11

1.4K 151 10
                                    

Dunk menatap keluar jendela, hujan turun. Suasana hatinya tak baik, rubah biru miliknya dia masukkan dalam tempat sampah.

Foto-fotonya dan Joong berserakan kacau di bawah lantai, dia mulai memungutinya kemudian memasukkan dalam kantongan plastik. Semua stiker dan barang pemberian Joong padanya di satukan.

Sepuluh menit berlalu, hujan tak berhenti. Dia berdecak kesal menyingkirkan tumpukan barang-barang itu ke sudut ruangan, terpaksa membatalkan rencana untuk membakarnya di halaman rumah.

Dunk menuruni anak tangga, menuju ke arah dapur. Dia kehausan, Air matanya terasa sudah habis. Dia kelelahan menangis tanpa suara, tenggorokannya sangat kering. Di isinya gelas kaca dengan seonggok air dari lemari es.

Tiba-tiba handphonenya berdering memecah keheningan, tanpa melihat nama penelpon Dunk langsung mengangkat panggilan “halo?”

Gelas kaca di tangannya jatuh, pandangan Dunk tak terbaca. Matanya kembali memanas, dia berlari ke kamar nya. Tak peduli pada panggilan yang masih tersambung, dia menaiki tangga terburu-buru. Masuk didalam kamarnya, dia segera mengambil jaket bergegas keluar rumah.  Dia menaiki taksi yang tadi sudah dipesan, sepanjang jalan kakinya gemetaran dia berusaha menahan pergerakan itu. Menekan lututnya sangat kuat, Tak lelah-lelah Matanya kembali bercucuran air mata.

Sepanjang perjalanan Dia membungkam mulutnya, hingga tiba dirumah sakit. Dia melenggang keluar dari taksi, berlari masuk dalam UGD, kacau sekali keributan terdengar kanan-kiri, dia berjalan lurus tanpa arah. Wajahnya sembab tak karuan, hingga orang tua Joong meneriaki nya.

Dia segera menghampiri mereka, terlihat Joong di tangani para perawat dan dokter UGD. Dunk merasa nafasnya tercekat, Seakan nyawa tercabut dari tubuhnya. Dia tak bertenaga sama sekali, kondisi Joong sangat mengenaskan, baru se-jam yang lalu, dia melihat lelaki itu didepan kamarnya, Sekarang dia sudah terkulai lemas tak berdaya.

Tepat di samping Joong, ada View dengan kondisi tak jauh berbeda. Wanita itu tak sadarkan diri, suasana makin kacau karena orang tua mereka panik. Dan Dunk sendiri bingung harus mengatakan apa untuk menghibur, otaknya sendiri terasa beku tak berfungsi.

“Dunk lihat kakimu nak, obati kakimu”

Matanya linglung menatap kakinya yang tak memakai alas apapun, jejak darah di lantai rumah sakit mengagetkannya. Sial.. dia menginjak serpihan gelas yang pecah di rumah tadi, dia bahkan tak merasakan apapun.

Para perawat mengarahkannya untuk duduk di kursi sambil di obati, pandangannya tak pernah lepas dari Joong jika lelaki itu sadar dia pasti akan berteriak kesakitan, secara Joong sangat tak tahan rasa sakit

“Terima kasih” ucapnya pada perawat yang membantu mengobati luka nya.

Joong juga sudah di dorong ke ruang inap, dia bisa sedikit lega karena darah-darah yang tadi memenuhi tubuh sahabatnya sudah bersih. Kini hanya mengikuti prosedur dokter, dia mengikuti orang tua Joong menyusuri koridor rumah sakit.

.
.
.
.
.

“Kakimu?”

Dunk terperangah, lamunannya buyar seketika. Otaknya masih tak mengerti dengan situasi, kantung matanya menjelaskan bahwa dia benar-benar kurang tidur hingga kehilangan fokus.

“Dunk kakimu, kenapa?”

“Ahh, ini luka..”

“Iya kenapa?, Kenapa kakimu bisa terluka?”

Dia tak akan menceritakan kronologi lengkapnya, Phuwin lagi-lagi akan mengatainya gila dan sangat terobsesi. Dia sudah lelah “hanya luka ringan saja, sedikit cedera semalam”

Feelings And Truth [Joongdunk]18+[END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang