23. Langit dan Lautan

248 30 6
                                    

Seperti yang ditakutkan Samael, beberapa hari kemudian kedua orangtua Darren yang ternyata mempunyai pengaruh yang cukup bagus datang menemui Samael yang saat itu kebetulan sedang menunggu di depan kamar inap Kale. Wajah mereka sama sekali tidak memperlihatkan keramahan, namun Samael menanggapinya dengan tenang.

"Kami ingin bicara dengan orang yang sudah membuat anak saya cacat." Eline melangkah hendak masuk ke dalam kamar inap Kale tetapi langsung ditahan oleh Samael.

"Bicara dengan Kale hanya akan membuang waktu Anda." Samael berdiri menghalangi Eline dan Reksa masuk ke dalam. "Saya Samael, saudara dan keluarga Kale. Jika Anda berdua ingin bicara, lebih baik bicara dengan saya."

Eline menyipitkan mata, memandang pemuda di hadapannya dengan pandangan meremehkan. "Bagus. Bicara denganmu sepertinya akan lebih mudah." Dia melihat ke sekitar yang ramai. "Kita bicara di tempat yang lebih sepi."

Kemudian dengan patuh Samael mengikuti keinginan kedua orangtua Darren yang mengajaknya bicara di kantor kepala rumah sakit.

"Saya lebih nyaman bicara di sini." Eline melirik dokter yang duduk di antara mereka. "Beliau dokter pribadi keluarga kami, selama ini beliau lah yang merawat Darren. Saya harap kamu mau mendengarkan semua penjelasan beliau mengenai kondisi anak saya."

Samael tidak banyak bicara, dia mendengarkan dengan tenang dokter yang sedang menjelaskan tentang kondisi Darren yang dinyatakan lumpuh total, walau sejujurnya pikirannya sedang tidak berada di sana dan tersadarkan oleh teguran Reksa yang memanggil namanya.

"Saya akan melaporkan adik Anda ke polisi karena sudah menabrak dan membuat anak saya lumpuh. Anda sendiri sudah mendengar penjelasannya dari dokter pribadi kami."

Jari tangan Samael yang sedang mengetuk-ngetuk di sisi kursi langsung terhenti lalu fokus menatap orang di hadapannya. "Saya akui, adik saya memang salah sudah menabrak anak Anda. Tapi bukankah kecelakaan ini bisa saja terjadi karena ketidak sengajaan."

"Jangan berbelit-belit. Sudah jelas Kale yang menabrak anak saya secara terang-terangan. Kalau tidak, mana mungkin kondisi Darren bisa separah itu."

Samael tersenyum kecil, berusaha agar tidak terintimidasi oleh Eline dan Reksa. "Jelas mereka sedang balapan liar dan anak Anda mengerem motor secara mendadak, lalu apa yang bisa dilakukan adik saya yang kebetulan posisinya berada di belakang anak Anda?"

Eline terlihat emosi.

Samael menarik napas panjang. "Bukankah anak Anda sendiri juga tidak ingin membawa hal ini ke pengadilan?" Dia langsung pada intinya. Sebenarnya hal ini jugalah yang menguatkannya menang dari orangtua Darren. Meski heran kenapa Darren tidak mau melaporkan Kale, tetapi baginya itu adalah sebuah keuntungan.

"Darren baru saja dioperasi, pikirannya sedang tidak jernih. Jika dia sudah normal kembali, dia pasti akan langsung melaporkan Kale."

Samael mulai tidak tahan lagi, dia ingin masalah ini cepat-cepat selesai agar dia bisa fokus merawat Kale. "Mari kita ambil jalan damainya saja. Sejujurnya, saya tidak mau melalui proses yang berbelit-belit dengan datang bolak-balik ke pengadilan."

"Saya tidak peduli." Reksa menolak tegas. "Saya sudah menuntut Kale atas percobaan pembunuhan terhadap anak saya. Mau tidak mau, adik Anda harus datang ketika dipanggil oleh polisi."

Alih-alih merasa takut, ekspresi Samael terlihat begitu tenang. "Silakan Anda tuntut adik saya, tapi begitu adik saya dipanggil ke kantor polisi, maka jangan salahkan saya jika karir politik Anda mulai runtuh." Tatapannya tertuju pada Eline. "Dan bisnis yang Anda kelola merosot."

"Apa?"

Samael mengambil ponsel lalu memutar sebuah video yang memperlihatkan Reksa yang sedang berada di sebuah ruangan pribadi di sebuah kelab malam ternama bersama seorang pebisnis yang terkenal bermasalah. Tanpa dijelaskan pun, siapa pun pasti tahu maksud dari video tersebut.

I WAS FINETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang