✎✐
"Gila! Cakep banget!"
Riuh piuh mahasiswa mahasiswi yang berada di dalam kelas itu kala melihat Belin memasuki ruang pembelajaran mereka yang diikuti Yorgav dari belakang.
Begitu banyak Karbondioksida, begitu banyak tatapan menuju padanya, dan pandangannya tetap di satu tempat, scenery baginya, dan scenery itu adalah ia yang menarik perhatian nya untuk pertama kali, Belin.
"Belin! Senzo mana??" Tanya salah satu mahasiswi.
"Iya nih lin, kita ga ketemu kakakmu loh dari tadi. Senzo kemana?"
Lagi dan lagi mereka menanyakan hal yang serupa tiap harinya. Kali ini, Belin hanya diam. Jujur saja meladeni mereka tiap hari sangat melelahkan, Belin sudah cukup menanggapi ocehan mereka. Seakan-akan ia tak ada artinya selain menjadi pengantar kabar kakaknya untuk mereka. Ayolah, Belin hanya ingin mengikuti kelas dengan tenang.
"Lin! Elah tinggal jawab apa susahnya si?"
"Tau, gaasik ah si Belin!"
"Ladies, be polite please!"
Kalimat barusan membuat beberapa mahasiswi itu terdiam. Seketika pandangan orang lainnya menuju pada Yorgav. Terutama Belin yang terlihat sedikit terkejut mendengar Yorgav berkata demikian.
Senyuman tipis sekilas ia tunjukkan pada Belin dan kembali menatap ke depan karena dosen mereka telah masuk ke dalam kelas.
-
"Makasi Yorgav," ujar Belin seraya berjalan berdampingan dengan pria berambut biru itu di koridor.
"Makasi untuk apa?"
"Yang tadi. Sebenernya mereka kayak gitu tiap hari, cuman hari ini entah kenapa aku kesel banget sama mereka. Kalau mau tau kabar kak Senzo, mau tahu dia lagi ngapain kenapa ga nanya langsung aja ke orangnya? Kan aku juga ga 24/7 sama kak Senzo terus. Bahkan kita sering ketemu kalo di rumah, di kampus jarang banget karena sibuk masing-masing, tapi mereka tetep aja tanya apapun tentang kak Senzo ke aku. Risih tau..."
Pria manis itu masih saja melanjutkan kalimatnya sedangkan Yorgav hanya mendengarkan dengan seksama tanpa berpaling sedikit pun dari manik Belin. Sesekali ia sedikit terkekeh melihat Belin bercerita dengan sedikit emosi, yang membuat bibirnya sedikit maju karena kesal.
"He talks a lot..."
"So my type."
.
"Kak... You gotta understand... Mine's not gonna longer-"
"Hey watch your mouth you little-....you're not going to anywhere!"
"Kak... Tinggal 2 bulan lagi... Is it impossible to see you face to face with me? Come to Indonesia, kak..."
"Yoel... I want it, but I can't. You can't tell me that word, little punk! You're not going to anywhere, you'll be waiting for me!"
"Kak Yorgav..."
"Don't you dare call me 'kak' if you gonna leave me alone, Yoel Middleton!"
"Kak Yorgav, aku mau... kamu temenin dia, when I can't someday."
"..."
"My Belin... My one and only Van Belin."
"No! You're not gonna leave anyone! Listen to me Yoel, I'll try my best to heal you, okay? Don't make decisions by yourself, you know you still have me, don't ya?"
"Of course, I know it perfectly. But I got nothing to do with this disease... Stadium 4 kak."
"Fuck! Fuck! Fuck fucking fuck! I can't do this Yoel! I'm struggling for no one but you! And now you tell me you won't wait for me?"
"Maafin Yoel kak. Yoel gagal. Yoel gabisa jadi adik yang baik, Yoel gabisa nurutin kemauan papa untuk masa depan Yoel, Yoel harus ninggalin kalian di saat yang ga tepat, Yoel bikin kakak ngerasa ngelakuin hal yang sia-sia,
dan Yoel harus ninggalin Belin sendirian."
.
"Yoel, I found your Belin..." senyumnya lirih kala menyikapi cerita Belin yang tak ada habisnya membahas bagaimana harinya berjalan.
.
Hari berganti minggu, minggu berganti bulan. Terhitung 3 bulan telah berlalu.
Hubungan Belin dengan pria London bernama Yorgav itu kian melekat, tak seperti teman Belin lainnya yang membutuhkan lebih dari 1 semester agar dapat sedekat itu dengannya, Yorgav melakukan hal itu tanpa membutuhkan setengah semester.
Belin yang pemurung setelah kepergian sang sahabat tercinta, kini seperti menjadi dirinya kembali kala Yorgav hadir di hari-harinya. Layaknya cahaya bulan yang muncul di kegelapan malam, seperti itulah eksistensi Yorgav di hidup seorang Van Belinzo.
"Lin, buset rajin amat!" Saut sang kakak kala melihat pria yang tengah duduk di meja belajar dalam biliknya itu sibuk di depan layar benda elektronik bernamakan laptop tersebut.
"Kenapa si kak sen, Belin masi sibuk ini," sambungnya.
"Dek, kamu ngambil matkul banyak loh 4 semester ini, yakin ga mau nyantai dulu?"
"Kak Sen lupa nih pasti, aku sama Yoel kan dulu sepakat s1 harus 3 tahun," perjelas Belin seraya memutar badannya menghadap sang kakak.
"Impian buat bareng-bareng gabisa kecapai, setidaknya yang ini harus kan?" titahnya tanpa menatap lawan bicara.
Sedangkan Senzo hanya terdiam disana, di mulut pintu kamar Belin, tak tahu bagaimana harus merespon jawaban dari adik satu satunya itu.
"Kamu...
...sayang kan ke Yoel, lin?"
"Ahahah pertanyaan macam apa coba kak, ya iyalah! Ada ada aja," kekeh Belin ringan seraya kembali menatap layar laptop miliknya.
"No. Bukan context itu, lin."
"Terus?"
"You know what I mean."
"Kak..."
"I know it's hard for you, 4 tahun terakhir kamu kayak bukan kamu dek. Pelan-pelan, let him go, got it?" Ucap sang kakak sembari memasuki kamar Belin lalu menyodorkan coklat bertuliskan 'chunky bar' itu ke hadapan Belin.
"Dari Yorgav nih, coklat nya yang extra kacang mete,"
"Eh! Kakak kapan ketemu sama Yorgav??"
"Hmm kalo kayak gini aja semangat," sindir pria berkacamata itu.
"Cepetann orang nanya juga!"
"Ya tadi loh lin waktu kakak ke swalayan."
Sedangkan si empu penerima coklat itu hanya mengangguk singkat dan langsung meraih coklat di tangan Senzo lalu memintanya untuk segera beranjak dari lantai kamarnya.
"Tiati kena pelet loh..." Ucap Senzo usil lalu secepat kilat melarikan diri dari ruangan Belin.
"KAK SENZO!"
'For u, peanut lovers'
-
'From ur lovers'
✎✐
KAMU SEDANG MEMBACA
replaced star [COMPLETED] ✔️
Ficção Adolescente"I lose you. But then I found you, in him." -Belin YEONGYU semi lokal au ⚠️TW⚠️ THERE'S A LOT SWEARING WORDS Highest rank attained: #5 in yeonbeom #7 in yeonbeom #1 in beomjun #6 in beomjun #2 in yeongyu #9 in yeongyu