ATHARAZKA RAYYAN AHZA, pemuda yang baru saja berlari keluar lapangan. Memilih untuk duduk di tribun sekadar mengistirahatkan tubuh, Razka mengambil botol minum yang sudah dipersiapkan sebelum latihan. Matahari sore ini sangat menyengat kulitnya, cuaca benar-benar panas meskipun dengan angin yang berhembus kencang.
Meneguk setengah air minum, Razka mengibaskan rambut menggunakan tangan. Pemuda itu menghela napas sembari menatap para anggota Futsal yang sudah selesai latihan. Razka memang hobi olahraga bola, namun ia baru mengikuti segala hal yang berkaitan dengan bola sejak masuk Sekolah Menengah Kejuruan. Itu mungkin karena Razka bergabung dengan Bagas, Razi dan Daffin, ketiga manusia yang mengajaknya untuk mengikuti ekstrakulikuler futsal, bahkan beberapa kali tanding di ajang perlombaan diluar sekolah dengan tim yang sudah mereka buat.
Olahraga otak yang memaksanya untuk berpikir mengatur strategi agar mencapai tujuan. Yaitu, memasukkan bola ke dalam gawang lawan. Then, not just playing, sometimes to rest the mind.
Menoleh saat teman-temannya mendekat, Razka tersenyum.
"Kumpul nanti malam," ajak Daffin disaat baru saja duduk. Pemuda itu mengambil handuk dan menyimpannya di sebelah bahu.
"Gass, di mana?" tanya Bagas.
"Tempat biasa,"
"Nyari cewek lo!" celetuk Razi langsung. Pemuda itu tentu saja tahu tempat biasa yang dimaksudkan oleh Daffin.
"Jangan mikir macem-macem, kita cuma nongkrong doang, elah. Kayak gak pernah aja," sahut Daffin, melempar handuk yang telah dipakainya pada Razi.
"Jam tujuh kita on the way, ketemu di sana aja," ucap Razka, menyetujui ajakan Daffin. Mereka memang sering kali menghabiskan waktu malam dengan berkumpul, bahkan terkadang hingga subuh. Latar belakang yang hampir sama membuat koneksi mereka menyambung ketika mengobrol.
"Besok kumpul anggota baru Rohis," ucap Bagas tiba-tiba sembari menatap ponsel. Pemuda itu menyender di pagar pembatas tribun dan menghadap teman-temannya.
"Rohis? Apaan, tuh?" tanya Razi.
"Organisasi Islam," sahut Daffin cepat. "Muslim bukan, sih?" tanyanya, sarkas. Langsung mendapat lemparan handuk dari Razi.
"Rohani Islam yang bener," kata Razka, malas. Membuat Razi seketika tertawa ke arah Daffin.
"Waktu istirahat kumpulnya," ucap Bagas lagi.
Menghela napas, Razka menggeleng. "Enggak mau gue, males. Jam-jam lapar," ucapnya. Gara-gara menjadi ketua kelas, ia harus ikut serta dalam organisasi baru itu.
"Lo ikut jadi anggota Rohis?" tanya Daffin, mengernyit.
"Ikut dia sama gue," jawab Bagas, langsung mematikan ponsel.
"Buset, beneran? Tempat-tempatnya anak Sholeh itu, bro!" Razi menepuk pundak Razka keras, pemuda itu tertawa.
"Ya, kalau ada wakil gue gak ikut," sahut Razka, menatap jengah. "Temen sekelas gue pada gak mau, terpaksa ikut sama Bagas," sambung Razka.
"Gue malah gak tau perwakilan kelas gue siapa," ucap Daffin.
"Lumayan segitu, daripada dia singkatan Rohis aja enggak tau." Tunjuk Razka ke arah Razi, membuat Daffin tertawa keras.
"Asal lo tau, Razka udah jadi ketua kelas tahun ini." Bagas langsung membuka kartu identitas baru milik Razka yang mereka berdua rahasiakan berbulan-bulan, membuat wajah Razi dan Daffin yang tengah tertawa seketika kaget.
What a bad personality he has, Razka juga bingung kenapa harus ia yang terpilih menjadi ketua kelas. Sebenarnya, Razka tidak minat untuk menerima jabatan ini. Akan sangat mengganggu bagi Razka yang suka tidur dan masuk telat. Tapi, saat memasuki kelas akhir, Razka malah ditempatkan pada posisi di mana ia harus menjadi contoh untuk teman-temanya. Life is always full of surprises, contoh baik apa yang bisa ia perlihatkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
SHEIRAZ PLAN ✓
Подростковая литература"Tidak ada jatuh cinta yang lebih baik dari pada menjemputnya dengan cara yang baik." Atharazka Rayyan Ahza, sejak pertama kali memasuki Manajemen, atensinya sudah mengarah pada salah satu gadis yang sangat berbeda dengan gadis yang selama ini ia te...