Setelah menyeberangi danau, Kinara berkali-kali dibuat takjub saat sampai di padang rumput yang tak begitu luas. Hasil tanaman Fakultas Pertanian.
Tak jauh dari sana ada kandang-kandang yang berjejer berisi macam-macam hewan. Seperti sapi, kambing, domba, kerbau, dan kuda. Ada juga kelinci, bebek, dan ayam.
"Tuan? Lihat." Dia menunjuk dengan semangat ke arah kandang yang berisi sapi perah berwarna hitam putih. Cepat-cepat Kinara langsung berjalan ke sana.
Bara mengikutinya dengan tersenyum.
"Cantik sekali di sini. Apa tempatnya memang seperti ini, Tuan?"
"Mereka menanamnya sendiri dan mengembangbiakan hewan ini sendiri untuk kepentingan perkuliahan. Jadi ilmu yang mereka dapatkan di kelas dapat diterapkan di sini," jelas Bara membuat Kinara angguk-angguk kepala. Dia semakin kagum pada dunia perkuliahan.
"Ini miliknya Fakultas Peternakan. Miliknya Fakultas Kedokteran Hewan ada lagi."
Kinara menatap Bara dengan antusias. "Ada lagi, Tuan? Banyak sekali."
"Iya. Miliknya Kedokteran Hewan dekat dengan gedung dan laboratorium mereka. Agak jauh dari sini."
Keduanya langsung berkeliling melihat-lihat hewan yang ada. Bara bisa melihat binar di mata Kinara. Bahagia yang tidak dibuat-buat. Seolah sudah lama sekali wanita itu tidak sesemangat hari ini. Dia tidak menyangka bahwa Kinara akan sebahagia itu.
"Kampus ini cantik, 'kan?" tanya Bara tiba-tiba.
Kinara yang tengah melihat-lihat kuda di kandangnya itu mengangguk dengan senyum di wajahnya. "Iya, Tuan. Sangat cantik. Luas juga."
"Bagaimana kalau kamu kuliah di sini?"
Deg
Ekspresi Kinara berubah menjadi tak terbaca. Manik hitamnya tiba-tiba saja berkaca-kaca.
"Maksudnya, Tuan?"
Bara tersenyum tipis menatapnya. "Iya. Saya menawarkan kepada kamu. Apa kamu mau kuliah di sini? Saya bisa biayai kuliah kamu sampai lulus. Lagipula usiamu masih 20 tahun, Kinara. Usia dimana dulu saya masih kuliah. Dan, kamu perempuan. Banyak sekali perempuan-perempuan hebat di dunia ini dan di kantor saya juga banyak.
"Perspektif perempuan sangat bagus dan luas. Saya suka. Sehingga, saya menyimpulkan bahwa perempuan itu harus terpelajar dan cerdas, karena dunia mereka luas. Akan lebih banyak pilihan jika mereka terpelajar, lebih luas dari dapur, sumur, dan kasur seperti ungkapan orang zaman dulu. Sesimpel mereka harus mendidik generasi juga, 'kan kalau mereka akan menjadi ibu. Tugas yang mulia itu akan sangat bagus jika didukung dengan pendidikan yang tepat," jelas Bara membuat Kinara tak percaya.
"Tuan serius?"
"Iya. Apa kamu mau?"
Tiba-tiba Kinara langsung berbalik membelakangi Bara. Dia menangis.
Cepat-cepat dia menghapus air matanya dan berusaha tersenyum sebelum kembali berbalik menghadap Bara.
"Tapi ... apa tidak terlambat jika berkuliah di usia 20 tahun, Tuan? Seharusnya saya kuliah saat lulus SMA, 'kan?"
"Kuliah agak beda dengan sekolah, Kinara. Umumnya tidak ada patokan khusus untuk usia. Dalam sekelas, kamu bisa menemukan orang yang baru lulus SMA, orang yang sudah beberapa tahun lulus SMA, orang yang sudah berumah tangga, bahkan orang yang sudah memiliki anak dan usianya sudah sangat jauh darimu. Pokoknya beragam.
"Lagipula, proses hidup itu tidak harus selalu sama dengan orang lain. Kita tidak sedang bersaing dengan siapapun, 'kan? Lambat dan cepat itu bukan tolak ukur selama kita memiliki tujuan yang jelas. Menurut saya, jalani saja proses kita sendiri dan apa yang kita yakini. Jangan membanding-bandingkan diri kita dengan orang lain, padahal standar kita berbeda."
Kinara kembali berkaca-kaca dibuatnya. "Apa ada syaratnya, Tuan?"
"Tidak ada syarat apa-apa. Hanya ingin tahu, kamu mau atau tidak? Saya juga tidak memaksa keputusanmu. Bagaimanapun yang akan menjalani perkuliahan itu kamu dan yang harus bertanggungjawab atas prosesnya juga kamu. Jangan menjalani suatu pilihan dalam hidup itu sesuai pilihan orang lain, karena belajar dari kisah saya, rasanya sangat menjenuhkan dan selalu menyalahkan orang lain jika menemukan kendala dalam perjalanannya.
"Dalam perkuliahan juga ada masa jenuh yang terasa sangat menyiksa. Sesuka apapun kita dengan suatu jurusan, ada masa-masa dimana jenuh dan ingin menyerah. Tapi kalau itu pilihan kita sendiri, kita akan bertanggungjawab atas pilihan itu. Berbeda jika itu pilihan orang lain, rasanya dua kali lebih menyiksa." Bara tertawa pelan menampilkan gigi ratanya.
Sekilas keduanya saling bertatapan.
"Tuan baik sekali. Ini impian saya." Kinara tampak haru.
Bara menaikan satu alis. "Jadi itu berarti, iya?"
Kinara mengangguk dengan cepat.
"Sudah saya duga."
Keduanya langsung tertawa.
Bara tak main-main, sepulang dari berkeliling, mereka langsung menuju bagian informasi. Format pendaftaran dan brosur yang seharusnya baru keluar satu bulan lagi sudah didapatkan oleh Bara hari itu juga.
Setelahnya pria itu kembali ke dalam mobil dan membuka masker yang menutupi wajahnya agar tak dikenali.
"Ini form pendaftarannya dan brosurnya. Lihat-lihat saja dulu dan pilihlah yang paling kamu sukai." Bara menyerahkan berkas itu ke arah Kinara.
Kinara langsung membaca infomasi pada brosur dengan teliti. "Sekitar 2 bulan lagi pembukaan pendaftarannya, Tuan."
"Tidak perlu pusing memikirkan seleksi masuk. Saya bisa mengurus semuanya."
Jelas saja, Bara kenal baik dengan rektor Dharma Bangsa dan para pejabat kampus. Anak-anak mereka bahkan magang di kantornya.
"Semudah itu, Tuan?"
"Ya." Bara mengangguk santai.
Dia memang sering menggunakan power-nya untuk memudahkan sesuatu. Tapi tanggapan Kinara justru lain.
"Tapi kasihan orang yang sudah susah payah belajar untuk seleksi masuk, Tuan. Rasanya tidak adil jika saya menggunakan koneksi untuk menyingkirkan satu kursi yang seharusnya menjadi milik orang yang lebih berhak. Lagipula Dharma Bangsa butuh orang-orang yang benar-benar disaring melalui seleksi masuk yang ketat. Tujuannya pasti agar calon mahasiswa yang tersaring itu setidaknya dapat dipastikan kualitasnya untuk mengikuti rangkaian perkuliahan dengan maksimal. Saya ingin membuat diri saya juga pantas untuk Dharma Bangsa. Iya 'kan, Tuan?"
Bara tidak percaya pada tanggapan Kinara. Pria itu malah tertawa kecil. "Kamu memang sejujur ini, ya? Ya sudah kalau kamu tidak ingin menggunakan koneksi saya. Sebagai gantinya, saya akan bantu kamu mencari referensi untuk persiapan tes seleksi masuk."
Benar saja, mereka benar-benar ke toko buku. Bara memilih beberapa buku yang menurutnya diperlukan. Buku-buku itu tampak sangat tebal.
Kinara melotot. "Sebanyak ini, Tuan?"
Bara menatap wanita itu dengan ekspresi miris. "Harga sebuah kejujuran itu agak sedikit susah payah. Berjuanglah."
Kinara langsung membalas dengan ekspresi tak kalah miris. "Apa boleh buat, Tuan."
Sontak tawa Bara langsung pecah. "Hahahahahahaha ...." Wajah polos Kinara sangat menghiburnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kinara VS Mr. Perfeksionis (TAMAT)
Spiritual📚 PART LENGKAP #Karya 12 Kinara hanya memiliki dua cita-cita, yaitu membawa kembali ibunya yang bekerja sebagai TKW di Malaysia dan bisa melanjutkan kuliah. Keluarga ibunya yang masih memegang prinsip bahwa wanita tak perlu sekolah tinggi karena d...