Jodoh Pilihan Bapak [2]

1.3K 190 14
                                    

"Kamu boleh menangis, asalkan kamu menangis di pelukan saya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kamu boleh menangis, asalkan kamu menangis di pelukan saya."

Kini aku duduk di salah satu bangku di kafe, tempat di mana aku dengan Mas Gibran berjanjian. Aku menatap ke arah jendela yang menampilkan pemandangan di luar sana, sesekali menyesap kopi yang baru saja aku pesan.

Suara pintu kafe yang dibuka mengalihkan perhatianku. Kulihat lelaki jangkung berdiri di depan pintu, menatap kanan kirinya, seperti sedang mencari seseorang. Begitu mata kami saling bertatapan, ia tersenyum tipis, lalu menghampiriku. Dia Mas Gibran, orang yang sedari tadi aku tunggu.

"Udah lama di sini?"

Aku menggeleng sekilas. "Nggak, baru beberapa menit yang lalu."

Pria itu hanya mengangguk. Sempat hening beberapa menit karena kami tidak berbicara. Aku menatap kopi di genggamanku yang sudah mulai dingin.

"Cuacanya bagus, ya? Padahal kemarin-kemarin hujan deras."

Aku beralih menatap Mas Gibran, lalu mengangguk setuju. Cuaca hari ini lebih bersahabat daripada hari sebelumnya.

"Ngomong-ngomong, ini pertemuan kita yang ketiga kalinya."

Aku menatap Mas Gibran bingung. "Mas Gibran salah ngomong, ya? Harusnya kan pertemuan kedua. Orang kita baru ketemu beberapa hari yang lalu." Kukira Mas Gibran salah ucap, tetapi ternyata lelaki itu menggeleng.

"Sebelum itu, kita udah pernah ketemu."

Aku semakin bingung. Kapan kita pernah bertemu? Apa mungkin sebelumnya kita pernah berpapasan di suatu tempat?

"Saya masih inget, dulu bapak kamu beberapa kali bawa gadis kecil ke sekolah. Kata beliau, itu anaknya. Saya juga masih inget gadis kecil itu pernah datengin saya dan bilang, "Kakak ganteng kok sendirian di sini? Mau Kinar temani?" sambil ngasih saya permen," ucap Mas Gibran sembari tersenyum. Mendengar hal itu, aku mencoba mengingat kembali. Namun, sekuat apa pun aku mencoba mengingat, hasilnya nihil. Aku tidak bisa mengingatnya.

"Aku nggak inget, Mas," ucapku dengan tampang merasa bersalah.

"Nggak apa-apa, saya maklumin. Lagian kejadian itu udah lama."

Aku hanya mengangguk, lalu kembali menyesap minumanku.

"Saya pernah bilang kan di chat kalau saya mau mengenal kamu. Jadi, boleh kamu ceritain tentang kamu sendiri?"

[✓] Na Jaemin AsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang