Kejadian

1.8K 162 6
                                    

Bara adalah sosok pengusaha muda terkenal yang memimpin sebuah bisnis raksasa.

Dia sangat terkenal di kalangan pengusaha bahkan kalangan kaum hawa. Tampan, muda, citranya terkenal ramah, baik dan dermawan serta sangat inspiratif.

Hal itulah yang membuatnya diundang hari ini sebagai narasumber seminar bisnis di Universitas Dharma Bangsa. Sebuah universitas swasta tertua yang cukup terkenal. Mereka sudah mengirim undangan cukup lama dan baru mendapatkan balasan persetujuan setelah satu tahun lamanya dari pihak perusahaan milik Bara lantaran Bara terkenal sangat sibuk.

Beruntung indikator baik bagi hampir semua manusia adalah banyak harta. Jika seseorang banyak harta, maka dia akan dijadikan sebagai sosok inspiratif yang semua kata-katanya didengarkan, pikir Bara. Pria itu tersenyum miring di dalam mobil yang membawanya ke universitas itu.

"Hampir semua manusia memang sama saja. Selalu harta yang utama."

Begitu memasuki gerbang utama, Bara langsung menuju gedung rektorat untuk menemui rektor terlebih dahulu sebelum bersama pejabat lainnya ke aula utama tempat diselenggarakannya seminar. Berbeda dengan mobil kedua di belakang tempat Kinara berada yang terus melaju ke arah aula utama universitas itu.

Ya, Kinara diajak Bara untuk ikut untuk memegang beberapa perlengkapan yang akan dibawanya.

Penampilan Kinara yang begitu lusuh khas gadis kampung yang kontras sekali dengan penampilan para penduduk kampus, membuatnya disuruh Dava untuk menunggu di luar aula demi menjaga nama baik Bara. Gadis itu diarahkan untuk duduk di kursi panjang yang berada di samping gedung aula itu sambil memegang tas hitam yang diberikan kepadanya.

"Jangan kemana-mana sampai Pak Bara selesai memberikan seminar!" instruksi Dava membuat Kinara mengangguk patuh.

Kinara duduk menatap ke sekitar dengan sedikit takut dan waspada, karena tak terbiasa dengan lingkungan luar.

Tak lama dia memberanikan diri untuk mengedarkan pandangan dan mendapati bermacam-macam pemandangan.

Rupanya aula itu berada tepat di depan sebuah gedung megah yang sangat besar dengan dominasi warna merah. Di depan gerbang masuk gedung itu tertulis, "Fakultas Ekonomi dan Bisnis".

Kinara tampak takjub pada pemandangan orang-orang yang berlalu lalang dengan wajah serius untuk kepentingan masing-masing sampai taman-taman hijau yang diisi oleh cukup banyak mahasiswa yang tengah sibuk dengan aktifitasnya sendiri mulai dari mengerjakan tugas di laptop atau terlibat diskusi bersama kelompok kecilnya masing-masing.

Sekilas dia menatap ke gedung megah yang terbuat dari kaca itu. Dia dapat menangkap kelas-kelas yang berisi banyak mahasiswa yang tengah fokus mendengarkan dosennya yang menjelaskan di depan kelas.

Bibirnya langsung membentuk senyum simpul. Benar-benar terasa lingkungan akademiknya. Sesuatu yang dulu sangat diimpikan oleh anak kampung sepertinya.

Aulia dan Deena masih berdiri di balkon lantai tiga sambil berselisih tentang hal yang sama.

"Target marketmu itu sudah jelas, tapi strategi pemasaranmu itu yang tidak masuk akal, Na. Sudah buang banyak biaya, tapi tidak ada hasil yang signifikan," celoteh Aulia membuat Deena ingin menanggapinya, tapi ucapan gadis berhijab navy itu terhenti saat melihat ke arah depan gedung aula.

"Oh tidak, aku menyesal terlambat daftar seminar paling fenomenal yang ditutup sangat cepat karena kuotanya habis."

"What? Kenapa jadi bahas seminar?"

Deena langsung menarik wajah Aulia untuk melihat ke arah pandangnya. "Lihatlah betapa kinclongnya pematerinya. Tahu begini, aku antri dari subuh untuk mendaftar seminar. Aku tahu kamu akan menceramahiku dengan, 'Jagalah pandanganmu!' tapi Aulia, aku tidak bisa membiarkan yang bening begini nganggur. Dia sungguh lebih tampan dari yang terlihat di TV. Oh, Bara Rafardhan."

Tampak pemandangan Bara yang sedang berbincang ringan dengan rektor sebelum rombongan memasuki aula.

Aulia malah gagal fokus pada sosok gadis yang tengah duduk di kursi panjang di samping aula itu. "Kinara?" Dia yakin itu adalah gadis yang pernah ditemuinya.

Sontak dia langsung turun untuk memastikannya.

"Kinara?"

Kinara sedikit kaget mendapati seorang gadis berhijab marun sudah ada di hadapannya. "Aulia?" Dia langsung berdiri dengan wajah berbinar.

Gadis itu langsung tersenyum lebar. "Iya. Kita ketemu lagi. Kamu apa kabar, Kinara?"

Mereka langsung terlibat obrolan santai. Aulia membuat Kinara merasa lebih aman, karena tak ada pandangan merendahkan atau pandangan lain tentang dirinya.

"Aku belajar di FEB. Gedungku yang itu." Aulia menunjuk gedung merah yang ada di hadapan mereka.

"Kalau kamu juga tertarik ingin masuk ke universitas ini, beritahu aku, ya. Pendaftarannya sekitar beberapa bulan lagi. Pokoknya aku bisa bantu kamu daftar deh. Ayahku juga punya yayasan yang menyelenggarakan beasiswa. Aku pasti bantu kamu kalau kamu ingin kuliah di sini."

Pandangan mata Kinara langsung berbinar, tapi hanya beberapa saat karena redup kemudian. "Aku belum beritahu, Tuanku. Beliau belum tentu mengizinkannya."

Kinara menunduk lesu. Dia ingat sekali saat Bara murka dan membantingnya hingga terbentur dan terluka. Dia sedikit trauma dengan hal itu.

Hampir tiga jam lamanya Bara memberikan seminar di aula. Saat dia keluar dalam keadaan lelah, supir pribadinya langsung sigap membukakan pintu. Tapi belum sukses masuk ke mobilnya, tak sengaja dia menangkap pemandangan Kinara yang tengah berbincang dengan seorang mahasiswa pria bertubuh jangkung. Mereka hanya berbincang berdua dan tampak dekat.

Deg

Sontak Bara naik pitam. "Sudah saya bilang, jangan berbicara dengan orang asing!" gumamnya.

"Dava?"

Dava mendekat. "Iya, Tuan?"

"Bawa perempuan itu pulang! Sekarang!"

Kinara langsung dibawa pulang ke rumah Bara.

Baru masuk melalui pintu, tangan Kinara sudah ditarik paksa membuat tubuhnya jatuh ke lantai.

"Apa kamu merasa sangat cantik?! Apa kamu merasa harus berbincang dengan semua pria?!"

Deg

Jantung Kinara berdebar kencang lantaran ketakutan. Cepat-cepat gadis itu bangkit dan menyatukan tangan memohon-mohon di hadapan pria itu.

"Maafkan saya, Tuan ... saya tidak bermaksud ... maafkan saya ... maafkan saya ...." Dia terus mengemis dengan air mata yang tertahan di pelupuk matanya.

Bara menunjuk-nunjuk dahi Kinara dengan telunjuknya dengan kasar.

"Apa kamu belum sadar juga siapa dirimu?! Kamu cuma pelacur sok suci yang dipungut dari bar! Apa kamu tidak sadar?!"

"Maafkan saya, Tuan ... maafkan saya ...."

Kinara tak tahu bahwa berbincang dengan seorang mahasiswa yang menghampirinya itu merupakan sebuah kesalahan besar dalam pandangan Bara.

"Kamu memang tidak pernah menyadari posisimu! Saya akan membuat kamu sadar!"

SRET

Tangan Kinara langsung ditarik paksa ke lantai dua. Begitu sampai di sana, tubuhnya dihempas kasar ke atas kasur.

BRUK

Bara langsung membuka jas hitamnya dan tanpa berpikir jernih lagi langsung melakukan aksi bejatnya.

"JANGAN ...."
"JANGAN ...."
"JANGAN ...."
"MAAFKAN SAYA, TUAN ... JANGAN ...."
"MAAFKAN SAYA, TUAN. MAAFKAN SAYA ...."

Semua air mata Kinara tidak berharga dalam pandangan Bara. Semua permintaan penuh nada memohon bahkan mengemis itu tidak dihiraukannya. Dia menjadi sangat gelap mata lantaran naik pitam. Siang itu dia memperkosa gadis yang digajinya untuk menjadi asisten rumah tangganya bukan sebagai pelacur.

Sayup-sayup semua kenangan masa lalu Kinara yang selalu menghantui hidupnya melalui mimpi buruk itu kembali terputar di kepalanya. Semua ketidakadilan dan semua keputusasaannya kembali terulang.

Sekali lagi, hidupnya kembali lebih sunyi dan hampa.

Kinara VS Mr. Perfeksionis (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang