blue head

183 19 1
                                    

✎✐











"Kak, gimana kampus?"

Tanya wanita bermata hazel itu seraya menengguk segelas susu di hadapannya.

"Great."

"Do you prefer in London or here?"

"Actually, ma, is it really matter right now?"

Pertegas pria berambut biru itu lalu segera beranjak dari kursinya. Meninggalkan ruang makan dan sosok Sang Mama disana tanpa mengucap sepatah kata pun setelahnya.

Yorgav tidak suka. Pentingkah menanyakan hal itu disaat sang Mama tahu betul betapa inginnya Yorgav mendatangi Indonesia semenjak permintaan terakhir adik yang begitu dicintainya, Yoel, kala itu.

Dirinya dituntut untuk terus fokus bersekolah dan berkuliah di London. Mama bahkan tak membiarkannya mengunjungi Yoel hingga akhir hayatnya tiba, sampai saat ini, hal yang mungkin tidak akan dimaafkan oleh Yorgav sendiri.

Entah mengapa, 3 bulan setelah kelahiran adiknya, Yoel Middleton, ia langsung dibawa ke Indonesia, yang kemudian dibesarkan dan disekolahkan di negeri asal mama mereka tersebut. Betapa sakit hatinya harus berpisah bertahun-tahun dari satu-satunya saudara yang ia miliki, Yorgav kala itu terlalu muda untuk mengetahui apa yang dilakukan kedua orangtuanya.

Yoel sendiri dititipkan oleh saudara dekat dari Mama, dan ketika Yoel memasuki SMA, Yoel sendirilah yang memutuskan untuk tinggal seorang diri di sebuah apartement kecil yang tentu saja dibiayai oleh kedua orangtuanya di London. Yoel terlalu naif untuk menganggap orangtuanya menelantarkan dirinya di negeri orang. Dipikirannya adalah, ia dibawa ke Indonesia agar lebih mengenali dan menjadi warga negara disana.







.

.

.










"Bukan keturunan, tapi faktor genetik."

"So what are we gonna do?! Ma! I. Want. To. Meet. Him. If it's possible, i will even switch his illness to me!"

"It's already late, Yorgav! Why u won't understand?! Waktu Yoel tinggal beberapa bulan lagi, and we can do nothing now!" gusar wanita berstatus Mama dengan memijit kening bagian kanannya.

Yorgav memekik menderita, entah sudah berapa kali rambut hitam legam miliknya itu ia tarik kasar. Keluarga macam apa mereka ini, bahkan bila bukan Yoel sendiri yang menceritakan penyakit kankernya, satupun dari mereka tidak akan ada yang tahu penderitaan yang dihadapi Yoel selama ini. Kanker Yoel bukan karena keturunan, melainkan karena genetik dari sang Papa yang pula memiliki kanker dengan jenis yang sama. Namun ini tidak adil untuk Yoel yang belum menyentuh usia 20 tahunnya.

Bukan dalam kategori sering, Yorgav menghubungi adik semata wayangnya itu. Karena dirinya sendiri juga sibuk dengan sekolahnya, ditambah tahun ini menjadi tahun pertama Yorgav memasuki dunia perkuliahan. Namun di tahun pertama ia memasuki masa Senior High School nya, ia memutuskan untuk mulai menghubungi Yoel lintas negara. Memang awalnya kedua saudara ini tidak bisa terlalu akrab, tetapi berjalannya masa, Yoel dan Yorgav semakin dekat hanya melalui benda pipih pintar dari masing-masing mereka.

Ketika mereka menghubungi satu sama lain, cerita-cerita yang belum pernah didengar dari keduanya pun tersampaikan. Cerita Yoel tentang bagaimana kini ia telah memiliki permata berwujud manusia di hidupnya,

Van Belinzo.

Pula dengan Yorgav yang selalu menceritakan bagaimana sulitnya bersaing untuk mendapatkan prestasi yang di obsesikan oleh Mama. Ditengah kesengsaraan sang Kakak, Yoel, ia selalu menyemangati nya dari balik layar Handphone.

replaced star [COMPLETED] ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang