{9} Falling in Love

4.6K 356 38
                                    

Sandy POV

Malam ini semakin dingin, sekarang sudah sampai di penghujung Oktober, 2 hari lagi aku berumur 22 tahun. Dan aku berharap hidupku semakin bahagia dan sukses agar aku bisa membahagiakan keluargaku.

Sudah dua seminggu ini Sarfarraz selalu mengekoriku kemanapun aku pergi. Dia selalu rewel memintaku untuk memainkan violinku khusus untuknya. Aku tahu dia sangat menyukai permainanku bahkan aku sendiri tak keberatan untuk memenuhi permintaannya, tapi aku masih tak tahu alasannya. Tapi yang aku suka adalah saat dia memainkan pianonya yang berusaha mengiringi violinku.

Malam ini dia mengajakku untuk berkeliling Dublin, tapi aku menolaknya. Aku ingin menikmati hari ini di kamarku ini. Entah kenapa aku merindukan negeri kelahiranku, Indonesia.

Aku membuka laptopku dan menyambungkannya dengan sound system yang telah Ivan sediakan di kamarku ini. Setelah memilih lagu ke dalam playlist-ku, aku mengatur music playerku ke mode acak agar memberiku kejutan di setiap pergantian lagunya. Aku mulai menekan tombol play.

Lagu pertama yang terputar adalah Talking To The Moon - Bruno Mars. Ssshhhhh, dadaku terasa nyeri mendengarkannya. Tapi tubuhku tak ingin beranjak untuk menggantinya. Malah mataku benar-benar menikmati dengan berkaca-kaca dan mengaburkan pandanganku sendiri. Untunglah aku hanya sendiri di kamar luas ini.

Lagu kedua adalah Without You - David Guetta ft. Usher. "Ya Tuhan, Sandy playlistmu galau sekali nak" umpatku dalam hati. Oke tak ada air mata lagi Sandy. Cukup yang tadi saja. Tapi hatiku tak cukup kuat untuk menahan DAM yang ada di pelupuk mataku. Tentu saja air bah kembali mengalir di pipiku. Lagi-lagi aku menikmatinya, aku ingin mengeluarkan semua beban dalam hatiku. Dan cara yang terbaik untuk saat ini adalah menangis.

Saat lagu kedua telah habis. Tiba-tiba suara Adam Levine mulai menggema dalam kamarku menyanyikan lagu Just A Feeling - Maroon 5. Sungguh lagu kali ini membuatku sedikit tenang, meskipun liriknya juga menyayat hati. Tapi suara penyanyinya cukup lembut hingga membuatku semakin larut.

Tubuhku yang tengah berdiri mulai bergerak mengikuti irama lagu ini. Tiba-tiba aku menabrak sesuatu, padahal aku sadar bahwa tempatku berdiri saat ini cukup luas dan aku ingat tak pernah meletakkan lemari di tengah kamar ini.

Ku rasakan ada tangan besar memegang pinggangku. Astaga.Otakku masih bertanya-tanya, apa yang ada di belakangku ini? Bukan apa, tapi siapa lebih tepatnya. Tubuhku yang memang tanpa pertahanan ini berhasil diputar menghadap yang empunya tangan yang kini masih bertengger di pinggangku.

Mataku tenggelam dalam tatapan mata hijau cerah dengan bercak keemasan milik seseorang yang tangannya mulai menarik tubuhku mendekat ke tubuhnya. Tubuhku bisa merasakan kehangatan tubuhnya. Orang ini memiliki tubuh 3 inchi lebih tinggi dariku. Kemeja santai warna merah jambu yang dia gunakan untuk membalut tubuhnya, sengaja memamerkan otot lengan dan bahu lebarnya. Dadanya bidang, dan otot diperutnya bisa kurasakan karena tubuhku benar-benar menempel pada tubuhnya.

"Sarfarraz" lirihku. Kepalaku mendongak ke atas dengan susah payah. Dia hanya tersenyum memberikan efek freeze pada tubuhku. "Lepaskanlah semua beban hatimu, Sandy" katanya yang lebih mirip desahan di telingaku. Tubuhku sedikit bergetar, kurasa dia telah menemukan bagian sensitif pada telingaku.

Tangan Sarfarraz menggenggam tanganku dan meletakkan keduanya di belakang lehernya. Sedangkan kedua tangannya kembali ke pinggangku, sepertinya tangan-tangan milikinya berhasil menemukan tempat bersarang yang nyaman disana. Entah setan apa yang merasukiku, membuat tanganku mengait erat di tempatnya sekarang mereka berada.

Sarfarraz mulai menempelkan keningnya di keningku. Awalnya hanya itu, dan kini hidung mancung miliknya telah mendesak hidungku berusaha menyudutkannya. Ku rasakan nafas kami beradu hangat mengikuti alunan lagu yang masih berputar.

Harmoni Cinta, SandyakalaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang