Bara tak lupa meluangkan waktu untuk bertemu Mira, psikolog kepercayaannya yang menangani Kinara.
"Apa masa terberat dalam hidupmu?"
Bara yang duduk di seberang meja itu termenung sebentar dengan pertanyaan itu. "Harus memimpin perusahaan besar dengan ribuan pekerja di usia 23 tahun. Usia saat orang-orang belum lama melepas masa remaja dan tengah menikmati masa dewasa awal dengan tanggung jawab yang sedikit," akunya dengan jujur membuat wanita berambut sebahu itu angguk-angguk kepala.
"Saat ini, Kinara pun sedang melalui masa terberat dalam hidupnya, Bara."
Bara terdiam lama. Dia tak sanggup menyela ucapan Mira.
"Izinkan saya menjelaskan sedikit terkait pemerkosaan. Tindakan pemerkosaan yang diterima oleh korban selalu mengakibatkan luka mendalam pada fisik dan juga psikologi dari korban. Trauma yang diterimanya terlalu dalam. Bahkan bisa sampai terpikir untuk mengakhiri hidup."
Deg
Jantung Bara berdegup kencang.
"Setelah mengalami tindakan seksual yang tidak diinginkan, kemungkinan korban akan mengalami dua stres, yaitu stres yang langsung terjadi dan stres jangka panjang.
"Stres yang langsung terjadi ini merupakan reaksi dari kesakitan secara fisik, malu, marah, takut, tidak berdaya, dan sejumlah perasaan negatif lainnya. Sedangkan stres dalam jangka panjang adalah trauma yang menyebabkan kurangnya kepercayaan diri, konsep terhadap diri yang negatif, menutup diri dari pergaulan, dan lainnya. Jika tidak mendapatkan dukungan dari pihak-pihak sekitar terutama keluarga, maka korban kemungkinan dapat mengalami post traumatic stress disorder (PTSD), yaitu gangguan secara emosi yang berupa mimpi buruk, sulit tidur, kehilangan nafsu makan, depresi, ketakutan dan stress," jelas Mira dengan ekspresi serius.
Bara teringat beberapa hal yang jika dicocokan pada keadaan Kinara, semuanya terasa masuk akal baginya terutama tentang mimpi buruk.
"Masalah psikologi yang dapat dialami adalah menyalahkan diri sendiri, gangguan mental, keinginan untuk bunuh diri, dan lainnya. Ini benar-benar butuh dukungan dari pihak keluarga sebagai pihak terdekat. Jika pihak keluarga pun malu atas peristiwa ini dan tidak memberikan perhatian serta dukungan, ini dapat memperparah psikologi korban.
"Pada fisik, korban pemerkosaan dapat mengalami kehamilan yang tidak diinginkan, terjangkit penyakit menular seksual atau kondisi medis lain seperti peradangan, infeksi atau pendarahan pada alat kelamin sampai gangguan hasrat seksual hipoaktif (HSDD), yaitu keengganan ekstrem untuk berhubungan seksual atau bahkan menghindari semua kontak seksual."
Tak menghitung lama, rasa bersalah langsung menjalar luas di hati Bara.
Pasca kejadian itu, Kinara tidak langsung diperiksa secara medis untuk memastikan kondisi fisik dan tidak mendapatkan pertolongan secara psikologi.
"Apa dia menceritakan kejadiannya?" tanya pria itu.
"Itu hal yang cukup sulit dilakukan oleh korban, Bara. Umumnya korban tidak mau menceritakan peristiwa itu, karena akan sangat melukai mereka. Ada perasaan marah, malu, kecewa, cemas, tidak berdaya, dan tekanan batin yang luar biasa.
"Belum lagi, hal buruk di lingkungan kita adalah kita terkadang justru menyalahkan korban dan pihak keluarga pun malu karena memiliki anggota keluarga yang menjadi korban pemerkosaan, sehingga cenderung menutupi dan tidak meminta bantuan pihak-pihak terkait seperti pihak berwajib. Kemudian trauma yang dialami korban itu bisa seumur hidup, tapi pelaku seringnya dihukum ringan atas perbuatannya. Bahkan dibela oleh beberapa orang. Sungguh miris."
"Apa yang harus saya lakukan? Berapa yang harus saya bayar agar Kinara bisa sembuh?"
Pria itu masih berpikir bahwa uangnya bisa menyelesaikan semuanya.
"Ini bukan masalah bayar dan dibayar, ini masalah serius. Korban membutuhkan dukungan dan perasaan aman serta penerimaan dari keluarga dan orang-orang sekitar. Bila perlu dilaporkan pada pihak berwajib. Selama proses itu, korban perlu pendampingan dalam banyak aspek untuk dapat melewati masa 'kritis' ini sampai lumayan sembuh. Tapi yang harus dipastikan adalah keberadaan pelaku di sekitar korban pun sangat mempengaruhi psikologi korban. Karena setiap melihat pelaku, korban pasti takut, jijik, dan teringat peristiwa tidak menyenangkan yang dialaminya."
Deg
Jantung Bara lebih berdegup kencang, karena jika berbicara pelaku, dialah orangnya. Mira pasti sudah mengetahuinya, tapi sebagai orang kepercayaan Bara, dia tak mungkin mengatakannya secara frontal.
"Saya sudah menggali beberapa informasi, dan ini kasus kedua baginya. Kasus pertama yang pernah dialaminya itu dilakukan oleh salah satu kerabatnya, tapi pada saat yang sama dia harus hidup dengan pelaku selama bertahun-tahun. Kasus pertama juga membuatnya hamil dan keguguran. Seumpama gelas, dia telah pecah berkeping-keping tapi disuruh untuk menyatu kembali. Itu terlalu sulit baginya."
Untuk beberapa saat Bara merasa waktu berhenti. Dia tahu bahwa itu bukan pertama kali bagi Kinara. Dia mengetahuinya saat melakukan aksi bejatnya, tapi dia baru tahu fakta baru bahwa Kinara pernah menanggung luka yang dalam dengan tetap hidup bersama orang yang menghancurkan hidupnya, hamil dan keguguran.
Betapa kesepian dan sulitnya apa yang harus ditanggung oleh Kinara, sementara dia tidak mendapatkan pembelaan apapun dan tidak mendapatkan tempat untuk keadilan atas dirinya. Sedangkan dulu usianya masih sangat muda untuk menanggung luka sedalam itu.
Memikirkannya Bara sampai tak sadar lagi dengan sekitarnya. Bahkan saat masuk ke mobilnya pun dia hanya duduk termenung dalam diam.
Mendadak dia teringat bagaimana dia melakukan aksi bejatnya yang diakhiri dengan menghamburkan uang sampai memenuhi ranjang dan lantai untuk membuat Kinara merasa dirinya adalah pelacur.
.
.
"Apa yang sudah saya lakukan?"
***
Sumber :
Jurnal psikologi "Perkosaan, Dampak, dan Alternatif Penyembuhan" oleh Ekandari, Mustaqfirin, Faturochman dari Universitas Gadjah Madaaldokter.com
KAMU SEDANG MEMBACA
Kinara VS Mr. Perfeksionis (TAMAT)
Spiritual📚 PART LENGKAP #Karya 12 Kinara hanya memiliki dua cita-cita, yaitu membawa kembali ibunya yang bekerja sebagai TKW di Malaysia dan bisa melanjutkan kuliah. Keluarga ibunya yang masih memegang prinsip bahwa wanita tak perlu sekolah tinggi karena d...