Jimin.
* * *
Aku mengemudi secepat yang ku bisa, mengejar cakrawala, melampaui batas kecepatan saat aku berlomba di jalanan untuk sampai di sana tepat waktu.
Ponsel ku berdengung terus menerus di kursi di sebelah ku.
Itu salah satu penjaga ku, tapi aku tahu dia tidak menelepon ku tanpa alasan.
Yeorin.
Aku berpikir untuk mengambilnya, tetapi apa yang akan terjadi jika aku melakukannya?
Apa pun yang keluar dari mulutnya akan membuatku tertekuk.
Aku menggerutu keras, menggemeretakkan gigi saat aku memindahkan persneling ke posisi setinggi mungkin dan menginjak gas.
Tidak ada waktu untuk mencari tahu.
Sekarang atau tidak pernah.
.
.
.Yeorin.
Sepuluh menit yang lalu
* * *
Dengan air mata mengalir di pipiku, aku mengambil foto itu dari lantai dan menatapnya.
Jari-jariku menyentuh wajah Jungkook, bibirku bergetar membayangkan akan menyentuhnya. Menyentuh pria yang menjadi dirinya.
Lima tahun.
Lima tahun telah berlalu sejak terakhir kali aku melihat wajahnya, dan ini dia, tepat di depanku.
Semua menjadi lebih tua.
Sama seperti ku.
Hidup.
Jantungku terasa seperti belum berdetak sejak aku pertama kali melihat foto ini.
Aku ingin membungkuk dan berteriak.
Sebaliknya, aku membanting foto itu ke atas meja dan mengobrak-abrik laci. Aku merobeknya keluar dari jalur dan membuang semua isinya ke lantai dengan mengamuk. Aku tidak berhenti sampai seluruh meja kosong dan semua bukti beterbangan di sekitar ku seperti daun-daun mati yang berjatuhan dari pohon di musim gugur.
Dan aku menangis, berlutut, merangkak melewati sisa-sisa hatiku yang telah mati dan hancur.
Banyak air mata mengalir ke kertas saat aku mengumpulkan foto-foto itu dan membentangkannya ke lantai di bawah ku. Setidaknya selusin jika tidak lebih dari Jungkook yang berjalan-jalan di tempat yang tidak ku kenali, di laut, menangkap ikan, di pegunungan, menggali lubang, terlihat sangat berantakan dan damai.
Bagaimana?
Tapi yang lebih penting, kenapa?
Air mataku yang kurang ajar dan panas menodai foto-foto itu, dan aku meraung keras dengan amarah yang membara saat aku bangkit dari lantai dan menyerbu penthouse.
Selama ini.
Selama ini, dia masih hidup.
Dan Jimin tahu.
Dia benar-benar tahu.
Dan dia tidak memberitahuku.
Dalam amarahku, aku membuang-buang furnitur, tapi tidak ada yang meredakan rasa sakit di hatiku atau menghentikan isak tangis yang tak terkendali merobek jiwaku. Sampai aku menemukan cermin dan menatap diriku sendiri, mengangkat sweter kebesaran untuk menyentuh tanda di kulit ku.
Kepemilikannya atas diriku.
Bekas luka pengkhianatan.
Aku menggaruk kata itu sampai berdarah, berteriak keras sampai aku menghancurkan cermin sialan itu juga.

KAMU SEDANG MEMBACA
The Marriage Debt
Romance(Completed) Dia lari dari pangeran mafia. Tapi sang pangeran tidak akan berhenti sampai dia menjadi istrinya. Aku, Choi Jimin. Pewaris salah satu kerajaan mafia paling kuat di Daegok. Mafia terkenal dengan selera jahat untuk perempuan. Tapi hanya ad...