"Kasih tau gue, dimana markas persembunyian Darren?" Kale bertanya seraya menghidupkan mesin motor.
"Kenapa lo tiba-tiba nanya soal Darren? Lo ada urusan sama dia?" Adrian balik bertanya, biasanya Kale tidak pernah sembarangan menanyakan keberadaan seseorang jika tidak punya urusan dengan orang tersebut.
"Kasih tau aja, dimana tempatnya."
Dengan sangat terpaksa Adrian memberitahu alamat yang dia tahu, namun karena perasaannya tidak enak. Dia pun memanggil teman-teman yang lain untuk segera menyusul ke tempat biasa Darren kumpul bersama gengnya.
Entah dorongan dari mana, mungkin karena dia diliputi oleh amarah yang menggebu, tanpa rasa takut Kale menggebrak pintu gudang markas BAP. Diantara semua kerumunan orang-orang, tatapannya hanya tertuju pada satu orang.
Ketika dia mulai melangkah, perlahan orang-orang yang ada di sana berdiri lalu mulai mengusir Kale pergi, tetapi dia tidak gentar, tanpa memandang ke arah lain, dia menyingkirkan semua orang yang menghalanginya, meski dia harus babak belur, meski dia mendapat banyak pukulan, namun langkah dan tatapannya tetap tertuju pada satu orang yang kini mulai ketakutan setelah dia berhasil menghabisi banyak orang dalam satu waktu tanpa terjatuh sedikit pun.
"Kabur ke mana, heh?" Kale tersenyum miring, wajahnya yang babak belur dan kotor oleh darah orang lain entah mengapa membuatnya terlihat lebih menakutkan.
"Kenapa lo bisa ada di sini?"
"Bukannya lo udah tau jawabannya." Setiap langkah yang diambil Kale semakin membuat Darren merinding ketakutan.
"Gue nggak ada urusan sama lo, anjing! Kita nggak punya masalah apa pun!"
Kale terkekeh pelan, kedua matanya menyorot dingin seolah mampu membekukan tubuh Darren. "Killingme69 itu elo, kan?"
Darren mengerutkan kening, merasa panik saat dia tidak bisa melangkah mundur lagi karena di belakangnya adalah dinding.
Dengan ekspresi santai dan gerakkan yang tenang, Kale mengambil ponselnya lalu membuka room chat yang sengaja dia buat sebelum datang ke sini. Melihat orang-orang yang diundangnya sudah online, dia langsung melakukan siaran langsung yang memperlihatkan keadaan markas BAP serta wajah Darren yang ketakutan.
"Bu-bukan gue!" Darren menyangkal setelah menyadari sesuatu. "Gue cuma—" Kata-katanya terhenti begitu saja saat tiba-tiba Kale memukulnya secepat kilat. Bahkan tanpa sempat bangkit, wajahnya kembali dipukul habis-habisan.
"Senyum." Kale bicara dengan suara dingin. "Jangan ngerengek gitu, dong. Senyum. Sini liat ke kamera biar orang-orang liat tampang lo." Dengan kejamnya dia menyeringai seraya mendekatkan kamera ponselnya ke wajah Darren yang sudah lebam dan berdarah.
Darren terbatuk, ingin mengatakan sesuatu tetapi tenggorokannya ditekan oleh Kale yang membuatnya kesulitan untuk bernapas dan berbicara.
Kale melepaskan cengkraman tangannya dan membiarkan Darren terbatuk-batuk seraya menarik napas sekaligus hingga tersedak. Bukannya kasihan, cowok itu malah sengaja memperlihatkan keadaan Darren yang menyedihkan pada banyak orang.
"Jangan batuk terus dong, babi! Buruan senyum terus say Hai. Orang-orang udah pada mulai nanya tentang lo nih." Ekspresi Kale benar-benar terlihat kejam. "Bilang buruan! Lo masih mau liat matahari besok, kan?"
Kale menepuk wajah Darren. "Jangan lemah jadi orang. Cuma dipukulin gitu aja udah mau pingsan. Lemah lo." Hampir saja dia memukul cowok di bawahnya saat tiba-tiba pintu markas di buka. Dia segera berbalik ke belakang, melihat seorang cowok yang berdiri di sana dengan raut wajah terkejut. "Oh, Hai. Lo udah dateng," sapanya dengan nada yang coba diramah-ramahkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
I WAS FINE
Teen Fiction(Tiga tahun sebelum I Was Here) Kale pikir dia akan baik-baik saja, meski dunianya mulai hancur, meski dia harus kehilangan ayahnya, meski dia ditolak berulang kali oleh Mamanya, meski dokter mendiagnosanya dengan penyakit mematikan, dia akan tetap...