"Kinara?"
Kinara yang tengah duduk dengan lesu di kursi rumah sakit itu bangkit, begitu mendapati wanita dengan rambut sepundak itu mendekat ke arahnya.
"Ibu Mira?"
Gadis itu langsung memeluk Mira dengan erat dan benar-benar ekspresinya terlihat sangat sedih. Suaranya bahkan terdengar parau khas orang yang baru selesai menangis.
"Tuan bekerja terlalu keras. Kata dokter kondisinya menurun dan harus dirawat," ujarnya begitu melepaskan pelukannya.
Mira malah sedikit tak fokus. Dia bisa melihat gurat kesedihan yang dalam pada wajah Kinara. Tulus sekali. Tapi sebagai orang yang menangani Kinara sebelumnya, dia justru heran karena Kinara bisa mengkhawatirkan orang yang berbuat jahat padanya. Salah satu pelaku atau biang kerok dari trauma di hidupnya. Sungguh aneh, apa yang dia lewatkan? Pikirnya bertanya-tanya.
"Saya sudah mendengar dari Pak Naufal." Wanita itu menuntun Kinara untuk duduk sejenak dan menenangkannya. Tak lama dia menghela napas. "Hah ... kamu pasti lebih tahu karakter tuanmu itu, Kinara. Dia sangat perfeksionis dan tidak suka ada sedikit saja penurunan di perusahaannya. Jika ada penurunan, dia sangat sulit dinasehati untuk pulang. Maklum, dia itu pimpinan yang membawahi ribuan pekerja. Keputusan dan tindakannya menjadi sangat penting." Sebagai psikolog yang menangani Bara, dia merasa belum maksimal membuat pria itu setidaknya lebih memperhatikan dirinya sendiri.
Sejenak Kinara merenung mengingat perkataan Bara ketika berada di danau.
"Jika terjadi sedikit penurunan pada perusahaan, saya akan bekerja lebih ekstra dan tidur di kantor. Seperti tak punya kehidupan."
"Jika karyawannya hanya bekerja 8 jam per hari, para CEO rata-rata bisa bekerja sekitar 9,7 jam per hari. Itupun mereka masih menghabiskan setidaknya 3,9 jam per hari untuk bekerja di akhir pekan. Mereka sangat sulit menyeimbangkan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi. Waktu bagi mereka itu sesuatu yang sangat mahal."
Kinara sedikit terpaku mendengar penjelasan Mira. Dia ingat bahwa sebelumnya Bara masih sempat menemaninya jalan-jalan ke Dharma Bangsa. Dia baru sadar bahwa pria itu mengorbankan waktunya yang berharga untuknya.
Mengingatnya membuat Kinara bertambah sedih.
"Bu Mira? Tolong hibur Tuan Bara," pintanya dengan tulus.
Sejujurnya Mira bertambah heran dengan sikap Kinara. Keheranan itu dipertahankan sampai dia masuk ke ruang rawat milik Bara yang sudah sadar dan tengah terbaring lemah di atas ranjangnya itu.
"Kamu cepat sekali berbaikan dengan Kinara. Bagaimanapun juga itu bagus." Dia berusaha memperhalus bahasanya. Maksudnya adalah dia baru menemukan pelaku pemerkosaan bisa akrab dengan korbannya. Dalam waktu secepat itu.
Bara tersenyum tipis. Mendengar nama Kinara membuatnya sedikit bersemangat. Mengingat sejak tadi dia memikirkan gadis itu, tapi tak menemukan ponselnya sehingga tak dapat saling mengabari.
"Kebaikanmu pasti besar untuk Kinara sampai membuatnya bisa mempercayaimu lagi."
"Keburukan saya pada dia juga besar," ujar Bara singkat membuat Mira sedikit termenung. Baru kali ini Mira merasa Bara tahu arti dari keburukan. Sungguh sangat mengejutkannya.
"Saya bisa membaca ada perasaan menyesal dan bersalah di hatimu, Bara."
Sepanjang dia menangani Bara, dia bisa membaca bahwa karakter pria itu sangat egois, dan tidak pernah merasa dirinya bersalah. Dia selalu merasa, semua tindakannya benar.
Bara sedikit terdiam sebelum menyadari sesuatu. "Saya pikir memang begitu. Saya bahkan belajar bilang, maaf dan terima kasih karena dia. Dia banyak mengajari saya, bahwa saya mungkin sudah sangat keterlaluan. Tidak ada orang yang paling mempengaruhi saya seperti cara dia melakukannya. Saya sudah seharusnya menebus kesalahan saya yang besar dan sangat kejam padanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kinara VS Mr. Perfeksionis (TAMAT)
Espiritual📚 PART LENGKAP #Karya 12 Kinara hanya memiliki dua cita-cita, yaitu membawa kembali ibunya yang bekerja sebagai TKW di Malaysia dan bisa melanjutkan kuliah. Keluarga ibunya yang masih memegang prinsip bahwa wanita tak perlu sekolah tinggi karena d...