{22} Calm Down

4.2K 342 57
                                    

Sandy POV

Tanpa terasa tiga kali musim semi telah berganti sejak aku berada di Dublin. Telah banyak kesuksesan yang telah ku raih bersama Dublin Philharmonic Orchestra, dan tentu saja bersama pasangan duetku yang merangkap sebagai pasangan hidupku, Sarfarraz.

Zefran sudah bertambah besar, usianya sekarang 5 tahun dan putraku itu telah mahir bermain piano. Dan satu yang tak berubah dari Zefran, cerewetnya. Hampir setiap ada kesempatan anak itu pasti ngoceh. Dan kalau tak ditanggapi, bisa dipastikan abinya yang kena uring-uringannya.

"Abi, Jep tadi main monopoli sama papa" kata Zefran saat Sarfarraz pulang dari kantornya. Sarfarraz yang masih terlihat lelah memaksakan dirinya untuk membalas kata-kata Zefran. "Terus siapa yang menang?" tanyanya. "Jep yang menang dong" teriak Zefran dengan girangnya. Aku dan Sarfarraz tertawa melihat tingkah bocah manja itu.

"Sayang, kita nonton tv aja yuk. Biar abi mandi dulu. Biar abi wangi dulu ya" bujukku pada Zefran agar dia melepaskan Sarfarraz dari invasinya. Zefran mengangguk setuju dan turun dari gendongan Abinya. "Kau mandilah dulu, sayang" kataku setelah memberi ciuman di pipi kiri Sarfarraz. Senyum menawannya kembali menghiasi wajah tampan miliknya. "Terima kasih, Sandy".

Sarfarraz masuk ke kamar, sedangkan aku dan Zefran ke ruang keluarga. Ku nyalakan acara favorit Zefran. Malaikat kecilku menonton dengan penuh semangat karena di sekelilingnya sudah tersedia banyak cemilan kesukaannya.

"Zef, papa ke kamar dulu ya siapin baju buat abi". "Hhmm" jawab Zefran sekenanya karena pipinya telah menggembung berisi banyak cemilan. "Anak pintar" kataku seraya mengelus rambutnya dan bangkit menuju kamar.

Aku sedang memilih baju dari lemari. Tiba-tiba Sarfarraz memeluk tubuhku dari belakang. Aroma maskulin dari sabun mandinya menggelitik hidungku. "Sarfarraz kau membuat bajuku basah" protesku. Dia hanya tertawa dan malah menempelkan rambut basahnya ke tengkukku. Kemudian dia mengecup lembut tengkukku dan bergerak ke arah telingaku.

"Geli" kataku sambil menggeliat. Melihat reaksiku, Sarfarraz malah menarik bajuku lepas dari tubuh yang dilindunginya. Aku tahu apa yang dia inginkan. Aku membalikkan badanku menghadap padanya dan ku kalungkan tanganku di lehernya. Tangan Sarfarraz mulai bergerilya di sekitar pinggangku saat bibir kami saling melumat lembut.

Tanganku turun di dadanya. Ku mainkan kismis yang ada disana, ku usap dengan lembut lalu ku pelintir dengan gemas. Sarfarraz tersenyum dan sedikit mengaduh karena aku menekan kismisnya sedikit kasar. Lalu tanganku mulai meraba perutnya yang memiliki kotakan 8 buah dan lanjut turun ke pinggangnya.

"Rupanya ada yang tidak sabaran ya" bisiknya di telingaku saat aku melepas handuk yang menggantung di pinggangnya. "Hahaha, siapa yang menggodaku duluan" jawabku. Kini celanaku telah lepas dari kedua kakiku. Tak ada jarak lagi di antara tubuh kami. Sarfarraz memeluk erat tubuhku, dan terasa ada sesuatu yang mengganjal di antara perut kami.

Bibir kami berpaut makin kasar, karena gairah telah menginvasi tubuh kami. Tangan Sarfarraz mulai menggapai kedua pahaku. Paham akan maksudnya, aku lingkarkan kakiku di pinggangnya. Tubuhku diangkatnya sedikit lebih ke atas, dan bbbllleeessshhh batang besar itu berhasil menerobos pertahanan daerah sensitifku.

"Aaarrrggghh, sakit" suaraku tertahan oleh pautan bibir kami. Sarfarraz mulai menggoyangkan pinggulnya pelan-pelan. Maju mundur maju mundur, ku rasakan rasa sakit itu berubah menjadi getaran yang membuatku melayang ke surga. Ku eratkan cengkeraman tanganku di bahunya, agar aku tak merosot dari gendongan Sarfarraz karena tubuh kami semakin licin oleh keringat.

Sarfarraz menidurkanku di atas ranjang, dan dengan sigapnya dia mempercepat gerakan pinggulnya. Aku terengah-engah untuk mengimbangi gerakannya, tapi lagi-lagi dia memberikan getaran yang mampu mengajakku terbang ke surga. Masih dalam posisi menelungkup, kini Sarfarraz mulai menjilati leherku, dan turun ke dadaku untuk menghisap kedua kismisku.

Harmoni Cinta, SandyakalaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang