Chapter 46 : Melamar

844 62 4
                                    

MENATAP e-invitation yang sudah satu minggu ini ia baca, Sheila akhirnya memutuskan untuk datang. Meskipun ia harus menginap disalah satu kamar hotel, tantangan Sheila sebelumnya tentu lebih sulit, yaitu meyakinkan dulu Abi serta Abangnya agar mengizinkan ia keluar kota seorang diri.

Dua keperluan yang membuat Sheila memilih menginap di Jakarta. Hari ini, Sheila harus datang ke pernikahan Rameesha sebelum esok hari acara meet and great diadakan.

Desain interior penikahan yang begitu sederhana namun terlihat sangat elegan. Tempat duduk laki-laki dan perempuan yang dipisahkan membuat para tamu tak terlalu bercampur. Laki-laki yang berada disebelah kiri dan perempuan berada disebelah kanan.

Berkumpul dengan teman-teman SMA, Sheila sedari tadi hanya menjadi pendengar dan sesekali menjawab. Perempuan itu menatap Rameesha dan Daffin yang tengah melakukan sesi foto, bahagia sekali rasanya melihat mereka berdua sudah resmi menjadi suami istri.

"Kita ke Rameesha dulu." Ajak teman-temannya.

Sebelum pulang, mereka bersalaman dan mengucapkan selamat pada Rameesha dan Daffin. Sheila tersenyum haru saat Rameesha memeluknya erat. Setelah selesai melakukan sesi foto, Sheila memilih untuk berjalan lebih pelan karena di depan sana Renjani dan Abhizar tengah berpegangan tangan.

Ya, akhirnya, mereka telah menikah dua tahun lalu.

__________

DALAM SEPERTIGA malam dikota yang telah lama ia tinggalkan, Sheila merenung dan kembali mengingat satu hal. Entah mengapa, sesaat pengucapan doa yang selalu ia panjatkan, ada satu nama yang tiba-tiba terbesit.

Beruntung, saat acara meet and great Sheila dapat benar-benar fokus. Dua jam terlewati dengan berbagai acara menarik. Bahkan beberapa rekan wartawan mengabadikan acara ini, namun Sheila masih merasakan ada sesuatu yang mengganjal.

Memutuskan untuk turun menuju lantai dasar Mall, Sheila terpaku saat matanya tak sengaja bersitatap dengan mata lelaki yang baru saja menoleh padanya. Detik itu juga, debaran jantung Sheila terasa lebih cepat.

Sheila tak tahu pasti, namun saat kakinya telah menapaki lantai dari eskalator, Sheila dapat melihat senyum lelaki itu mengarah padanya, langkah panjangnya mendekat.

"Assalamualaikum, Sheila."

Atharazka Rayyan Ahza, lelaki itu berdiri tepat di depan Sheila.

"Waalaikumsalam, Razka." Perempuan dengan hijab pashmina yang menutupi bagian belakang dan depannya itu tersenyum.

Razka terdiam, lelaki itu berusaha menormalkan deru nafasnya yang sedikit memburu. Sungguh, Razka bersyukur karena Sheila belum pulang, ia hampir saja kembali melepaskan Sheila jika Ahza tidak mengatakan kalimat yang membuatnya benar-benar berada di sini.

Doa dan takdir itu selalu bersama, nak. Takdir bisa berubah dengan doa yang kita panjatkan, meskipun mungkin dengan bentuk yang tidak kita inginkan. Selain meminta yang terbaik, kamu juga harus mencari. Jangan terlalu terpaku pada masalalu yang menurutmu buruk, karena Allah pun tidak pernah menolak taubat hamba-Nya.

Jika hati mu masih menyebut nama dia, pergi sekarang. Usahalah, Allah pasti mempermudah jika memang dia ditakdirkan untukmu.

Razka tentu tahu dimana jadwal Sheila hari ini, dan sesaat sampai di Mall, Razka terus mencari Sheila karena saat mendatangi dimana acara itu berlangsung, para panitia mengatakan acaranya telah selesai dari satu jam yang lalu.

"Bagaimana kabar kamu?" tanya Razka lagi.

"Alhamdulilah, kamu bagaimana?" tanya Sheila. Kemudian keduanya sedikit tersenyum saat matanya tak sengaja saling menatap satu sama lain.

SHEIRAZ PLAN ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang