Ivan sejak dia berumur 19 tahun. Tapi Ivan adalah orang yang sangat baik, karena dia menyekolahkan Chris di salah satu Universitas terkenal di Dublin. Ivan bilang agar Chris harus sukses, dia tak mau jika Chris harus terjebak menjadi pelayan pribadinya selamanya.
Aku mengangguk mendengarkan latar belakang Chris. "Lalu, bagaimana dengan kehidupanmu di tempatmu berasal?" tanyanya. "Apa kau benar-benar ingin mendengarkan ceritaku?". "Of course, man. Kau sendiri yang bilang kalau kau adalah temanku. Jadi aku juga perlu tahu ceritamu" jawabnya dengan tegas.
"Aku tinggal di kota Yogyakarta di Indonesia. Yogyakarta menerapkan pemerintahan kerajaan, kalau disini bisa dibilang seperti Inggris". Chris mulai serius mendengarkan ceritaku.
"Aku tinggal bersama kedua orang tuaku dan kakak laki-lakiku. Aku sempat menjadi polisi disana". "Police? Oh man, kau sungguh tak pantas menjadi seorang polisi" kata Chris. "Ya, aku tahu itu". Aku tersenyum padanya.
"Maaf aku tak bermaksud menyinggungmu, Sandy" kata Chris. "Tenang saja, aku bukanlah orang yang mudah tersinggung. Yang penting sekarang adalah aku mendapat kesempatan untuk menjadi diriku sendiri" kataku. Chris tersenyum lega.
KAMU SEDANG MEMBACA
Harmoni Cinta, Sandyakala
FanfictionCerita kedua ini adalah lanjutan dari Aksara Cinta Mada, namun di cerita ini Saya fokuskan pada kisah cinta Sandyakala Bagas Prakoso. Masih dengan konten yang sama yak, jadi bagi Homophobic tolong jangan cerca cerita ini, tapi kalau mau baca juga y...