Pada saat itu, Heeseung memang masih muda. Namun cara dia ngemandang tiap masalah itu terlalu kritis sampai-sampai dia yang ditraining buat jadi penerus bisa ngebuat ayahnya nyerahin perusahaan jauh lebih cepat.
Ketika Karina datang nawarin dia pernikahan dengan dalih ngejatuhin Adiwidya, Heeseung langsung mikir kalau Karina benar-benar punya maksud dan tujuan tersendiri dengan langkah cerobohnya itu.
"Bukannya aneh kita main nikah aja? Keluarga mbak ga curiga emang?" celetuk Heeseung sambil natapin berkas-berkas yang dikasih Karina, "gimana pun sebelum mbak nyaranin pernikahan, kita berdua cuma orang asing. Sekedar kakak dan adik tingkat di Universitas yang sama."
Karina malah ketawa kecil, dia nopang dagunya dan natap Heeseung penuh humor, "Tenang, aku tuh ga mungkin ngambil langkah tanpa antisipasi, romansa anak kuliahan itu manis banget lho Haris," balasnya menenangkan.
Heeseung cuma ngangguk dan milih pelajarin dokumen yang memuat semua bianis yang Adiwidya jalankan dengan tenang. Toh selama Karina punya skenario yang masuk akal, Heeseung ga bakal protes.
"Kamu sendiri? Ga nyesal nerima tawaran aku? Nikah lho ini, bukan main-main," celetuk Karina, matanya masih natapin Heeseung lalu beralih natapin tiramisu cake yang udah ga utuh dia makanin.
Heeseung ngelipat kedua tangannya di dada sementara dokumen yang tadi dia pegang dia taruh di atas meja, habis nyesap hot americano yang tadi dia pesan, Heeseung milih nanggapin pertanyaan Karina pake kalimat, "mbak sendiri gimana? Jujur, saya masih naruh curiga sama mbak. Semua perilaku yang mbak perlihatkan cenderung kontra dengan keluarga mbak. Bahkan ngorbanin pernikahan dengan dalih pengen ngebuat keluarga mbak berhenti itu tindakan yang terlalu tidak masuk akal buat perempuan manapun. Sejauh ini saya selalu berpikir perempuan itu makhluk yang emosional, jadi apa tujuan mbak?"
Karina melongo, dia nepuk tangannya kagum. Udah dia duga sih, orang kayak Heeseung punya tingkat kewaspadaan yang tinggi, mana peka pula. Kalau ga pintar bertindak, Karina udah diekspos terang-terangan.
Sekarang dia bersyukur punya kerjaan lain selain jadi dokter. Kalau ga dilatih, mungkin Karina bakal langsung kalah pas pertama hadap-hadapan sama Heeseung.
"Simpelnya, aku tuh cuma terlalu hmm.. gimana ya nyebutnya?" Karina nyuap tiramisu cake ke dalam mulutnya dan ngunyah, dia kelihatan mikir keras dan akhirnya ngelanjutin omongannya setelah nemu kata yang menurutnya pas, "idealis?"
Heeseung ngangguk paham, alisnya naik sebelah tanda kalau cowok ini kelihatan nuntut lebih banyak informasi dari Karina, "dan idealisme apa yang mbak pengen terapin?"
Karina ngernyitin dahinya sementara matanya natapin Heeseung iseng, pun yang ditatap cuma ngelayangin pandangan datar tidak terbaca ke arah Karina.
"Keadilan?"
"Basic," tanggap Heeseung cepat, "terlalu naif juga," tambahnya.
Yang digituin cemberut, "dih ngejek banget, gini-gini rasa patriotisme aku tuh tinggi ya!" serunya ga terima.
Heeseung ngedikin bahunya ga peduli sementara doi kembali sibuk sama dokumen yang dibawain Karina, "kenapa mesti nikah sama saya?"
"Banyak jalan menuju roma, Haris," jawab Karina, sedetik sorot matanya berubah mendingin.
Dan Heeseung sadar sama itu, "mbak marah ga kalau saya ngatain mbak cuma pengen keluar dari lingkaran yang selama ini ngelilingin mbak?"
Karina terdiam.
Heeseung yang tadi rautnya dingin tidak terbaca malah masang senyum tipisnya, siapapun ngira kalau aura dan senyum tipis yang Heeseung tampilkan sangat ramah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Keluarga Cemara [Enhypen]
Fiksi PenggemarKisah Mas Haris si duda keren kesayangan ibu-ibu komplek berserta tiga anak lanangnya; Reyhan, Satya dan Ricky. Warn(!) +bxb +lokal!au +harshword +lowcase +etc