"Kamu serius mau temuin Kinara?" tanya Rafiq yang tengah fokus menyetir itu pada Aulia yang tengah duduk di sampingnya.
"Serius. Pak Bara sendiri yang hubungi aku lho, Kak."
Sejujurnya Aulia kaget, Bara tiba-tiba meneleponnya dan mengizinkannya menemui Kinara.
"Tapi kamu harus jaga sikap, ya. Maksud kakak, kalau kamu mau ngajak Kinara untuk sesuatu, itu harus atas persetujuan Pak Bara. Biar bagaimanapun, Kinara itu 'kan statusnya masih bekerja sama Pak Bara dan kayaknya memang ada perlindungan khusus dari Pak Bara."
"Maksud kakak?"
Rafiq tampak berpikir, "Kakak udah pernah ke rumah utama, Pak Bara. Sering malah, karena ayah sering ketemu juga sama Pak Bara. Di rumah utama tuh banyak pelayan alias asistennya Pak Bara. Tapi kenapa Kinara satu-satunya yang diajak ikut nemenin ke seminar?"
Aulia langsung menyadari sesuatu. "Iya juga sih, Kak."
Aulia berusaha menepis rasa penasarannya begitu sampai di rumah kedua Bara itu.
"Assalamu'alaikum," serunya yang tak lama terdengar sahutan balasan dari dalam rumah.
"Wa'alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh."
Saat pintu besar rumah itu terbuka, Aulia langsung tersenyum cerah.
"Kejutan."
Kinara langsung berbinar. "Aulia?"
Sontak keduanya langsung berpelukan erat.
"Pak Bara hubungi aku dan ngizinin aku buat ketemu kamu, Kinara."
Kinara mengerutkan dahi. Dia baru tahu bahwa Aulia dan Bara saling kenal.
Sekilas Kinara teringat pesan singkat Bara tadi pagi.
"Jika ada tamu yang menemuimu, terima saja. Saya izinkan."
Kinara baru paham maksudnya.
"Masuk, masuk, Aulia."
Kinara langsung mengajak gadis berhijab navy itu untuk masuk dan menyuguhkan sesuatu.
"Kamu apa kabar?"
"Aku baik, Aulia. Kamu gimana?"
"Alhamdulillah baik juga. Aku seneng banget denger kabar kalau kamu mau daftar ke Dharma Bangsa. Pak Bara cerita, katanya kamu sedang persiapan untuk tes masuk, ya?"
Kinara mengangguk agak malu-malu. "Iya, Aulia. Aku baru tahu, kamu dan Pak Bara saling kenal." Dia bisa memastikan tanpa bertanya, Aulia pasti bukan anak orang sembarangan, pikirnya.
Gadis berhijab yang selalu tampak sederhana itu mengangguk. "Yap. Aku kenal Pak Bara waktu aku masih SD. Ada deh ceritanya. Tapi yang lebih penting adalah ini." Tangannya mengacungkan sebuah buku yang cukup tebal. "Aku bawain juga rangkuman catatanku dulu pas tes masuk. Semoga bermanfaat."
Kinara langsung menerima buku bersampul merah itu dengan senyum lebar. "Terima kasih, Aulia."
"Sama-sama, Kinara."
Aulia tidak tahu, tapi sejak awal bertemu Kinara, dia merasa harus membantu gadis itu. Entah kenapa dia teringat anak-anak pedalaman yang dibantu pendidikannya oleh ayahnya. Hatinya tergerak karena hal itu.
"Kamu harus serius belajarnya, ya, Kinara. Pokoknya semangat deh. Kalau ada sesuatu yang mau kamu tanyakan, kamu boleh hubungi aku." Perkataan gadis itu terdengar sangat tulus membuat Kinara kagum.
"Kadang saya minder, apa bisa saya lulus?"
Bahunya langsung ditepuk oleh gadis berhijab yang duduk di sampingnya itu. "Insyaallah pasti bisa, Kinara. Semua orang berhak untuk mengembangkan diri menjadi lebih baik melalui pendidikan. Harus optimis. Semua orang berhak untuk punya impian dan cita-cita.
"Hanya aja, beberapa orang bermimpi dengan cara tidur, tapi beberapa orang bermimpi dengan bangun dan melakukannya. Kamu di golongan kedua. Iya, 'kan?"
Kinara tertawa kecil sebelum ekspresinya kembali berubah lesu membuat Aulia terpikir sesuatu. Karena sering bertemu dengan gadis-gadis dari pedalaman, Aulia paham, bahwa kebanyakan dari mereka menganggap pendidikan tidak ada dalam daftar hidup mereka, karena kebanyakan tokoh masyarakat mereka memandang, pria saja yang boleh bersekolah tinggi.
"Kamu tahu enggak, Kinara, Islam itu udah dateng dari dulu untuk membebaskan wanita dari hanya dipandang masyarakat kelas dua, objek pemuas hawa nafsu doang, yang bahkan enggak berhak atas dirinya sendiri alias bisa diwariskan tuh perempuan. Seperti barang. Udah gitu, orang-orang jahiliyah dulu tuh kalau tahu istrinya lahirin anak perempuan, suaminya bakal maluuuuuu banget sampai milih ngubur hidup-hidup anak perempuan. Saking merasa bahwa perempuan tuh cuma aib doang yang enggak bisa menentukan nasibnya sendiri seperti para pria.
"Islam dateng menghapus itu semua. Membawa ajaran, bahwa secara umum pria dan wanita itu berada pada posisi yang sama. Sama-sama manusia seutuhnya, tidak boleh saling menindas satu sama lain, sama-sama punya hak dan kewajiban, sama-sama harus jalanin syari'at dan hukum Islam, sama-sama bisa berkontribusi dalam keluarga dan negara secara luas sesuai dengan peran dan kodratnya masing-masing dengan saling melengkapi dan tidak melanggar syari'at Islam.
"Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman,
"Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan." (QS. An-Nahl : 97)
"Ini cuma salah satu ayat dari banyak ayat lainnya di Al-Qur'an yang membuat kita paham, bahwa wanita itu tidak didiskriminasikan dalam Islam. Wanita berhak atas pendidikan yang layak, bahkan kalau dia menguasai suatu ilmu tertentu, dia dapat berkontribusi di masyarakat dengan ilmunya selama tidak melanggar batasan syari'at.
"Poinnya adalah Islam telah datang memuliakan wanita. Baik sebagai anak, sebagai istri, dan sebagai ibu maupun sebagai anggota masyarakat. Peran wanita dalam Islam pun diakui dan dipandang sangat mulia. Jadi jangan minder karena kamu perempuan.
"Kalau kamu menginginkan sesuatu dan kamu berdoa, kalau sesuatu itu baik untukmu, sesulit apapun jalan untuk mencapai hal itu akan dibukakan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala untukmu. Yang penting mau dulu dan berusaha, perkara hasil dan solusi dari kendala, itu urusannya Allah Subhanahu wa Ta'ala."
Mendengar gadis berhijab yang tampak senangat itu membuat Kinara tertular semangat.
"Terima kasih, Aulia."
"Sama-sama, Kinara. Maaf, ya, aku kesannya jadi ceramahin kamu."
Keduanya langsung tertawa bersama.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kinara VS Mr. Perfeksionis (TAMAT)
Spiritual📚 PART LENGKAP #Karya 12 Kinara hanya memiliki dua cita-cita, yaitu membawa kembali ibunya yang bekerja sebagai TKW di Malaysia dan bisa melanjutkan kuliah. Keluarga ibunya yang masih memegang prinsip bahwa wanita tak perlu sekolah tinggi karena d...