Sarfarraz POV
Pagi ini aku terbangun dengan Sandy yang masih berada dalam dekapanku. Sandy yang masih terlelap di dadaku membuat diriku tak bisa berpaling dari kedamaian yang terlihat jelas di wajahnya. Ku cium lembut keningnya. "Aku akan selalu menjagamu sayang".
Sesaat kemudian Sandy membuka mata dan senyuman manis tercetak jelas di bibirnya. "Apa kau bisa tidur dengan nyenyak?" tanya Sandy. Aku mengangguk pelan. "Syukurlah" sahutnya.
"Sarfarraz, apa kau yakin dengan ucapanmu saat di makam Bapakku kemarin?". "Apa kau meragukan hatiku?". Sandy menggeleng dengan cepat. "Aku tak mau kehilanganmu, Sarfarraz. Tapi, bolehkah aku bersahabat lagi dengan Lambang?" tanya Sandy dengan nada yang dia pelankan.
Keadaan menjadi canggung, ada sedikit rasa cemburu yang mengganggu pikiranku. "Sarfarraz, aku tak berniat untuk berpaling dari cintamu. Aku hanya ingin memperbaiki kembali Vocalocious yang telah lama tercerai berai. Bolehkah aku memberikan sedikit empati pada Lambang sebagai seorang sahabat?" kata Sandy memulai pembicaraan. Ku lihat ada keseriusan terpancar dari ketegasan matanya.
"Silahkan Sandy. Aku tak akan menghalangimu lagi. Dia telah mengenalmu lebih dulu daripada diriku, jadi aku tak punya hak untuk melarangmu. Aku percaya kau tak akan mengkhianati cintaku" jawabku.
Mata Sandy kini terlihat meneduhkan saat sinar matahari memantulkan warna coklat di irisnya. Hatiku semakin damai saat melihat kelegaan yang ada disana. Belum pernah aku melihat Sandy sehidup ini. Ku peluk erat tubuhnya, dan Sandy mengecup leherku dengan lembut.
"Sayang, hentikan kecupanmu itu" kataku. "Apa kau tidak suka?" tanyanya dengan kening yang mengerut. Ku lihat ada kekecewaan dari raut wajahnya. "Bukannya aku tak suka. Aku hanya tak ingin merusak ranjangmu ini" jawabku.
Sandy mulai menyeringai dan naik ke atas tubuhku. "Aku menginginkanmu Sarfarraz" bisiknya di telingaku.
Ku rasakan sapuan lidah Sandy di telingaku mulai membuat seluruh otot tubuhku menegang. "Sayang, apa kau lupa pagi ini kita harus bersiap ke rumah sakit untuk menjenguk Ibu?" kataku. Sandy kembali duduk dengan menggigit bibir bawahnya.
"Maafkan aku. Aku juga menginginkanmu sayang, tapi keadaan Ibu mertua jauh lebih penting sekarang daripada kita bercinta sepanjang hari" tambahku.
Sandy tersenyum manis. "Terima kasih Sarfarraz. Kau lebih mementingkan keluargaku daripada hasratmu". "Sandy, jika kita mencintai seseorang maka kita juga harus mencintai keluarganya".
"Lalu kapan kau akan mengenalkan keluargamu padaku? Selama ini kau hanya berencana untuk mengajakku ke Turki, tapi sampai sekarang belum juga terlaksana" protesnya. Aku hanya tersenyum menanggapi ucapan Sandy. "Apa kau takut tak mendapat restu dari orang tuamu?" tanyanya. "Tenanglah. Kita akan mendapatkan restu dari Ibumu dan juga orang tuaku, dan setelah itu aku akan menikahimu" jawabku.
Aku bangkit dari tidurku hingga aku terduduk dengan Sandy berada di pangkuanku. Ku lumat lembut bibir Sandy. "I love You, Sandyakala Bagas Prakoso. You are My Flashlight. Kau lah yang membuatku hidup kembali Sandy" ucapku pelan.
Sandy memeluk tubuhku sangat erat. Aku membalasnya dengan pelukan yang erat pula. "I love You so much, Sarfarraz" lirihnya. "Aku tahu Sandy. Sebaiknya kita segera bersiap-siap" jawabku. "Aku mau mandi bersamamu" kata Sandy seraya menarik tanganku menuju kamar mandi.
Setelah aku dan Sandy siap dan rapih, kami keluar dari kamar untuk menemui Aryo. Aryo dan Zefran sudah menunggu kami di meja makan. "Bagaimana tidurmu semalam?" sapa Aryo. "Sangat nyenyak. Rumah ini sangat nyaman Aryo. Apakah Zefran mengganggu tidurmu?" sahutku. Aryo menggelengkan kepala. "Zefran tidur dengan tenang, dia tak rewel sedikitpun" tukas Aryo.
KAMU SEDANG MEMBACA
Harmoni Cinta, Sandyakala
FanfictionCerita kedua ini adalah lanjutan dari Aksara Cinta Mada, namun di cerita ini Saya fokuskan pada kisah cinta Sandyakala Bagas Prakoso. Masih dengan konten yang sama yak, jadi bagi Homophobic tolong jangan cerca cerita ini, tapi kalau mau baca juga y...