Chapter 5 : Anggota Rohis

693 60 2
                                    

MENGIKUTI perkumpulan anggota Rohis untuk pertama kali, Sheila menatap ruangan serbaguna yang begitu luas. Model rapat classroom tersebut membuat Sheila duduk paling samping, niat awal agar mudah untuk bergerak karena perkumpulan ini dibimbing langsung oleh Pak Raffa dan Pak Gino, sekarang Sheila malah mengeratkan jas almamater karena AC benar-benar berada di atasnya. Ini kesalahan Sheila yang malah duduk tepat di bawah AC.

Mendengarkan ketua Forses yang mulai menjelaskan secara rinci agenda apa yang akan mereka kerjakan. Sheila baru tahu jika Rohis akan bekerja sama dalam aktivitas kemanusiaan yang akan tergelar. Inti besar dari pertemuan ini, anggota Rohis mulai mencari ketua, sekretaris, bendahara dan beberapa bidang lainnya. Pelantikan Rohis akan terselenggara tak lama setelah pemilihan ketua hari ini. Maka dari itu, ruangan yang sempat hening tiba-tiba menjadi ramai, para murid yang menjadi anggota Rohis mulai mengeluarkan argumennya masing-masing.

Namun, karena banyaknya dari mereka yang berbeda dalam menyebutkan nama, Pak Gino akhirnya membuka vote untuk menuliskan pada secarik kertas siapa yang mereka pilih menjadi ketua Rohis tahun ini. Mendapat kertas itu, Sheila menatap tiga nama yang tertulis di whiteboard untuk menjadi pilihan, mengetahui jika salah seorang pemuda yang ia kenal masuk dalam urutan tersebut, Sheila tersenyum. Lantas, menuliskan namanya untuk ia pilih.

Bismillah.

Organisasi bukanlah sekadar kumpulan manusia dengan tujuan yang sama, butuh ketua yang adil serta bisa membawa anggotanya pada hal kebaikan. Maka dari itu, ketika memilih calon pemimpin kita harus benar-benar menyeleksi dan melihat apa yang ia lakukan. Memilih ketua dalam hal semacam ini pun menjadi gambaran bagaimana organisasi ini ke depannya.

Jabatan adalah amanah, jika pemimpin tersebut tidak amanah, bagaimana keadaan para anggotanya? Sepertinya itu cukup bagi Sheila memilih siapa yang pantas menjadi ketua. Good or bad only Allah knows, tugas Sheila hanya memilih dan semoga saja Sheila tidak salah pilih.

Terlalu banyak waktu yang terpakai, Sheila melirik jam tangannya yang sudah menunjukkan pukul sebelas siang. Hasil dari pemilihan ketua sudah terlihat jelas, nyatanya pilihan Sheila yang paling banyak terpilih.

"Selamat untuk Abhizar, karena semuanya telah mempercayakan kamu menjadi ketua. Silahkan mulai kenali anggotanya, ya. Untuk bidang lain saya memberikan ruang untuk kamu mengurus organisasi ini." Pak Raffa tersenyum. Laki-laki dengan seragam guru itu menyuruh Abhizar untuk ke depan.

"Karena ini sudah selesai, saya menyerahkan semuanya pada Abhizar. Untuk laporan akhir, kamu share saja notula hari ini pada saya. Jika ada sesuatu jangan sungkan hubungi saya atau Pak Gino."

Setelah berbicara panjang lebar, Pak Gino dan Pak Raffa lantas meninggalkan ruangan bersama anak-anak Forses.

Abhizar, pemuda yang selalu menjadi tim dakwah ketika Peringatan Hari Besar Islam. Mantan ketua osis serta pemegang juara 2 dalam perlombaan Tahfidz tingkat Nasional. Tak hanya itu, dari berita yang beredar, level keluarga Abhizar pun memukau. Satu server dengan Razka dan tim Futsal lainnya. Sebagai teman satu organisasi dulu cukup membuat Sheila mengetahui akan hal itu.

"Baik, Assalamualaikum,"

"Waalaikumsalam,"

Kini, atmosfer ruangan itu berbeda. Seolah dingin tadi mencair, semua murid sudah lebih santai dari sebelumnya. Barangkali rasa kaku Sheila melekat pada murid lain juga jika harus satu ruangan dengan guru.

"Sebelumnya, saya ucapkan terima kasih kepada kalian semua karena sudah mempercayakan posisi ini terhadap saya. Semoga saya seperti apa yang kalian harapkan, begitupun sebaliknya, saya harap kalian seperti apa yang saya harapkan."

"Mungkin sebagian besar sudah tahu akan organisasi ini. Rencana tahun lalu yang baru terealisasi sekarang, dan karena itu pula, saya meminta bantuan dan dukungan kalian agar kelak Rohis ini berjalan dengan semestinya."

"Elemen paling atas sangat membutuhkan adanya dorongan dari bawah. Itu sama saja seperti saya yang kini mungkin akan menunjuk atau ... jika kalian mau, silahkan mencalonkan diri untuk menjadi sekretaris dan bendara. Untuk beberapa bidang yang lain, kita rundingkan setelah kita mendapatkan sekretaris dan bendahara."

Ini salah satu kelebihan yang Abhizar punya, pemuda itu selalu bisa membuat semua orang terfokus pada apa yang tengah dibicarakan. Tidak pernah ada satu pun yang berani memotong penjelasan Abhizar, komunikasi yang begitu baik karena dengan jelas bisa membuat semua orang mengerti.

"Shei!"

Tersentak saat mendapat pukulan pada lengannya, Sheila menoleh ke arah Chessy yang tengah menatapnya.

"Calonin diri, sana!" katanya, terkesan memaksa. Membuat Sheila menghela napas.

"No, thank you." Sheila menggeleng keras. Suara berisik anak-anak Rohis membuat percakapan mereka tidak terdengar.

"Gue rasa, kenapa harus cari lagi kalau di sini sudah ada penulis? Mungkin Sheila bisa jadi sekretaris karena dia lebih tahu hal semacam ini, lagi pula, proposal pasti sudah jadi makanannya sehari-hari, kan?"

Mendengar namanya disebut, Sheila lantas menoleh ke arah siswi yang berkata demikian. Apa katanya? Proposal makanan sehari-hari? Memang dia pikir Sheila sebuah Dekomposer yang membuat siklus nutrisi kembali. Tanpa berkomentar, Sheila mengalihkan pandang ke arah lain. Tentu Sheila tahu kemana arah pembicaraan ini berlangsung.

Be secretary, Subhanallah.

"Jika Sheila jadi sekretaris, kalian tidak keberatan?"

"Tuh, kan. Pasti lo," sahut Chessy berbisik. Suara tengilnya menusuk pendengaran Sheila. Apalagi semua anggota Rohis menyetujui saran dari siswi tadi.

Sedangkan, seseorang yang sedari tadi memejamkan mata memilih untuk menatap keadaan ruangan saat nama gadis itu disebut. Pemuda itu lantas menatap Sheila yang terlihat sangat canggung. Seketika ia merasa tertarik untuk memperhatikan rapat ini.

"Maaf, Abhizar. Tapi, sebaiknya yang lain saja." Sheila cepat-cepat mengangkat tangan. Mengintruksi jika saran tersebut keberatan untuknya.

"Kenapa memangnya?" tanya Abhizar, menatap Sheila.

"Saya tidak seperti apa yang tadi diucapkan. Lagi pula, sepertinya masih banyak yang mampu menjadi sekretaris dibanding saya. Saya hanya tidak mau karena saran tersebut membuat saya terpaksa mengambilnya," ucap Sheila.

"Jika membutuhkan bantuan, InsyaAllah saya akan selalu ada. Tapi, untuk jabatan yang ditawarkan saya belum bisa mengambilnya," sambung Sheila, membuat Abhizar tersenyum tipis sebelum mengangguk.

Melihat senyum Abhizar sontak membuat Sheila langsung menunduk, apa mungkin ia salah bicara? Rasanya sangat tidak menyenangkan jika menolak permintaan orang. Namun, itu harus kembali pada kemampuan dan kemauan diri masing-masing. Jika Sheila mampu, tapi Sheila tidak mau, itu sama saja seperti kehilangan satu tiang dalam bangunan. Tidak akan pernah tegak dalam menjalankan semua pekerjaan.

"Baik, kalau begitu, kita kembali rundingkan."

Setelah mendengar Abhizar berkata demikian, Sheila langsung menghembuskan napas lega. Dingin yang sempat ia rasakan kini malah terasa sangat panas setelah namanya disebut-sebut. Tapi, Sheila lega karena Abhizar mau mendengarkan penolakannya secara baik.

Belum sempat menormalkan napasnya yang terasa sangat pengap. Suara seseorang membuat Sheila terdiam detik itu juga.

"Gue mau jadi sekretaris,"

Segera menoleh ke arah belakang, Sheila terpaku pada sosok Razka yang mengangkat tangan. Atharazka mengangkat tangan dan itu membuat keadaan seketika hening. Mengernyit dalam, Sheila lantas kembali menatap ke arah depan saat Razka tersenyum padanya.

Terkadang, Razka begitu mengejutkan.





___________

@shafiraksara.

Note:
Ambil yang baik.
Buang yang buruk.

Terima kasih sudah membaca.
JANGAN LUPA BACA AL-QUR'AN!

SHEIRAZ PLAN ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang