8

1.6K 182 18
                                    

Melodi indah alunan gitar terdengar memenuhi ruangan berukuran minimalis dengan nuansa biru lembut menghiasi tiap sudutnya, dua lelaki di atas ranjang berbaring nyaman tanpa suara sedikitpun. Mereka menyimak melodi petikan gitar dari speaker di ujung meja dalam diam, botol bir di lantai kacau berserakan. Aroma alkohol menyeruak kuat, tak ada pergerakan sama sekali, keduanya tenggelam dalam fikiran kesunyian.

Sedetik, Dunk meringis pelan. Dia menyentuh lebam di lehernya, mengusap-usapnya berharap rasa perih hilang dari sana, saat mengingat kejadian tadi nafasnya rasa tercekat. Terlebih lagi se jam yang lalu Phuwin mencekik lehernya tanpa ampun, sial sekali dia hampir mati.

“Dunk...”

“hmmm...”

“lehermu masih sakit?” lelaki manis itu mengernyitkan dahi, dia duduk dari posisinya. Menatap Phuwin yang masih setengah sadar, mata lelaki itu sayu.

“kenapa kau tak membunuhku saja?”

“hahaha.. benar juga, lebih baik kau mati di tanganku dibanding harus mati tertelan air”

Jika dia mati di tangan Phuwin, bisakah dia menyaksikan dirinya di kremasi?, apakah hari itu Joong akan datang menangisinya?. Sialan, isi otaknya hanya Joong, Joong, dan Joong.

“saat aku mati nanti, Joong akan menangisiku” dia meneguk bir di atas nakas, matanya menatap ke arah mading. Senyumannya terbit. Terlalu lama, dia sampai lupa kapan terakhir kali kamar ini berantakan karena ulah sahabatnya.

“dan saat Joong menangisimu, dia akan membawa View melongo di samping mayatmu”

“sialan...”

“Dunk... hidup memang tak selamanya ada dibawah kendalimu” Phuwin menepuk bahunya “ingat ini kawan, orang-orang terobsesi dengan perasaan mereka sendiri, kau tak bisa menggantungkan perasaan pada orang yang memiliki orang lain dihatinya, sama denganmu dia akan berusaha mewujudkan cintanya”

“sebenarnya bahkan jika itu bukan hubungan melibatkan cinta, aku tak masalah.”

Dia telah cukup dengan hubungan persahabatan tak masuk akal yang berjalan di antara mereka, dia menerimanya lapang dada. Siap berperang dengan perasaannya, dia siap dipojokkan oleh kenyataan. Tapi sekarang, untuk sekedar bertukar kabar dia dan Joong se asing itu?

“memang seperti itu, karena cinta adalah obsesi, jika kau mencintai seseorang, duniamu hanya tentang dia”

Phuwin benar sekali, selalu dia dan hanya dia, mana pijakan di lantai kamarnya yang tak pernah di lewati Joong?, bantal mana di kamar ini yang tak pernah lelaki itu tiduri?, mana tempat di kamarnya ini yang tak pernah disentuh oleh Joong?, karena dunianya hanya tentang Joong dan selalu saja lelaki itu. Bagaimana memperingati dirinya sendiri bahwa dia hanyalah gay menjijikkan?, yang sangat kurang ajar memendam perasaan pada sang sahabat yang sangat nyata bahwa lelaki itu normal.

“kau memiliki duniamu sendiri, tak ada yang berhak mengendalikannya, tapi... jika duniamu adalah Joong?, maka kau perlu mengganti duniamu sendirian Dunk, karena jika dua orang menyatukan dunianya, akan sulit untuk memisahkan mereka. Tak ada satupun yang bisa masuk diantara mereka, Keduanya telah menyatu, itu mungkin sudah terjadi pada View dan Joong” Phuwin meletakkan sebuah sticky note dihadapannya “tuliskan perasaanmu disini”

“untuk apa?” dia melirik sebuah botol kaca berukuran kecil yang ditunjuk Phuwin, persis berada di atas lemarinya, dia baru ingat itu adalah botol kecil berisi gantungan kunci musang pemberian Joong.

“kau mau menemukan dunia baru kan?”

“humm..”

“iya, tulis semua perasaanmu di atas sticky note ini, lalu masukkan disana. Kita akan mengurungnya, mengasingkannya hingga dia hancur lebur dalam toples yang pengap itu”

Feelings And Truth [Joongdunk]18+[END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang