Naufal memasuki ruangannya dan sedikit terkejut saat mendapati Bara sudah duduk di sana dalam diam.
"Bara?"
Pria muda itu hanya melihatnya dengan tatapan datar. Tak ada sepatah katapun membuatnya ikut mengambil tempat di sofa yang ada di hadapannya.
"Kamu sudah melihat perkembangan, 'kan? Saya harus melakukan ini. Kita harus bisa beradaptasi dengan keadaan dan memastikan diri dan bisnis kita aman," ujarnya santai sambil menahan senyum.
Ekspresi Bara tetap saja tak terbaca. Sejujurnya dia masih memikirkan perkataan Sheila, dan masih heran pada Naufal yang cepat sekali bertindak mendepak Sheila setelah sekian lama selalu membela wanita itu.
"Teman dan lawan itu tidak penting dalam dunia kita. Semuanya bisa berubah sewaktu-waktu."
"Tadi siang saya bertemu Sheila." Bara buka suara.
Entah kenapa Naufal terlihat tak suka. "Hah? Kamu mau membantunya? Jangan pernah lakukan itu! Saya sudah susah payah memperjuangkan agar kita tidak hancur. Ini semua untuk kamu. Ingat itu!"
"Sheila bilang bahwa paman terlibat dalam kasus kecelakaan orang tua saya."
Seketika Naufal terpaku sebelum sedetik kemudian tertawa lepas. Entah apanya yang lucu. "Hahahahaha ... orang gila seperti dia kamu percaya. Aneh kamu! Kalau saya pelakunya, seharusnya dari dulu kasusnya sudah terbuka dan saya juga tidak perlu mengasuh kamu 'kan? Tapi kenapa saya mau susah payah membesarkan kamu? Jelas-jelas kasus itu kecelakaan tunggal. Polisi sudah merilis keterangan resmi. Kenapa kamu tidak percaya?"
Bara tampak tetap tenang meskipun sudah membaca kepanikan di wajah Naufal. "Saya cuma mengonfirmasi saja, Paman. Saya tidak percaya hal itu."
"Bagus kalau kamu tidak percaya."
Pria muda itu langsung bangkit dan meninggalkan ruangan Naufal dalam diam. Dia tidak ingin percaya pada Sheila, karena dia sudah menganggap Naufal seperti orang tuanya. Dia tidak percaya pada Sheila, karena dia sangat mempercayai Naufal. Tidak mungkin, pikirnya.
Tapi hati kecilnya menyangkal. Lantaran semua yang menyangkut orang tuanya membuatnya penasaran. Sehingga dia memilih sengaja meninggalkan ponselnya di sana sambil menunggu di lobi dengan mengenakan masker.
Agak lama dia menunggu, Naufal tak kunjung keluar dari kantor, tapi seseorang yang dikenali oleh Bara terlihat baru masuk ke dalam.
Bara mengerutkan dahi dan memastikan wajah orang yang tengah menunggu lift itu. Tidak salah lagi, itu pengacara Sheila yang kerap muncul di media. Dia seperti melihat ke sekitar dan memastikan semuanya aman sebelum masuk ke lift.
Kenapa dia ke sini? Bara heran.
Bara langsung bangkit dan menekan lift khusus petugas kebersihan. Setelah sampai di lantai atas, dia kehilangan jejak pria itu. Tapi instingnya mengatakan pria itu ke ruangan Naufal. Benar saja, saat dia membuka pintu dengan perlahan, Naufal dan pengacara Sheila itu sedang duduk di balkon.
Bara masuk ke ruangan itu, dan duduk di balik tembok dekat jendela agar tak terlihat.
"Pokoknya kamu harus bisa membujuk Sheila untuk mendapatkan bukti-bukti peristiwa itu." Kali ini Naufal yang berbicara.
"Dia belum mau memberikannya. Saya sudah bilang, ini untuk kepentingan melapor balik, tapi dia menolak. Sepertinya dia belum percaya pada saya."
"Ingat, ya. Sheila tidak akan bisa melaporkan saya, karena kematian Razka Adipati Rafardhan dan istrinya, itu ada campur tangan pelaku utama, yaitu Adji Widyaguna. Bukan hanya saya yang terlibat. Kalau mereka melaporkan saya, maka si tua bangka yang masih lemah pasca koma itu juga terseret."
KAMU SEDANG MEMBACA
Kinara VS Mr. Perfeksionis (TAMAT)
Spiritual📚 PART LENGKAP #Karya 12 Kinara hanya memiliki dua cita-cita, yaitu membawa kembali ibunya yang bekerja sebagai TKW di Malaysia dan bisa melanjutkan kuliah. Keluarga ibunya yang masih memegang prinsip bahwa wanita tak perlu sekolah tinggi karena d...