7

1.5K 180 11
                                    

Wajah manis itu nampak lesu, tak ada nafsu sedikitpun untuk beraktivitas. Dunk melemparkan ranselnya ke meja belajar, ditatapnya sekeliling kamar dengan nanar. Suara ribut lelaki yang selalu memenuhi kamarnya tak ada lagi, ranjang yang seharusnya jam segini sudah berantakan karena ulah Joong kini tertata rapi tak tersentuh.

Tak terasa sudah sebulan lamanya, dia selalu tidur sendiri, tak ada lagi rekomendasi film, tak ada lagi konser dalam kamar yang memekakkan telinganya. Papan mading di pinggir meja yang penuh dengan foto nya bersama sang sahabat nampak sudah berdebu tak ter-urus. Benar, ini sudah sebulan lebih.

Kemana perginya support system itu?, Bukankah Joong pernah berjanji tak akan menghabiskan hari tanpa bercerita padanya?. Sahabatnya sudah main terlalu jauh, Dunk duduk dipinggiran ranjang, wajahnya pucat tak bertenaga lagi. Dia sangat lelah, sunyi senyap tak ada suara sedikitpun dalam ruangan itu, tapi entah kenapa otaknya ribut dengan ratusan perkiraan menyakitkan.

Dunk mendorong jendela kecil di kamarnya, angin masuk dilubang itu. Menghanyutkannya dalam lamunan panjang tak berujung, kini dia melewati waktunya sendirian. Dia baru ingat sebulan lalu masih ada seorang lelaki memaksa tidur dipangkuannya, dia baru ingat sebulan yang lalu ada seorang lelaki yang akan diusap kepalanya saat tertidur. Sekarang dia baru ingat, dan sekarang sakitnya semakin menggila.

“Akkhhh....” Dia terengah, matanya menatap keluar jendela. Tangannya mengepal kuat “hanya aku sendirian yang mencintaimu, lalu saat seperti ini kau meninggalkanku tanpa rasa iba sedikitpun, aku yang salah.. aku yang salah Archen.., aku salah mengharapkan sesuatu yang lebih”

Dia memukul dadanya berkali-kali, menangis sejadi-jadinya dengan bibir yang sedikit luka karena gigitannya. Dia menahan rintihan itu, dia menangis tanpa suara. Biarlah dunia tak tau tentang keterpurukan ini, dia bukan bintang utama cerita cinta yang abadi. Dia hanyalah pria sakit yang kurang ajar mencintai sahabatnya sendiri, dia sendiri tak yakin Joong akan menerimanya saat tau kenyataan bahwa dirinya adalah gay.

“Aku merindukanmu.. benar-benar rindu”

Dia mengambil jacket dari lemari, tak ada yang bisa menahan perasaan ini. Dia harus menemui Joong, setidaknya untuk menyesap aroma lelaki itu sebentar saja. Benar-benar sebentar saja, ini sangat menyakitkan, tak bisa bertahan lebih lama.

Disepanjang jalan, Dunk sesenggukan karena tangisannya. Bodoh sekali.. air matanya benar-benar tak berhenti mengucur, dia berdiri di depan pintu rumah Joong, harapannya sangat tinggi saat ini, dia harus menemui lelaki itu.

“Siapa?” Itu dia, Joong disana menatapnya bingung “aww.., Dunk?”

Dunk menghambur ke pelukannya, sangat erat seakan mereka tak ingin berjarak sedikitpun. Lelaki manis itu menangis, tangisannya hebat. Joong terperangah, ada apa gerangan?, Apa yang membuat sahabatnya menangis?.

“Archen...”

“Baiklah, lihat aku” netra keduanya saling bertemu “kau kenapa?”

Sepertinya dia tak akan memberitahu jawaban yang sebenarnya, dia tak mungkin mengatakan rindu pada Joong, apa yang akan sahabatnya pikirkan tentang dirinya nanti?

“Aku ada sedikit masalah..”

“Pantas saja kau tak pergi sekolah”

Bukan tak pergi, tapi kembali, saat melihatnya berciuman dengan View. Dunk tak sanggup “maafkan aku”

“Kenapa meminta maaf?, Tadi kupikir kau sakit, jadi aku berencana menjenguk mu, tapi kau sudah datang duluan”

Dunk mengadahkan kepala, wajah Joong yang sangat dia rindukan “Archen.. apa kau pernah merindukanku?”

Feelings And Truth [Joongdunk]18+[END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang