5. Pertemuan Terakhir

382 55 4
                                    

Saat itu Kale sedang menyandar ke sisi dinding sambil membaca chat dari Daffa saat matanya tidak sengaja melihat sosok Gia yang baru saja sampai di depan gedung sekolah dengan seragam kotor. Tanpa sadar keningnya berkerut samar, apa jangan-jangan Gia dirundung lagi oleh cewek-cewek itu?

"Maaf harus nunggu lama. Aku ada urusan mendadak." Gia tersenyum seraya melihat jam tangannya. "Kita langsung masuk aja, takutnya makin telat."

Tetapi Kale tidak beranjak pergi, alih-alih melangkah masuk ke dalam aula, dia malah melepas jas almamaternya lalu tanpa banyak kata langsung memakaikannya pada Gia.

"Hari ini hari penting buat kamu. Jangan sampai dipermaluin sama anak sekolah lain." Kale bicara dengan nada datar. "Meski kamu hanya juara harapan, tetapi kamu harus tetap terlihat keren."

Mata Gia membulat, dia langsung menundukkan kepala. "Harusnya aku lebih berusaha lagi." Dia tersenyum kecil. "Aku nggak bisa sebaik kamu ngerjain soal-soalnya."

Kale menghela napas panjang, sebenarnya sekolah mereka tidak terlalu peduli soal memang atau tidaknya, toh meski kali ini sekolah mereka tidak mendapat juara pertama seperti kemarin dalam bidang Matematika, tapi setidaknya tahun ini mereka berhasil membawa piala yang lebih berharga.

"Jangan dilepas!" kata Kale saat Gia sadar bahwa dia memakai jas almamaternya dan hendak melepasnya. "Jangan sampai saya ngeliat jejak mereka ngerundung kamu lagi. Itu bikin saya pengen ngasih pelajaran lebih ke mereka."

Gia langsung bungkam, teringat bagaimana hebohnya seisi sekolah mengenai apa yang Kale lakukan pada salah satu cewek paling terkenal di sekolah mereka. Dia sendiri bahkan tidak percaya Kale bisa melakukan hal semacam itu tanpa takut dirundung oleh orang lain.

"Bukan dia." Gia bicara pelan, takut Kale melakukan hal yang sama dulu. "Seragamku kotor karena jatuh. Bukan karena apa-apa."

Kale menghela napas panjang. "Derajat kamu lebih tinggi dari mereka. Nggak perlu insecure sama sampah macam mereka."

Setelah memastikan penampilan Gia cukup rapi, akhirnya Kale berjalan mendului cewek itu menyusuri lorong sekolah menuju aula. Untungnya dia pernah ke gedung sekolah ini sehingga tidak kebingungan saat mencari ruang yang dituju.

Ketika masuk ke dalam aula, semua orang sedang bertepuk tangan dengan meriah. Kale langsung menatap ke atas panggung, pada seorang cowok yang mempunyai rupa seperti dirinya tengah berdiri di atas panggung untuk menerima penghargaan sebagai juara olimpiade Matematika tingkat nasional.

"Itu..." Gia langsung menutup mulutnya, berusaha tidak bicara apa pun meski dalam hatinya dia merasa bingung.

"Saudara saya." Kale menjawab pertanyaan Gia. "Kenan."

Gia tidak berkomentar apa pun, dari senyum dan tatapannya, dia tahu bahwa hubungan Kale dengan saudara kembarnya tidak terlalu baik. Bahkan Kale yang awalnya akan mewakili sekolah dalam bidang Matematika tiba-tiba diganti oleh dirinya, seolah membiarkan saudara kembarnya mengambil alih tempat yang berusaha Kale pertahankan.

"Kamu dipanggil." Kale menepuk pundak Gia, menyuruh cewek itu untuk bergabung bersama pemenang lain di atas panggung. Dia sendiri pergi ke tempat perwakilan sekolahnya duduk.

"Kali ini saya akan mengumumkan juara pertama olimpiade Fisika, dengan poin nyaris sempurna. Poin tertinggi setelah kemenangan terakhir Samael Rashad empat tahun lalu yang juga nyaris sempurna." Pembawa acara melirik ke arah tempat duduk sekolah Kale. "Berhasil diraih oleh perwakilan dari SMA Cahaya Bangsa dengan poin 96, Kale Rashad."

Seisi aula langsung dipenuhi oleh suara tepuk tangan.

"Juara kedua diraih oleh SMAN 14 dengan poin 83, Muhamad Fatih. Dan juara ketiga diraih oleh SMK Cipta Bangsa dengan poin 80,  Satria Nugraha." Sang pembawa acara tersenyum. "Silakan kepada para pemenang untuk datang ke atas panggung."

I WAS FINETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang