The End

2K 180 37
                                    

"Ibu manggil saya?" tanya Bara yang masih mengenakan sarung dan baju takwa silver lengkap dengan peci itu. Baru selesai melaksanakan shalat Maghrib. Dia mendekat ke arah Ayu.

Ayu tampak sedikit cemberut. "Bara?"

"Iya, Bu?"

"Kinara itu 'kan udah mau ke Jepang beberapa bulan lagi. Enggak mau kamu lamar aja?"

Bara langsung mendongkak dengan wajah terkejut.

"Ibu sih enggak maksa cuma kok kayaknya Kinara juga suka sama kamu."

Hal yang membuat Bara ragu sampai hari itu. "Maaf, Bu. Saya tidak tahu, Ibu."

Dia sendiri masih bersembunyi di balik rasa takutnya, karena dia sudah membuat Kinara trauma, maka dia merasa jalan untuk bersama itu sudah tertutup rapat pasca Kinara meminta berhenti bekerja dengannya.

Ayu tampak tak puas dengan jawaban Bara. "Apa enggak sebaiknya kamu lamar dulu? Sekaliiiiii saja. Kalian juga udah sama-sama kenal baik, sama-sama tahu juga. Coba lah, Bara. Ibu kok seneng sama Kinara, ya. Baik, rajin, pinter, shalihah lagi, kalem juga. Cocok sama kamu."

Permintaan Ayu sanggup membuat Bara galau berhari-hari. Dia selalu terngiang dengan permintaan 'sekali saja' dari Ayu itu.

Dia ingin maju, tapi ragu. Dia juga takut hubungannya dengan Kinara menjadi canggung karena lamarannya itu. Dia ingin mundur, tapi seperti melepaskan Kinara.

"Kalau tidak pernah mencoba, selamanya saya tidak akan tahu," batinnya. Sebagai orang yang sering mengambil resiko dalam bisnisnya, dia memberanikan diri.

Dia membulatkan tekad untuk mencoba dan shalat istikharah.

Setelahnya dia menghadap Ayu dan menyampaikan maksudnya. "Insyaallah saya coba, tapi ibu yang sampaikan saja."

Senyum di wajah keriput Ayu mengembang.

***

Kinara datang memenuhi undangan Ayu untuk minum teh di teras rumah Ayu pada sore hari. Mereka berbincang ringan.

Tak sengaja Kinara melihat Bara pulang. Pria itu melepaskan jas dan tasnya di mobil. Tak lupa melepaskan kaos kaki dan sepatunya sampai tanpa alas kaki. Menarik lengan kemejanya sampai sesiku dan anak-anak kecil yang tengah main bola di lapangan yang tak jauh dari posisi duduk Kinara langsung beramai-ramai menyambut dengan memeluk Bara.

Pemandangan itu sangat menghangatkan hati Kinara.

Pria itu langsung ikut main bola dengan wajah lelahnya dan tertawa bersama anak-anak kecil yatim piatu itu di lapangan. Tak ada aura bahwa dia pemimpin sebuah bisnis raksasa yang tengah maju pesat. Tawanya hanya mengisyaratkan bahwa dia adalah anak yang dibesarkan di panti itu dan sekarang adalah sosok kakak bahkan ayah bagi anak-anak itu.

Auranya pun sangat berbeda dengan dulu. Dulu setampan apapun dia terlihat seperti suram dan menanggung banyak beban. Sekarang seperti hanya kelegaan dan kebahagiaan di wajahnya.

Dava yang tiba-tiba muncul lantaran ingin melaporkan sesuatu seperti sudah biasa. Pria muda itu hanya menunggu di pinggir lapangan menunggu Bara selesai bermain bola bersama anak-anaknya itu.

"Sudah mau maghrib, kalian mandi dan siap-siap shalat maghrib," ujar Bara menghentikan aktifitas sore anak-anak itu.

"Bang? Besok pulangnya lebih cepet dong biar kita bisa main bola lebih lama," rajuk salah satu anak kecil kelas 3 SD. Belum paham seberat apa pekerjaan Bara, dia hanya paham bahwa dia butuh sosok Bara dalam hidupnya.

Bara tersenyum sambil mengusap kepalanya. "Insyaallah hari libur aja, ya. Pagi-pagi 'kan bisa. SETUJU?"

"SETUJU ...." sahut anak-anak itu serempak.

Kinara VS Mr. Perfeksionis (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang