{23} The Reason

4K 324 36
                                    

Sarfarraz POV

Ponsel Sandy terus berdering sejak setengah jam yang lalu. Ku lihat jam tanganku masih pukul 3 dini hari. "Sandy, ponselmu berdering sayang. Cepatlah kau angkat ponselmu itu, sepertinya ada hal penting" kataku sambil mengecup pipi Sandy yang terlelap di pelukanku.

Sandy yang baru terlelap kini mulai bangkit dari ranjang dengan mata yang sulit terbuka. Dia berjalan pelan menuju meja yang ada di sebelah rak buku. Ku lihat dia mulai berbicara dengan orang di ujung telpon sana. Suaranya sangat pelan sehingga aku hanya dapat melihat bibirnya yang mengatup-atup.

Tak lama kemudian raut muka Sandy berubah, wajahnya yang tadi sangat datar karena kantuknya kini menjadi sendu. Aku masih menerka-nerka apa yang sedang terjadi, hingga akhirnya aku beranjak dari ranjangku menuju Sandy.

"Hei, kenapa kau menangis?". Sandy langsung memelukku, wajahnya menempel di dadaku. "Ada apa Sandy?". Dia masih terisak dan mulai mengatur nafasnya. "Mas Aryo memberitahu kalau Bapak meninggal dan Ibu masuk rumah sakit" jawabnya.

Aku terkejut dan memeluknya lebih erat. "Ayo kita segera berangkat ke Indonesia. Mas Aryo pasti bingung mengurus keduanya" kataku. Sandy mengangguk setuju, dia segera mempersiapkan segala keperluan untukku, dia dan Zefran. Aku pergi ke kamar Zefran untuk membangunkan putraku itu.

Setelah semua siap, kami langsung berangkat menuju bandara. Aku mengendarai mobil Lykan Hipersport-ku sekencang yang ku bisa untuk menghemat waktu. Aku melihat Sandy dari spion depan mobil, dia terlihat limbung dengan Zefran yang kembali terlelap di pangkuannya.

Kami sampai bandara hanya dalam waktu 30 menit saja. Sandy masih saja terdiam. Aku menggendong Zefran dan menarik satu koper, sedangkan Sandy menarik dua koper yang lain. "Sandy, apa kau tak baik-baik saja?" tanyaku. "Iya Sarfarraz. Aku hanya ingin segera sampai rumah. Aku tak tega pada kakakku yang mengurus kedua orang tua kami sendirian". "Baiklah sayang. Aku akan segera membeli tiket untuk kita bertiga" sahutku.

Aku segera berlari ke loket tiket pesawat. Aku sengaja memesan kursi VIP karena perjalanan ke Indonesia bisa dipastikan sangat lama. Ku pesan pesawat yang berangkat paling pagi dan ku dapatkan keberangkatan pukul 5 pagi. Dan kami langsung check in dan pergi ke ruang tunggu.

"Semua akan baik-baik saja sayang" kataku. Sandy hanya tersenyum. "Terima kasih Sarfarraz. Maaf merepotkanmu". Aku hanya mengangguk kecil dan ku cium kening Sandy agar dia lebih rileks.

*****

Sandy POV

Sudah 3 jam lebih kami di dalam pesawat. Aku sudah mencoba untuk tenang, tapi pikiranku terasa penuh meskipun tak ada yang ku pikirkan. Aku membasuh mukaku dengan handuk hangat yang diberikan oleh pramugari. Ku rasakan kehangatan yang membuat otot wajahku meregang. Sarfarraz melihatku dengan cemas.

"Kau tak perlu cemas padaku, Sarfarraz. Aku sudah tenang sekarang karena kau ada bersamaku" kataku seraya tersenyum. "Sama-sama sayang". Lagi-lagi dia memberikan ciuman lembut di keningku.

"Abi, kita mau kemana?" tanya Zefran yang kini sudah bangun dari tidurnya. "Kita akan ke Indonesia sayang. Kita jenguk nenek dan kakek disana ya" jawab Sarfarraz. "Hooorrreee Jep punya nenek dan kakek. Bi, nenek sama kakek Jep baik nggak?". Sarfarraz terlihat bingung menanggapi pertanyaan dari Zefran karena aku tak pernah menunjukkan potret kedua orang tuaku sebelumnya.

"Nenek sama kakek itu baik. Nenek pasti senang bisa ketemu sama Zefran" sahutku. "Asik, Jep pengen cepat ketemu sama nenek". "Iya sayang. Besok kita ketemu nenek ya" kataku. Dan Zefran tersenyum lebar, raut mukanya sangat ceria. Sarfarraz yang melihat putranya itu juga ikut tersenyum.

~~~~~

Keesokan hari, kami mendarat di Indonesia dengan selamat setelah 16 jam perjalanan. Untung saja Zefran cukup tenang, putraku itu tak rewel meski dia sangat lelah. Kami sampai Semarang pukul 5 pagi karena ada perbedaan waktu 7 jam antara Dublin dengan Indonesia.

Harmoni Cinta, SandyakalaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang