{25} Hello, My Friend

6.1K 377 100
                                    

Lambang POV

"Kamu siapa?" kata Sandy kecilku. Aku dan Lala menoleh pada sosok Zefran. Bocah berparas Eropa itu hanya tersenyum manis ke arah putraku.

"Sandy, kamu bisa lihat Zefran?" tanya Lala. Putraku mengangguk kecil. Aku merasakan mu'jizat Tuhan telah menyapa Sandya Samana Dewantara. "Alhamdulillah. Terima kasih Tuhan, akhirnya putraku bisa melihat" syukurku sambil memeluk Sandy kecil.

"You are My Flashlight, Sandy" lirihku.

Tahukah hembusan angin yang menggoyangkan pepohonan dengan lembut?

Tahukah tetesan embun yang menyelimuti dedaunan dalam damai pagi hari?

Tahukah kehangatan sang surya yang menyusup dari pori-pori kulit?

Itulah yang ku rasakan sekarang, hatiku benar-benar damai. Aku sungguh hidup sekarang, rasa yang dulu ku kira telah mati kini bersemi kembali saat ku tahu satu-satunya nafas hidupku menyapa indahnya dunia.

"Zef. Kenapa kau tersenyum terus seperti itu?" tanya Sandy pada putranya. "Jep, suka lihat matanya?" jawab bocah lugu itu sambil menunjuk balita berumur 2 tahun yang ada di pelukanku. Aku hanya tersenyum melihat jawaban polos yang dilontarkan Zefran.

"Ehem" terdengar suara dehaman dari depan pintu ruang kerja Mas Gilang. "Sepertinya ada yang baru reunian nih?" godanya melihat ke arah kami. "Eh Mas Gilang" sahut Lala yang kini telah berdiri mensejajarkan tubuhnya dengan Mas Gilang. Aku juga berdiri sambil menggendong Sandy kecilku.

"Sandy kemari untuk menanyakan kapan Ibu bisa pulang" kata Lala membuat topik baru agar kami tak terjebak pada momen yang membuat hati terasa nano-nano. "Sebaiknya kita ke kamar Ibu sekarang. Mas akan memeriksa keadaan beliau dulu baru bisa memutuskan kapan Ibu bisa pulang" sahut Mas Gilang.

"Tapi Mas..." gelagap Lala tak setuju dengan pendapat Mas Gilang. Mas Gilang tak menghiraukannya. Ku lihat raut muka Lala kini berubah pucat pasi. "Apa ada masalah?" tanyaku pada Lala yang kini berjalan di sampingku. "Tidak Lambang. Aku hanya takut akan terjadi sesuatu jika Sarfarraz melihat kehadiranmu" jawabnya. "Sarfarraz? Apa dia kekasihmu?" tanyaku. Lala hanya mengangguk lemah.

"Kalau begitu aku dan putraku akan pamit saja" kataku sambil mengambil langkah menuju lift. Tiba-tiba Lala menahan tanganku dan menatapku lekat-lekat. "Ku mohon jangan pergi Lambang. Aku ingin memperbaiki hubungan kita dan aku akan bertanggung jawab atas segala resiko yang akan terjadi nanti. Mau kah kau bertemu dengan abinya Zefran agar dia tak merasa cemburu lagi?" Lala memohon padaku. Suaranya masih tak berubah, masih sama seperti dulu saat memohon padaku.

Kalau boleh aku mengaku, hatiku hancur saat Lala memohon seperti itu. Aku tahu dia sudah punya Sarfarraz, tapi apakah rasa cinta yang dulu kita miliki bersama sudah tak berbekas sedikitpun?

"Lala, apa kau mencintai Sarfarraz setulus hatimu?" tanyaku. Lala langsung menunduk lesu dan menghela nafasnya. "Apa aku harus membuktikan cintaku pada Sarfarraz agar kau percaya? Ayolah Lambang, aku hanya ingin memperbaiki persahabatan kita yang selama ini tercerai berai, aku hanya ingin menghilangkan kecanggungan di antara kita" jawabnya. Aku tertegun mendengar ucapan Lala. Ku buang pandanganku ke bawah dan ku lihat Zefran memeluk erat kaki Lala seakan dia takut akan terjadi pertengkaran antara aku dan Lala.

"Apa kalian tidak mau ikut masuk ke dalam?" tanya Mas Gilang yang kini sudah berada di depan pintu tempat Ibunya Lala dirawat. Lala mempercepat langkah kakinya dengan menggandeng Zefran. Aku terpaksa mengekor di belakangnya karena pasti Damar dan Mada juga berada dalam kamar itu. Aku ingin memberi tahu mereka bahwa putraku sudah bisa melihat dunia.

"Ayah kenapa Om Sandy bilang kayak gitu? Apa Ayah sama Om Sandy bertengkar?" tanya malaikat kecilku. "Tidak sayang. Ayah dan Om Sandy baik-baik saja. Ayo kita masuk buat ketemu Daddy Mada sama Ayah Damar" sahutku.

Harmoni Cinta, SandyakalaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang