19. Holokaus

322 35 6
                                    

Kale belum sempat tersadar dari rasa terkejutnya saat tiba-tiba seseorang menarik tangan Thariq yang sedang mencengkram kerah bajunya.

"Sudah kubilang, bukan Kale. Dia nggak salah apa-apa." Suara tangisan itu menyadarkan Kale. "Ayo kita pulang. Jangan salahin Kale."

"Bukan Kale kamu bilang." Thariq menatap adiknya dengan tatapan marah. "Jelas-jelas dia pacar kamu, kalau bukan dia siapa lagi?!"

Gia tercekat mendengar teriakan Thariq, dia terus menundukkan kepala, berusaha menghindari tatapan Kale. "Bukan Kale. Ayo pulang."

Thariq menatap Gia untuk waktu yang lama sebelum akhirnya melepaskan cengkramannya. "Kenapa malah datang ke sini?" Nadanya masih terdengar dingin, tetapi suaranya terdengar khawatir. "Pulang sekarang." Dia mengalihkan perhatian pada Kale. "Urusan kita belum selesai. Datang ke rumah saya besok."

"Mas..."

"Itu batas toleransi Mas." Thariq menatap Gia sungguh-sungguh. "Entah dia pelakunya atau bukan, dia harus tetap datang untuk memberi penjelasan." Dia menarik tangan adiknya setelah meminta maaf karena membuat keributan.

Tanpa sadar, Kale melangkah mendekat hendak meraih tangan Gia namun cewek itu memalingkan tubuhnya dan berjalan lebih cepat. Hal terakhir yang dia lihat hanyalah punggung Gia yang menghilang masuk ke dalam mobil.

"Muka lo lebam tuh." Samael bicara untuk mencairkan suasana yang hening.

Kale menatap Samael. "Bang, gue nggak salah denger, kan?" tanyanya untuk memastikan. Takut kalau yang dia dengar tadi hanya khayalannya, takut kalau yang barusan datang bukan Gia melainkan orang lain.

Samael merangkul bahu Kale. "Bukan lo orangnya. Nggak perlu takut." Dia menatap Kale. "Kalau perlu, kita bisa ambil jalur hukum."

Kale masih merenung, memikirkan banyak hal. Apa ini penyebab Gia menjauh secara tiba-tiba darinya? Apa hal ini yang membuat Gia tiba-tiba menghilang tanpa kabar? Tapi kenapa? Siapa yang melakukannya?

Dadanya terasa sesak karena amarah, tangannya terkepal erat saat mengingat kembali raut takut di wajah Gia tadi. Dia merasa marah pada seseorang yang tega melecehkan Gia hingga hamil.

"Gia bukan orang kayak gitu." Kale memberitahu, takut Samael menganggap Gia sebagai cewek tidak baik. "Dia pasti dijebak, lo liat wajahnya tadi, kan? Dia kayak ketakutan begitu."

Samael hanya menganggukkan kepala, merasa percuma juga jika dia menyangkal. Adiknya tidak akan menerima saran dari orang lain. "Lo sama Daffa sering cerita tentang Gia, gue nggak mungkin nganggep dia bukan cewek baik-baik."

Kale menjatuhkan dirinya ke atas sofa lalu memikirkan siapa sekiranya yang menjebak Gia? Dia sangat tahu kehidupan sehari-hari Gia seperti apa, dia pun tahu semua teman-teman Gia, mereka semua adalah orang-orang baik yang tidak mungkin mempunyai niat jahat.

Saat memejamkan mata dan memikirkan siapa yang berani melecehkan Gia, tiba-tiba Kale teringat perkataan anak kelas sebelas sebulan yang lalu ketika dia berjalan bersama Gia.

"Anjir, mentang-mentang cewek murahan, jalannya sama siapa aja."

Kening Kale berkerut dalam. Apa jangan-jangan anak-anak itu mengetahui sesuatu tentang Gia.

Gia: Maafin sikap Kakakku kemarin, jangan dengerin omongan Mas Thariq apalagi sampai datang ke rumah. Jangan.

Jantung Kale berdegup kencang, setelah membaca chat dari Gia, dia langsung menelepon cewek itu. Namun, tidak peduli seberapa banyak dia mencoba, Gia tidak pernah menjawab teleponnya.

"Sial." Dia bergumam dengan nada kesal.

Keesokan harinya, Kale langsung pergi ke sekolah meski tidak diharuskan masuk. Tanpa memandang ke arah lain, bahkan sampai mengabaikan pertanyaan dari guru dan teman-temannya, dia terus berjalan ke belakang sekolah tempat biasa anak kelas sebelas nongkrong.

I WAS FINETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang