Bab 18

110 18 28
                                    

Yeorin.

* * *

Seluruh wajahku menjadi merah.

"Apakah ada yang salah, sayang?" tanya ibuku, mengangkat alisnya seperti yang biasa dilakukannya saat menutupi kekesalannya.

Aku terkesiap saat Jimin menarik jari-jarinya, dan kakiku menegang karena merasakan tangannya meluncur lagi seolah tidak pernah terjadi apa-apa.

Aku bahkan tidak tahu bagaimana harus menanggapi saat Jimin membawa tangannya ke mulutnya dan, di hadapan seluruh keluarga kami, mengisap jari-jarinya sambil menatap ke arahku.

"Yeorin, apa ada yang salah?" renungnya, mengenakan senyum gelap di wajahnya.

Ya Tuhan.

Jika aku bisa menampar seringai sombong itu, aku akan melakukannya.

Tapi itu berarti mengakui sesuatu terjadi.

Sesuatu yang terlarang dan sama sekali tidak pantas.

Dan sangat panas hingga aku berkeringat deras dengan gaun ini, sedemikian rupa sehingga aku menggeser kursiku ke belakang dan berdiri, bergumam, "Aku... aku harus pergi...."

Aku segera memalingkan muka, hanya untuk menghadapi orang-orang lain di meja ini dengan rasa malu yang luar biasa. Dan mereka semua menatapku seperti aku kehilangan akal. Mungkin aku memang kehilangan akal.

Perlahan-lahan aku menjauh dari meja, berlari setengah jalan ke kamar mandi, sebelum aku menutup pintu di belakangku dan mengambil waktu sejenak untuk bernapas dan memikirkan apa yang baru saja terjadi.

Vaginaku masih berdenyut, dan aku masih bisa merasakan jari-jarinya di antara kedua kakiku.

Aku melihat ke sekeliling ruangan pada lampu neon redup yang tergantung di dinding, patung wanita telanjang di samping pintu, dan wallpaper ungu beludru eksotis yang berubah menjadi kebiruan karena pencahayaan yang gerah. Tempat itu terlihat aneh, sensual.

Bukan jenis kamar mandi yang kau harapkan di restoran kelas atas ini.

Aku mencoba menahan diri, tapi tidak ada yang membantu, jadi aku berjalan ke wastafel dan menyalakan keran untuk memercikkan air ke wajahku untuk mendinginkan panas yang menyebar di tubuhku.

Yang bisa ku pikirkan adalah betapa senang rasanya ketika dia melakukan itu dan betapa aku sangat ingin menangkapnya juga.

Apa yang salah denganku?

Ketika aku mengangkat kepala untuk melihat diriku lagi, Jimin ada di sana, menatap ku melalui cermin.

Aku menjerit.

"Jimin!"

Ada senyum jahat di wajahnya yang hanya semakin dalam begitu aku melihatnya. Seperti dia senang melihatku tersentak naik turun karena ketakutan.

"Apa yang kau lakukan di sini? Ini kamar mandi perempuan,” kataku, berusaha tetap tenang, tapi sulit saat dia begitu dekat denganku.

Dan terutama menjadi sulit untuk bernafas ketika dia menekan tubuhnya ke tubuhku, dia dengan keras menekan pantatku saat dia meletakkan kedua tangannya di wastafel.

"Aku baru saja datang..." Merinding menyebar di kulitku. "Untuk melihat bagaimana keadaanmu."

Suaranya rendah, serak, di ambang geraman, dan itu memicu hasrat yang tidak kuketahui.

Sialan.

Sesuatu memberi tahu ku bahwa dia tidak hanya di sini untuk memeriksa ku.

Tapi untuk menikmati melihat ku karena kerja kerasnya.

The Marriage DebtTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang