Damar POV
Pukul 5 pagi ponsel Mada berdering dengan keras. Mataku masih berat dan pelukanku di tubuh Mada sudah disingkirkannya. Ku lihat dengan samar-samar Mada turun dari ranjang kami dan menuju kursi yang ada di samping meja kecil tak jauh dari tempat tidur.
"Halo. Apa kau sudah sampai bandara?" kata Mada saat berhasil mengumpulkan kesadarannya. "Baiklah, aku dan Damar akan segera siap-siap. Kira-kira kau sampai Birmingham jam berapa?" tanyanya lagi dengan raut wajah ingin memastikan. "Baiklah pukul 7 ya. Kalau aku belum sampai juga, kau jangan pergi kemana-mana" kata Mada lagi. Dan akhirnya dia meletakan ponselnya kembali di atas meja.
"Sandy ya?" tanyaku saat Mada kembali lagi ke atas ranjang. Mada mengangguk kecil dan senyumnya mengembang. "Lala baru akan terbang, kira-kira dia akan sampai pukul 7 nanti. Apa kau masih mengantuk? Kita punya waktu 30 menit lagi sebelum siap-siap menjemput Sandy" kata Mada. "Iya, aku masih ingin memelukmu" rajukku.
"Dasar kau ini, apa yang semalam masih kurang?" tanyanya. Aku mengangguk kecil untuk menggodanya. Wajah Mada yang tersipu setelah bangun tidur seperti ini, membuatku semakin menginginkannya.
Ku tarik lehernya mendekat ke arahku. Tangan Mada berada di dadaku untuk menahan tubuhnya yang harus bersusah payah untuk menunduk. Aku suka saat hidungku menempel dengan lembut di hidung Mada. Nafas kami saling beradu, pengaruh testosteron yang berlebih saat pagi hari membuatku saat bergairah. Aku memiringkan sedikit kepalaku agar aku bisa melumat bibir tipis milik Mada.
Kami berdua mulai terbawa suasana, Mada mulai membuka selimut yang menutupi tubuhku dan dia naik ke atas tubuhku. Sambil melumat bibir kami yang saling berpautan, Mada mulai meremas-remas dadaku. Aku mulai menegang. Tanganku mulai melucuti pakaian yang menutupi tubuhku dan tubuh Mada hingga kami telanjang dengan sempurna.
Aku duduk dengan Mada berada di pangkuanku. Aku coba masukkan sesuatu yang telah mengeras di bawah sana ke lubang sempit milik Mada. Ku lihat kekasihku itu kini merintih menahan perih sambil menggigit bibir bawahnya.
Aku tundukkan kepala Mada mendekatiku, agar aku bisa menggait lagi bibir manisnya itu untuk mengurangi rasa sakitnya.
Aku melakukannya dengan pelan-pelan. Aku tau Mada selalu menyukai gaya ini karena tubuhnya bisa lebih leluasa untuk mengatur gerakannya.
Tubuh kami mulai berpeluh. Mada mempercepat gerakan pinggulnya. Seluruh tubuhku menegang mulai bereaksi. Satu tarikan nafas panjang dan akhirnya kami berdua terhenti setelah hasrat itu tersalurkan dengan suksesnya.
"Serangan fajar memang selalu membuatku kuwalahan" bisik Mada di telingaku. Aku terbaring kembali dengan Mada masih berada di atas tubuhku. Kami berusaha mengatur nafas dan mengumpulkan tenaga.
"Sekarang jam berapa?" tanyanya. Aku melihat jam tanganku. "Jam 5.50" kataku. "Sial. Harusnya kita bersiap-siap setengah jam yang lalu" lirihnya. "Hehe, maaf ya sayangku. Kita jadi terlambat" kataku.
"Tak apa, kita bisa mandi bersama untuk menghemat waktu. Jarak bandara dari sini setengah jam jika naik taksi. Ayo kita harus segera bersiap. Aku tak mau jika Sandy menunggu terlalu lama" kata Mada yang sekarang menarikku menuju kamar mandi.
Setengah jam kemudian kami telah siap dan keluar dari apartemen kecil milik kami. Aku terkikik melihat Mada yang cara jalannya agak aneh. Wajar sih, karena kami baru saja melakukan itu.
"Apa ada yang aneh?" tanyanya yang menatapku penuh selidik. "Tidak. Tidak ada yang aneh. Tapi, apakah kau masih merasakan perih?" sahutku. Tau apa yang ku maksudkan, wajah Mada mulai merah kembali.
"Sudah tidak seperih tadi" bisiknya di telingaku. "Jika kau tak bisa jalan, aku bisa menggendongmu" kataku. "Apa kau sudah gila" kata Mada. Aku tertawa mendengar ucapannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Harmoni Cinta, Sandyakala
FanfictionCerita kedua ini adalah lanjutan dari Aksara Cinta Mada, namun di cerita ini Saya fokuskan pada kisah cinta Sandyakala Bagas Prakoso. Masih dengan konten yang sama yak, jadi bagi Homophobic tolong jangan cerca cerita ini, tapi kalau mau baca juga y...