Mentari sore masuk melalui tirai yang sedikit terbuka. Menyinari ruang pengap tempat Kinara yang masih berbaring dalam posisi menyamping menghadap ke arah jendela. Pakaiannya entah kemana. Tubuhnya hanya ditutupi selimut silver milik pemilik ranjang itu.
Dia hanya termenung dalam diam, terdiam dalam waktu yang cukup lama dengan hujan yang terus menetes dari matanya. Pipinya penuh dengan bekas air mata.
Siapa yang akan peduli? Bahkan pria yang bertindak bejat padanya itu pun sudah pergi untuk urusannya tanpa belas kasihan. Menghamburkan sejumlah uang di atas kasur seolah ingin menegaskan status pelacur.
Kejadian beberapa jam yang lalu itu terus berputar di kepalanya tak ingin pergi. Bercampur dengan kenangan masa lalu yang selalu menghantuinya.
Kini seolah dia kembali dapat melihat dengan jelas setiap detik kejadian itu. Setiap ketakutan, teriakan, paksaan, pukulan, tangisan, dan semua yang melukai fisik dan hatinya.
Sudah lama dia berusaha sembuh meskipun tak sesembuh itu, tapi sekarang perasaan itu kembali muncul.
Perasaan kotor.
Ingin sembunyi.
Ingin pergi menghilang.
Ingin mati.
Dia ingin berbicara tapi siapa yang akan mendengarkan dan membelanya? Dia sudah dibungkam sejak lama dan disalahkan meskipun dirinya adalah korban. Dibela oleh beberapa pihak pun tak memastikan dirinya mendapatkan keadilan meskipun seujung kuku.
Dia ingat perkataan pamannya. Pria bejat pertama yang memperkosanya.
"Ini balasan untuk kebaikanku! Orang tuamu pun tinggalkan kamu dan hanya kirim uang. Tidak ada yang peduli sama kamu kecuali aku!"
Lalu pria bejat lain siang itu pun mengucapkan perkataan senada. "Kamu tidak lebih dari pelacur di bar yang dipungut ke sini. Jika bukan karena saya, kamu saat ini melayani semua pria-pria hidung belang di luar sana!"
Seolah dia memang pantas mendapatkan semua itu, seolah dia yang bersalah, dan seolah dia berhutang kepada pria-pria itu.
Perlahan dia menarik selimut menutupi kepalanya. Matanya terpejam dan hanya satu perasaan di hatinya. Dia ingin bunuh diri saat itu juga.
***
Semenjak kejadian itu, Bara belum pulang ke rumah keduanya itu. Dia tenggelam dalam kesibukannya.
Sepanjang rapat siang itu, dia terlihat tak fokus dan banyak melamun. Kejadian sebelumnya bersama Kinara sungguh sangat mempengaruhinya. Ada perasaan yang sangat aneh di dalam hatinya yang sulit dideskripsikan. Tidak, itu bukan perasaan bersalah. Dia tidak pernah menyesali semua tindakannya dan dia tidak boleh menyesal, karena dia selalu bertindak benar, pikirnya mencoba menyangkal.
Namun, kenapa tangisan gadis itu selalu muncul di benaknya seperti menghantuinya siang dan malam. Dia bingung dengan apa yang terjadi pada dirinya. Sangat bingung.
Malamnya dia memutuskan pulang ke rumah keduanya itu. Saat masuk ke dalam rumahnya, semua tampak normal. Rumahnya tampak terawat seperti biasa.
Hanya saja saat membuka pintu kamarnya, ruangan itu masih berantakan dang terasa pengap. Persis seperti tiga hari yang lalu dengan banyak lembaran uang berwarna merah yang berhamburan di atas kasur dan lantai.
Dia seolah masih melihat kejadian di ruangan itu. Masih mendengar dengan jelas teriakan Kinara.
"JANGAN ...."
"JANGAN ...."
"MAAFKAN SAYA, TUAN ... MAAFKAN SAYA ...."Mendadak dia terpaku di tempatnya untuk beberapa saat. Perasaan hampa semakin memenuhi hatinya.
"KINARAAAA ...."
"KINARAAAA ...."
"KINARAAAA ...."
KAMU SEDANG MEMBACA
Kinara VS Mr. Perfeksionis (TAMAT)
Spiritualité📚 PART LENGKAP #Karya 12 Kinara hanya memiliki dua cita-cita, yaitu membawa kembali ibunya yang bekerja sebagai TKW di Malaysia dan bisa melanjutkan kuliah. Keluarga ibunya yang masih memegang prinsip bahwa wanita tak perlu sekolah tinggi karena d...